Kesehatan merupakan salah satu anugerah Tuhan yang patut kita syukuri. Sebaliknya, keadaan sakit sangat tidak dikehendaki untuk dimiliki. Tapi apakah kalian tahu bahwa terdapat perbedaan persepsi masyarakat tentang keadaan sehat atau sakit. Berdasarkan undang-undang Nomor 36 tahun 2009, kesehatan artinya keadaan sehat secara fisik, mental, spiritual, maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Sedangkan konsep sakit merupakan pendapat subyektif seseorang terhadap penyakit berdasarkan pengalaman yang dialami. Karena sifat yang subyektif ini, pandangan beberapa orang terhadap suatu kondisi tubuh dapat berbeda. Contohnya adalah pandangan masyarakat terhadap fenomena obesitas atau kegemukan.
Obesitas atau kegemukan adalah kondisi terjadinya penumpukan atau kelebihan lemak dalam tubuh seseorang yang dapat mengganggu kesehatan. Nyatanya masih terdapat beberapa orang tua di Indonesia yang merasa senang jika anaknya gemuk. Mereka beralasan bahwa anak yang gemuk berarti sehat dan berasal dari keluarga yang makmur. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Sumarni & Bangkele pada tahun 2023, masih ada responden yang menganggap obesitas pada anak dan remaja menjadikan mereka tampak lucu dan menggemaskan. Bahkan, beberapa kalangan ibu merasa bangga jika anaknya terlihat sangat gemuk dan beberapa ibu akan kecewa jika anaknya tidak segemuk anak tetangganya.
Padahal keadaan kegemukan atau obesitas ini dianggap oleh para ahli sebagai penyakit karena berperan sebagai faktor risiko yang besar dari penyakit kronis seperti hipertensi, stroke, penyakit-penyakit kronis mulut, dan berbagai bentuk kanker. Peningkatan obesitas di seluruh dunia khususnya Indonesia memiliki dampak yang serius terhadap kesehatan dan penurunan kualitas hidup. Menurut World Health Organization (WHO), kelebihan berat badan dan obesitas merupakan faktor risiko penyebab kematian ke-5 di dunia. Setidaknya terdapat 2,8 juta penduduk dunia yang meninggal akibat komplikasi dari obesitas. Prevalensi remaja dengan IMT (Indeks Massa Tubuh) yang lebih dari standar dasar telah meningkat dari 4,2% pada tahun 1990 menjadi 6,7%, dan diperkirakan akan kembali meningkat menjadi 9,1% pada tahun 2020. Peningkatan obesitas ini salah satunya disebabkan oleh pandangan beberapa orang yang menganggap bahwa obesitas bukanlah suatu penyakit dan sering kali diremehkan ketimbang penyakit lainnya.
Perbedaan persepsi masyarakat tentang obesitas ini disebabkan oleh beberapa faktor. Faktor pertama merupakan budaya lokal yang sering kali mengaitkan tubuh gemuk dengan status sosial yang tinggi, terutama di komunitas tradisional. Faktor berikutnya adalah minimnya edukasi dan pengetahuan masyarakat tentang risiko obesitas sering menyebabkan kesalahpahaman dan menyepelekan kondisi ini. Selain itu, pengaruh lingkungan sosial yang menganggap bahwa kegemukan atau obesitas bukanlah penyakit yang serius dapat memengaruhinya. Media massa juga sering menampilkan pandangan beragam tentang tubuh ideal yang dapat memperkuat atau mengubah persepsi masyarakat terhadap obesitas.
Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengurangi pandangan masyarakat yang menyepelekan bahaya obesitas. Cara pertama yang dapat dilakukan adalah dengan mengadakan kampanye kesehatan untuk meningkatkan kesadaran akan bahaya obesitas. Di dalam kampanye ini kita dapat memberikan informasi tentang pentingnya pola makan sehat dan aktivitas fisik. Kita juga dapat melakukan kampanye atau edukasi ini melalui media sosial. Platform digital yang sering digunakan oleh masyarakat ini dapat digunakan untuk menyebarkan informasi akurat tentang gaya hidup dan pentingnya menjaga berat badan ideal.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H