Judul tulisan ini mungkin ada benarnya. Ya. Pemilu kalau tidak ada kampanye hitam kurang berwarna. Pemilu tanpa menjelek-jelekkan calon presiden lain, sepertinya kurang afdhol. Makanya, jelang pemilu, banyak yang mencoba memancing di air keruh. Mulai dari membongkar kejelekan-kejelekannya, membanding-bandingnkannya. Hingga tuduhan terhadap calon presiden mulai dari tuduhan pengikut kaum kapitalis, pengikut Syiah, ahli neraka. Bahkan dicap sebagai "Jaringan Iblis Laknatullah (JIL)".
Semua itu, semua kampanye hitam itu tentu memiliki tujuan dan maksud tertentu: agar tidak dipilih, agar memilih partai yang sesuai dengan pengampanye. Atau yang lebih ekstrem lagi adalah agar tidak memilih calon presiden yang dianggap "kafir" karena akan menjerumuskan para pemilih ke neraka jahannam.
Di era keterbukaan informasi dan perkembangnya teknologi komunikasi yang semakin pesat, kampanye hitam paling banyak kita temui. Coba saja cek akun twitter, facebook, atau path kalau ada yang punya path. Menjelang Pemilu banyak "pakar politik" tumbuh subur di jejaring sosial. Menghakimi, menghujat sampai memberikan cap ahli neraka.
Pada dasarnya Pemilu adalah sarana untuk menyalurkan aspirasi (memilih pemimpin) sesuai dengan hati, bukan karena uang apalagi karena takut masuk neraka. Kampanye adalah alat komunikasi. Komunikasi partai politik (Parpol) dengan kader, dengan khalayak, agar apa yang menjadi tujuan partai terlaksana. Menjadi presiden, minimal memiliki banyak anggota di parlemen.
Pemilu merupakan bagian dari proses demokrasi dimana masyarakat, warga negara Indonesia memiliki hak untuk memilih pemimpin yang dianggap mampu membawa negeri ini pada kemajuan yang berarti. Menjadi pemecah persoalan (problem solver), mampu membawa banga Indonesia maju dan sejajar dengan negara-negara lain. Dan yang paling utama adalah kesejahteraan, hukum yang adil se-adil-adilnya, serta berani memberantas korupsi tanpa pandang bulu. Saya kira inilah tantangan bagi siapa pun kelak yang terpilih menjadi presiden.
Kembali ke kampanye hitam, terkadang kita lupa terlalu semangat menjelek-jelekkan capres lain dan mengunggulkan capres yang diusungnya. Sebenarnya kampanye hitam semacam ini bukan hanya sekarang saja, hampir setiap jelang Pileg maupun Pilpres, kampanye hitam selalu ada, selalu memberikan warna. Warna keruh tentunya...
Pilpres tanpa kampanye hitam kurang seru! Ejekan, sindiran, cemoohan bahkan fitnah sekalipun menjadi santapan sehari-hari. Jelang Pilpres, orang tidak lagi bisa membedakan mana opini dan mana fakta. Derasnya arus informasi yang diterima tanpa adanya pengecekan terlebih dahulu sumber-sumbernya membuat kita terkadang menerima secara mentah-mentah, bahkan cenderung percaya. Perlu diketahui, menjelang pilpres puluhan bahkan ratusan situs berita online muncul. Tujuannya tentu saja sudah bisa ditebak: Mengakomodir isu-isu yang sentimental, provokatif dan bahkan cenderung fitnah untuk menghajar capres atau partai tertentu.
Mari, sebagai warga negara yang baik dan berpendidikan (kalau tidak mau dikatakan tidak berpendidikan) serta terdidik, sama-sama kita mengawal jalannya Pemilu secara Jujur dan Adil. Kita sebagai anak muda jangan hanya terbawa arus informasi yang sesat serta menyesatkan dan cenderung berbau SARA+Fitnah. Kalau bukan kita yang menyaring informasi, lalu siapa lagi? Lebih baik memberikan ide bagi kemajuan bangsa ketimbang menghujat dan melalukan kampanye hitam. Semoga Pemilu tahun ini berjalan lancar dan demokratis. #PemiluRame #SeruNegeriku
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H