Surat ku yang pertama.
Aku datang tuhan, datang lagi kerumah ini,rumah yang indah dengan segala hiasnnya yang memikat hati, tempat dimana dulu kita pernah membumbung janji untuk saling mencintai, ya memang tuhan...”dulu”..ntah berapa waktu lewat, akan sangat wajar jika kau tidak lagi ada disini, karna dulu kau mengizinkan aku untuk pergi sejenak ke dunia luar untuk skedar rehat sejenak,padahal rumah ini begitu megah dan mewahnya, tunggu..apa kata ku barusan..sejenak??? Kata siapa sjenak, aku terlalu lama berlalu, aku lupa diri, dunia luar ternyata tak kalah meikiatnya, huft..,aku bertandang lagi tanpa kenal malu( memangnya kapan manusia punya malu?? ), rumah tempat kau bersemayam,ah tuhan, rumah yang telah lama kutinggalkan, rumah yang telah lama kutelantarkan, sehingga ia kotor dan berdebu,tak tampak lagi sisa-sisa kemegahan dulu, tanpa pendaran cahaya, tanpa siluet yang indah, tanpa apa-apa, kosong melompong, berkarat dan sekarat, hampir sahja aku berlari karna ketakutan ku sendiri..
Tak ada yang berubah, susunannya masih seperti yang dulu, jnaji2 indah kita masih tertata rapi di figura-figura indah itu, tapi dimana engkau, dimana sang kekasih yang terlupakan, aku mencari-cari mu,tiba2.. ada nyanyian merdu dari dalam rumah, nyanyian yang membuat aku ingin mencabik raga ini, menjerit sekencang2nya, aku tidak tahan tuhan, kemerduannya menarik paksa nafas ini, sangat merdu, tolong tuhan..hentikan hentikan sejenak, dada ini sesak..tuhan tolong aku,aku ingin berlari sja,..la la la..hm..hm..
Tidak bisa, tidak bisa...ada yang menghalangiku, ada yang menghadangku, aku tidak bisa keluar dari rumah ini,mereka..mereka.. potret-potret –perbuatan ku yang bergerak kiri dan kanan membuat aku terpaku sejenak untuk memandangnya,menghadangku, menghalangiku,aku terdiam sejenak, terdiam lama, akhirnya kaku, Aku mati dalam diamku aku mati dalam nafas ku, aku mati dalam rumah ini, aku telah mati, masa lalu ku membuat aku mati, aku mau pergi tuhan, aku tidak jadi bertandangdan menemui mu dirumah ini, aku takut tuhan, aku telah mati..mati dalam potret2 itu, mereka menunjukkan bahwa aku sebenarnya telah mati, tuhan aku mati.
Pendar kandil kecil, dan lagi2 nyanyian yang merdu (ntah dari mana asalnya) menahan ku, sekali lagi..namun syukurlah rasa sakit ketika nyanyian itu terdengra telah hilang berganti rasa nyaman yang luar biasa, kok bisa??, la la la la..hm..hm..alangkah indahnya.
Angin berhembus..dingin yang menusuk, sebuah kertas sampai di tangan ku,( cara berkomunikasi yang biasa kita lakoni tuhan), ada tulisan mu tuhan, ah sudah lama aku rindu membaca surat mu
” engkau kembali an-nisa. Engkau kembali lagi, setelah rumah ini kau tinggal pergi lama sekali, sehungga debu dan kotoran jadi teman setiaku, aku disini tak pernah beranjak, masih setia dengan janji2 cinta kita, aku letakkan janji mu diatas tangan ku janji untuk mencintaiku selalu, namun terkadang aku berfikir, masih kah kau mencintaiku, atau kata itu hanya fiktif belaka seperti lakon2 sinetrin di luaran sana, huft ..tahukah kau aku cemas akan cinta ini, coba lihat ela, apakah aku pergi dari rumah ini, TIDAK , bahkan terfikir untuk melepaskan cinta ini tidak sekali2,aku meyakinkan diriku sendiri, aku percaya, engkau akan kembali..kembali kerumah ini, karna diluar sana aku menuntun mu kembali, karna aku mencintaimu,”
Penglihatan ku meredup, air mata bergelayutan di pelupuk mata hina ini, bisa-bisanya kau masih berkata cinta disaat aku telah terlalu lama menghamba pada dunia luar, kau cinta padaku ??? apa aku tidak salah baca tuhan, atau apakah dirimu yang salah merangkai huruf, aku meninggalkan mu lama sekali, aku sering mempermainkan janji cinta kita, aku membuat diriku hanyut dalam buaian luar sana, kerap kali aku menghinakan mu di hati ini, aku menduakan mu menigakan mu,mengempatkan mu bahkan mengseratuskan mu, aku jahat tuhan, aku ini hina, kau..kau..bisa-bisanya kau berkata kau mencintaiku, bisa-bisanya kau masih berada dirumah ini walaupun rumah ini kotor,berdebu dan tak layak lagi disebut rumah,
Pandangan ku gelap...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H