Mohon tunggu...
Rasno Shobirin
Rasno Shobirin Mohon Tunggu... -

Cuma anak nelayan, Kampunglaut, Pulau Nusakambangan...

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Workshop dengan Budget Rp 100 Ribu!

5 Februari 2012   03:09 Diperbarui: 25 Juni 2015   20:03 147
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Berawal dari sebuah keprihatinan melihat kondisi sekolah waktu SMP, yang baru dibangun dan baru pertama kali ada di kampung saya, yaitu SMPN 01 Ujungalang, kampung saya yang berada di tengah-tengah laut Segara Anakan, sebelah utara Pulau Nusakambangan, 2 jam naik kapal dari Kota Cilacap, Jawa Tengah. Sebuah perkampungan yang sangat jauh dari informasi dunia luar. Sekolah kami yang waktu itu baru ada dan belum memiliki gedung, sangat terbatas dan saya tidak pernah menyalahkan keadaan, karena keadaan menjadikan kami yang menuntut ilmu dengan segala keterbatasan itu bisa tegar dan dewasa.


Di sekolah kami, tidak ada perpustakaan. Guru-guru kami adalah pengajar anak-anak sekolah SD (guru SD mengajar SMP)-- dan kami tidak mempermasalahkan soal status guru, bagi kami mendapatkan pelajaran adalah berkah. Waktu SMP kami masuk pukul 08.00-14.00 terkadang 09.00-12.00. Kami banggakepada guru-guru SD yang menyempatkan waktunya mengajar kami yang kelas SMP :) Di sekolah kami tidak ada MADING, bahkan saking tidak pernah adanya MADING, saat saya masuk SMA di Jogja, MADING seperti barang yang unik, dipajang di dinding dengan tulisan-tulisan dari koran. Pada suatu hari saya melihat-lihat MADING di sekolah dan saya dengan polosnya bertanya kepada teman sekelas saya: "Ini apaan ya?", "Itu MADING" jawabnya, "Oh, MAEDING (aku kira Mading dilafal Maeding karena itu bahasa Inggris)". "Itu Mading, Ras. Bukan Maeding. Majalah Dinding", jawab temenku lagi sambil tertawan (menertawakan aku sih, tp tidak apa-apa namanya juga tidak tahu) Akhirnya aku mulai mempelajari MADING dan ikut bergabung di tim MADING sekolah :)


Berawal dari situlah maka pada Tahun 2003 saya memberanikan diri membuat sebuah acara worlshop tentang bahaya narkoba bagi manusia. Targetnya adalah anak-anak sekolah di kampung saya sendiri. Berawal dari sebuah "impian" untuk berbagi informasi mengenai bahaya Narkotika, Psikotropoka dan Zat Aditif (Napza) bagia anak-anak muda dan sekolah, saya mulai mmebuat proposal untuk pendanaan. Waktu itu saya masih duduk di SMA kelas 2 di Jogja. Saya memang cukup aktif dalam diskusi-diskusi yang diselenggarakan oleh sekolah-sekolah lain maupun instansi-instansi di Jogja. Setiap diskusi mengenai penyalahguunaan narkoba, makalah yang saya dapat dari panitia saya simpan dengan baik, dengan berpikiran akan bermanfaat dibandingkan dibuang begitu saja.


Proposal sudah selesai dibuat, dan suatu hari ketika saya pulang kampung, saya menghadap kepala Desa saya untuk mengajukan dana acara workshop mengenai Bahaya Pentalahgunaan Narkoba. Jawaban Lepala Desa saat itu adalah sangat mendukung. Tetapi dana untuk kegiatan pengembangan anak muda konon ada pada ketua Karang Taruna. Well, akhirnya aku pun disuruh menghadap ketua Karang Taruna. Entah berapa dana yang konon untuk kegiatan pengembangan anak muda yang ada di Karang Taruna saya tidak tahu, tetapi setelah menghadap ketua Karang Taruna, proposal kami mendapatkan dana sebesar Rp 50.000 (Lima puluh ribu rupiah) sedangkan target dana yang kami ajukan waktu itu adalah sekitar Rp 200.000. Pusing? Sangat. Karena semua bahan-bahan sudah saya kerjakan di Jogja, mulai dari dekorasi backdrop, estiimasi peserta, makalah dan snack untuk peserta.


