Sekian lama saya tidak menulis, dan hari ini saya terinspirasi dari kisah Siti Aisyah yang hidup bersama ayahnya di sepeda becak barang. Siti Aisyah anak berusia 8 tahun berasal dari Medan terpaksa meninggalkan bangku sekolah untuk merawat ayahnya yang sakit paru-paru dan tidak bisa mencari nafkah untuk mereka. Sedangkan ibunya sudah memiliki kehidupan sendiri yang membuat mereka tidak bisa bersama. Dalam keseharian Aisyah dan ayahnya tinggal di atas becak dengan mengharapkan belas kasihan dari orang lain di sekelilingnya. Dari pemberitaan media mengenai kisah mereka, pemerintah dan beberapa orang yang peduli mengulurkan tangan untuk membantu mereka. Aisyah kembali bersekolah dan ayahnya mendapat perawatan intensif di rumah sakit di Medan.
Dari kisah itu, pikiran saya mundur ke belakang di mana saya pernah bekerja cukup lama di salah satu lembaga non pemerintahan atau sering disebut LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) yang memiliki kepedulian terhadap dunia anak. Lembaga yang memiliki keanggotaan sponsor atau orang tua asuh yang selain membantu melalui program untuk masyarakat di bawah naungan lembaga, juga menjalin hubungan secara langsung kepada anak dan keluarga. Hubungan tersebut terjalin melalui kegiatan surat-menyurat selain memberikan donasi untuk anak asuhnya. Saya begitu terharu karena orang tua asuh tersebut dari belahan dunia yang berbeda. Mereka dari negara lain dengan latar belakang agama, budaya, pendididikan, kehidupan yang begitu berbeda, tetapi tetap saling menghargai dan mengasihi. Salah satu surat yang pernah saya baca dari orang tua asuh adalah memiliki pekerjaan sebagai sopir pengantar barang yang mengelilingi beberapa kota di negaranya dan ketika berhenti di satu kota, maka dia akan menyempatkan diri untuk menulis surat kepada anak asuhnya di sini dan menceritakan kisahnya. Dari sana banyak kisah yang saya dapat yang penuh kekaguman dan keharuan. Orang-orang yang merelakan dan mengikhlaskan setiap bulan memberikan donasi tanpa bisa menjumpai anak asuh dan keluarga yang dia bantu dengan latar belakang berbeda. Orang tua asuh yang menganggap anak asuhnya sebagai bagian dari keluarganya sendiri meskipun dipisahkan oleh jarak dan waktu.
Selain itu ada kisah lain di mana terdapat lembaga yang menampung anak-anak “kurang beruntung” (anak yatim piatu, anak jalanan, anak terlantar, anak korban kekerasan, anak korban bencana, dll) di dalam satu tempat hunian atau kompleks perumahan. Setiap rumah dengan seorang ibu pengasuh yang mengasuh sekitar 8 sampai 10 anak. Di sana mereka belajar saling mengasihi, menghormati, rasa kekeluargaan sehingga mereka menemukan arti keluarga dalam kehidupannya. Menyatukan perbedaan masing-masing untuk tetap bersama dalam kerukunan sebuah keluarga tentunya tidak mudah, tetapi itu bagian dari semangat di dalamnya. Selain itu banyak sekali lembaga lain yang peduli pada kehidupan anak-anak, seperti panti asuhan yang memiliki banyak anak asuh dengan beberapa ibu asuh dalam satu tempat yang sama dan tentunya lembaga lain yang semuanya untuk membuat masa depan anak lebih cerah. Semua itu bentuk kepedulian sesama untuk memutus mata rantai kehidupan sebelumnya menuju kehidupan yang lebih baik.
Namun, pada kenyataannya tidak semua anak bisa terperhatikan. Masih banyak anak-anak yang memerlukan uluran tangan kita, seperti anak yatim piatu, anak dengan kehidupan yang kurang layak, anak jalanan, anak terlantar, anak berkebutuhan khusus, anak penderita penyakit tertentu, anak korban kekerasan, anak korban bencana, anak korban perang, anak korban narkoba dan sebagainya. Beberapa panti bahkan ada yang kewalahan dalam memenuhi kebutuhan sekian banyak anak yang ada. Banyak hal yang bisa kita lakukan dengan beberapa cara yang paling tidak bisa membantu mereka. Cara yang bisa saya bagi antara lain :
1.Memberikan donasi melalui badan amal atau lembaga sejenis yang menyalurkan bantuan untuk anak-anak kurang beruntung tersebut atau lembaga lain yang fokus dalam pengurusan anak. Dalam hal ini penyebaran donasi lebih luas dan kita cukup mengirim bantuan saja melalui badan amal dan lembaga sejenis.
2.Memberikan donasi kepada yayasan atau lembaga langsung yang manangani tentang permasalahan anak, misalkan panti asuhan, rehabilitasi anak, dan lain-lain. Di sini kita bisa mengunjungi langsung untuk mengetahui tumbuh kembang anak-anak.
3.Memberikan bantuan langsung kepada anak dan keluarga yang membutuhkan, misalkan anak putus sekolah atau dari keluarga yang secara ekonomi kurang mampu, anak yatim piatu yang dirawat neneknya dengan kemampuan terbatas, dan lain-lain.
4.Menjadikan anak asuh tetapi tetap ikut keluarganya dan kita menjadi donatur tetap sampai anak tersebut terpenuhi kesehatan dan pendidikan yang layak.
5.Menjadikan anak asuh dalam keluarga kita dengan tetap berhubungan dengan keluarga aslinya bila masih ada.
6.Menjadikan anak angkat dalam keluarga kita yang tentunya melalui proses hukum yang sah.
Mengasuh ataupun mengangkat anak bukan berarti harus dari bayi, tetapi bisa usia-usia yang lebih tinggi apabila memang ada di lingkungan kita membutuhkan. Tentunya itu tidak semudah ketika kita mengasuh atau mengangkat anak yang masih bayi. Banyak hal yang tidak sejalan dengan idealisme kita karena anak terlebih dahulu mempunyai kehidupan yang berbeda. Bagaimana antara kita selaku orang tua bisa saling pengertian dengan anak yang kita asuh atau angkat dengan lingkungan dan latar belakang yang berbeda. Bagaimana kita bisa mengasihi tanpa diskriminasi. Bagaimana kita menyayangi tanpa menyakiti. Bagaimana kita berusaha untuk tulus ikhlas dalam pengasuhan. Namun, semua itu bagian dari indahnya berbagi dan wujud kepedulian kita.
Ini semua bagian dari pengalaman dan kisah hidup saya yang mungkin bisa membuat kita sama-sama belajar. Saya berharap teman-teman mempunyai ide cemerlang lainnya. Tentunya akan lebih bermanfaat bila ide tersebut dibagi agar kita bisa saling belajar memaknai kehidupan ini menjadi lebih baik. Saya berfikir, seandainya semua keluarga mapan memiliki minimal 1 anak asuh atau anak angkat yang kurang beruntung di negeri ini dan memberikan jaminan sampai anak tersebut mandiri, apakah masih akan banyak ditemukan anak-anak terlantar dan kurang beruntung lagi di negeri tercinta kita? :D
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H