Jadi seorang petani kopi yang sudah mengelola kebun puluhan tahun sulit rasanya untuk ganti profesi ke usaha lain. Kebiasaan yang selalu di manjakan dengan panen yang melimpah setiap tahun, sulit rasanya untuk mencari penghasilan selain kopi. Kebiasaan tersebut membuat sebagian petani kopi sulit melangkah ke usaha lain ketika tanaman kopi tidak lagi menguntungkan.Â
Masa paceklik waktu yang sangat sulit bagi petani kopi yang hanya mengandalkan panen buah kopi setahun sekali, akhirnya mereka mengambil jalan pintas  mencari pinjaman ke tengkulak atau renternir.
Tapi tidak bagi Pak Riswanti, masa paceklik masa yang menguntungkan bisa mendulang uang dari tanaman cabe rawit.
Pak Riswanti salah satu anggota kelompok tani hutan (KTH) yang mengelola Perhutanan Sosial di KTH Ulu Petai Lestari Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Liwa Provinsi Lampung, dari 175 orang anggota KTH hanya ada 5 orang yang sudah memanfaatkan masa paceklik dengan menanam cabe rawit, salah satunya adalah Pak Riswanti.
Pak Riswanti setiap panen buah kopi yang sudah kering (green bean) Kurang lebih 3.500 kg di lahan seluas 1,5 ha dengan jumlah batang kopi sekitar 3.000 batang, namun pada tahun ini penghasilanya sangat menurun menjadi 1.200 kg.
Setelah mengalami kerugian dengan anjloknya penghasilan buah kopi, Pak Riswanti mulai berpikir mencari usaha lain dengan tidak meninggalkan kebun kopinya.Â
Pak Riswanti beserta 5 orang temannya mereka menjalin komunikasi untuk mencoba usaha budidaya tanaman cabe rawit. Mereka menganggap tanaman cabe rawit sangatlah cocok dibudidayakan di sela-sela tanaman kopi.
Dengan bermodalkan uang Rp 2.500, Pak Riswanti memulai berusaha tani yang diawali dengan menyemai  biji cabe rawit yang dibeli dari temannya.