Dengan keadaan 'genting' seperti itu, saya akhirnya memutar otak bagaimana agar acara workshop itu tetap berjalan dengan lancar dan sesuai target, serta sesuai harapan yaitu peserta tidak dipungut sepersen pun. Karena, saya menyadari akan betapa berharganya uang Rp1000 atau Rp2000 pada waktu itu. Dengan sangat terpaksa saya akhirya menarik peserta dengan membayar Rp 500,- (lima ratus rupiah). Alhamdulillah, peserta yang daftar cukup banyak meski harus bayar Rp500,- per peserta. Uang yang terkumpul dari peserta sebesar Rp 50.000, jadi total uang yang terkumpul sebesar Rp 100.000 (Seratu Ribu Rupiah).


Rintangan sudah dilalui, masikah ada masalah? Hehehe. Ternyata dengan uang sebesar Rp 100.000 itu saya harus berpikir cukup keras agar uang tersebut bisa digunakan untuk makalah dan snack peserta yang jumlahnya 100 orang. Karena memang selebaran yang dipajang di tembok-tembok kampung bertuliskan gratis dan mendapatkan snack untuk menarik minat peserta, hehehe.


Setelah dirundingkan dengan teman-teman yang saya libatkan ke panitia, akhirnya uang tersebut bisa menutupi semua masalah. Rp 100.000 digunakan untuk foto copy makalah dengan total pengeluaran sekitar Rp 30.000,-sisanya, Rp 70.000, -- dengan membujuk Ibu-Ibu di sekitar rumah saya untuk membuatkan snack dengan jumlah 110 snack. Isi snack antara lain: Air minum kemasan gelas, Arem-arem, Bakwan, dan kue-kue ringan.


Terus untuk pembicaranya bagaimana? Ini bagian yang terpenting sebenarnya, berbicara mengenai bahaya Narkoba, miras dll, memang harusnya yg sudah expert atau ahlinya, minimal polisi. Berhubung dana tidak ada, dan ini hanya untuk sekedar informasi yang kami dapatkan dari sekolah di luar kota, jadi yang menjadi pembicara adalah saya dan teman saya yang sekolah di Cilacap se hehehe (maaf bukan untuk sekedar sok tahu, tetapi lebih kepada memberikan informasi yang saya dapat dari mengikuti workshop dan diskusi-diskusi di Jogja). Caranya pun cukup interaktif, peserta cukup aktif bertanya, bahkan kami libatkan salah satu anak muda yang pernah menggunakan pil koplo, miras dan ganja.


Apa yang saya lakukan saat itu menjadi suatu kebanggaan tersendiri bagi saya karena masih bisa memberikan sedikit apa yang saya mampu kepada teman-teman di kampung yang sangat jauh dari informasi segala hal karena kampung kami yang terisolir oleh dunia luar, listrik tidak ada (adanya listrik diesel yg menyala dari jam 6 sore sampai 10 malam) jd informasinya sangat terbatas. Memang benar apa yang sering kita dengar dari pepatah, "Semangat itu mengalahkan keadaan" . Semoga sedikit pengalaman saya ini bermanfaat dan menumbuhkan rasa berbagi dengan sesama. Insya Allah sekarang saya ada rencana membuat acara di kampung, yaitu "Festival Jajanana Tradisionla" untuk membangkitkan jajanan tradisional yang sudah mulai hilang keberadaannya, dengan melibatkan ibu-ibu sekitar rumah untuk berpartisipasi.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun