Menurut data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), Sepanjang Januari-Maret 2023 tercatat sebanyak 1.800 unit mobil listrik telah terjual, jumlah ini meningkat sebesar 2.700% bila dibandingkan tiga bulan pertama pada tahun sebelumnya.  Namun sayangnya dari angka penjualan sebesar itu diketahui bahwasanya mobil listrik yang terjual ternyata 75% diantaranya menggunakan jenis baterai dengan basis besi yang diketahui merupakan lithium iron phospate (LFP) dan memiliki harga yang lebih rendah dibandingkan jenis baterai lainnya, namun tidak mengandung nikel. Hal ini dimungkinkan ditemukan pada kendaraan listrik beroda dua, hal ini dikarenakan LFP memiliki harga yang lebih rendah sehingga dapat memangkas biaya produksi dan akan mempermudah diterima oleh pasar otomotif di Indonesia. Hal ini dapat dikatakan ironis mengingat Indonesia merupakan penghasil dan pemilik cadangan nikel terbesar didunia, seharusnya pemanfaatan nikel pada komponen kendaraan listrik berbasis baterai diupayakan sebesar mungkin terlebih tujuan dari hilirisasi nikel yaitu meningkatkan nilai ekonomi dari produk tambang yang dimana salah satunya dimanfaatkan sebagai bahan baku baterai. Ironisnya, masih menjadi pertanyaan apakah dengan sumber daya nikel yang melimpah Indonesia akan berjaya dan mendominasi di negaranya sendiri. Memang benar bahwa kendaraan roda empat serta roda dua penjualannya sangat tinggi dan hampir semua kalangan ekonomi dapat membeli kendaraan, dengan pertimbangan biaya produksi tidak dapat dipungkiri bahwa produsen EV akan lebih condong menggunakan  baterai LFP yang dimana harganya lebih terjangkau.
Â
Hal ini harus menjadi perhatian serius pemerintah untuk mengantisipasi lonjakan penjualan EV yang perkembangan ekosistem EV dan industri EV yang berkelanjutan dengan mempertimbangkan hilirisasi nikel, hal ini juga termasuk risiko turunnya penjualan bilamana pemberian insentif berakhir, jangan sampai program insentif untuk EV hanya akan menjadikan indonesia sebagai negara yang hanya menikmati dan membeli tanpa terciptanya ekosistem berkelanjutan. Â Program insentif yang digulirkan negara-negara di ASEAN saat ini tentu menjadi ajang untuk menggaet perusahaan EV dunia untuk membangun pabrik dan berinvestasi di negaranya, karena EV saat ini dipandang sebagai industri yang akan menghasilkan keuntungan besar di masa depan karena penggunaan energi fosil yang dipandang tidak ramah lingkungan dan berbahaya bagi masa depan. Terlepas dari narasi kendaraan listrik yang terlihat berpijak pada sumber daya nikel domestik, pertarungan yang ada terfokus pada usaha pembangunan pabrikan baterai dan EV. Bila Indonesia tidak segera bertindak cepat dan tepat atas perkembangan industri EV yang sangat pesat, maka Indonesia hanya akan terbebani imbas lingkungan dari eksploitasi nikel sementara tidak meraih keuntungan berarti dari adopsi EV yang lebih efisien. Sehingga, diperlukan kebijakan yang sangat tepat agar pada akhirnya kita tidak salah langkah dalam mengikuti perkembangan industri EV. Pada akhirnya, apakah nikel Indonesia akan cukup kompetitif untuk mendorong tumbuhnya pasar EV domestik dengan baterai berbasis nikel masih menjadi pertanyaan.
Pemerintah Indonesia sebaiknya untuk fokus membangun serta melakukan riset terkait pengolahan nikel dan peningkatan teknologi industri baterai sebaik mungkin agar nantinya baterai yang diproduksi dengan bahan dasar nikel memiliki nilai ekonomis dan dapat dikonsumsi oleh terkhususnya seluruh masyarakat Indonesia dan pada akhirnya dapat menembus pasar global. Dengan begitu, Indonesia dimasa depan dapat menjadi pemain utama dengan mengamankan rantai pasokan baterai kendaraan listrik dunia dan menciptakan ekosistem kendaraan listrik dalam negeri sembari berusaha untuk bisa memproduksi EV berharga terjangkau agar dapat dinikmati oleh masyarakat banyak. Pemberian insentif bagi produsen kendaraan listrik juga sebaiknya kembali diperhatikan, tidak hanya mewajibkan kandungan TKDN 40% saja, namun lebih spesifik lagi bahwasanya pemberian subsidi kendaraan listrik berbasis baterai diberikan kepada produsen kendaraan yang menggunakan baterai listrik berbahan dasar nikel dan baterai tersebut wajib dibuat di Indonesia agar tujuan pemerintah dalam melakukan hilirisasi nikel dapat tercapai dan bermanfaat bagi masyarakat luas karena produk tambang nikel Indonesia memiliki nilai ekonomi yang meningkat.
Â
Â
SUMBER
Peraturan Perundang-Undangan
Peraturan Menteri Keuangan tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai Roda Empat Tertentu dan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai Bus Tertentu yang Ditanggung Pemerintah Tahun Anggaran 2022. PMK Nomor 38 Tahun 2023. BN 2023 No. 288.