Mohon tunggu...
Rarin Oktovani
Rarin Oktovani Mohon Tunggu... -

Lihat n kenali......:)

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Kisah–Kisah Kursi Kosong di Bis Antar Kota (Bagian 2)

10 Desember 2014   05:20 Diperbarui: 17 Juni 2015   15:38 110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Cerita ini pernah saya tulis sebelumnya, hanya menambahkan kisah baru mengenai kursi kosong di bis antar kota yang telah mengantarkan saya berangkat ataupun pulang kerja. Saya menikmati perjalanan dengan kendaraan umum yang bisa mengangkut banyak penumpang dengan profesi dan latar belakang yang berbeda. Berikut kisahku dari cerita sebelumnya sampai dengan kisah terbaru.

Selama rentang beberapa waktu saya menjadi pelanggan bis antar kota, ada beberapa kisah yang menarik di dalamnya. Kali ini saya ingin berbagi cerita mengenai kursi kosong di dalam bis antar kota. Tentunya tidak hanya kisah menyenangkan saja, namun menyebalkan dan juga menggelikan. Baik itu berkaitan dengan saya langsung ataupun orang lain.

Kisah pertama adalah sebuah kursi kosong yang tidak boleh untuk duduk siapapun yang naik meskipun kondisi bis penuh dan tinggal kursi cadangan. Terdengar percakapan seorang ibu paruh baya yang akan duduk di kursi itu, tetapi tidak diperbolehkan kernetnya dengan alasan sudah dipesan. Saya sempat tertegun juga mendengarnya. Dipesan ??? Ibu tersebut dengan sedikit emosi menanyakan apa boleh kursi bis dipesan penumpang lain yang belum naik, sedangkan di dalam bis banyak penumpang berdiri. Ini bisa tak laporkan atasan dan bisa kena sanksi tentunya, lanjut ibu tersebut. Kernet tetap bersikukuh tidak mengijinkan meskipun terlibat perdebatan dengan ibu tadi. Akhirnya ada seorang perempuan muda naik bis dan menduduki kursi pesanan yang menjadi perdebatan dan tentunya tanda tanya beberapa penumpang. Ternyata ini si pemesan kursi yang dimenangkan.

Kisah kedua tentang kursi kosong yang juga tidak diperbolehkan penumpang sebelahnya untuk ditempati. Saya berpikir, apakah ini juga merupakan kursi pesanan ??? Kursinya berada di deretan ketiga dari depan dan merupakan kursi pertama yang kosong bila dihitung dari depan. Sehingga setiap orang yang naik ingin langsung mendudukinya. Banyak penumpang yang beringsut tidak jadi duduk karena larangan dari penumpang kursi sebelahnya yang gandeng dengan kursi misterius itu. Ternyata kursi tersebut basah karena tadi di kota sebelumnya hujan dan atap bis ada yang bolong mengakibatkan air masuk membasahi kursi. Mungkin perlu ditulisi kursi basah biar penumpang di sebelahnya tidak sibuk menjawab penumpang lain yang ingin mendudukinya dan tentunya bisa tidur dengan nyenyak.

Kisah ketiga sedikit membuat kesal saya karena saya yang mengalami kejadian dengan kursi kosong. Ketika itu kursi bis penuh, sehingga beberapa penumpang berdiri. Di tengah perjalanan ada penumpang yang akan turun, sehingga kursi di depan saya berdiri bisa saya tempati. Sambil menunggu penumpang tersebut keluar dari kursi, saya menggeser sedikit posisi berdiri saya untuk memberi jalan penumpang yang mau turun itu. Pergeserannya masih dekat dengan kursi yang akan kosong dan sudah di depan mata. Karena penumpang di sekitar saya lebih muda dan laki – laki, maka saya tidak berniat menawarkan seperti biasanya. Barang bawaan berat dan sepatu hak tinggi cukup membuat saya ingin mendaratkan tubuh di kursi. Namun tiba – tiba ada perempuan muda yang posisinya lebih jauh dari kursi melewati saya langsung menduduki kursi yang rencana akan saya duduki. Perempuan yang lebih muda dan tanpa barang bawaan berat seperti yang saya bawa tanpa permisi dan tanpa peduli langsung duduk dengan santainya. Saya hanya bisa geleng – geleng kepala dan melihat penumpang lain yang senyum – senyum. Dalam hati berkata semoga tidak semua generasi muda seperti itu yang main selonong saja.

Kisah keempat hampir sama dengan kisah ketiga, yaitu dua penumpang laki – laki yang bergerak cepat untuk menempati satu kursi kosong. Saya melihatnya jadi berpikir apakah mereka lomba adu cepat memperebutkan kursi kosong itu ya... Untung saja mereka tidak saling emosi meskipun hanya salah satu yang bisa duduk di kursi tersebut. Penumpang yang tidak mendapatkannya hanya tersenyum saja kalah cepat dengan penumpang satunya. Saya jadi ikut tersenyum melihat kejadian tersebut, dua orang dewasa berebut satu kursi. Jadi ingat permainan yang sering dimainkan dalam suatu pelatihan dimana jumlah kursi selisih satu lebih sedikit dari jumlah peserta pelatihan. Peserta harus berebut kursi ketika lagu yang diputar berhenti. Bila tidak mendapatkan kursi, maka mendapat hukuman untuk menghibur teman – temannya.

Kisah kelima cukup menggelikan tetapi bisa dimaklumi dan merupakan win – win solution. Kondisi bis di jam pulang kerja cenderung penuh, sehingga beberapa penumpang berdiri. Ada penumpang beranjak mau turun dan akan ada kursi kosong yang bisa ditempati penumpang lain. Di dekat kursi kosong itu berdiri dua perempuan muda yang ternyata dengan sopan saling mempersilahkan untuk duduk. Mereka hanya saling bilang mbak saja yang duduk dan tidak ada satupun dari perempuan tersebut segera duduk. Itu cukup memakan waktu dengan kondisi bis yang penuh sesak. Sedangkan saya harus bergeser posisi berdiri karena ada penumpang yang turun maupun naik. Akhirnya saya panggil saja nenek yang memakai jarik untuk mendudukinya meskipun posisinya dari kursi kosong itu selisih dua orang, yaitu saya dan salah satu perempuan muda tadi. Dan kedua perempuan tersebut saling tersenyum dan mempersilahkan nenek tersebut untuk duduk. Ternyata di dalam bis yang sama, banyak penumpang yang peduli karena setiap ada penumpang yang lanjut usia dan lebih memerlukan, mereka segera berdiri menyerahkan kursinya untuk diduduki.

Kisah keenam adalah kursi yang menjadi sering kosong karena penumpang sering berpindah dari kursi tersebut bila mulai ada kursi kosong lainnya. Bahkan dibiarkan kosong begitu saja karena penumpang yang duduk di situ dan merasa kurang nyaman akan memilih berdiri. Kursi itu dihindari karena sandarannya rusak, sehingga bila duduk dan bersandar akan terkejut ketika tiba – tiba sandarannya menjadi rebah ke belakang. Jadi kesannya malah seperti tempat tidur dan penumpang di belakang bisa kejepit karena terjadi penyempitan akibat kursi yang rebah tadi.

Kisah ketujuh lebih menghebohkan dan bikin terkaget – kaget yang melihatnya. Ceritanya begini, sore itu bis sungguh luar biasa penuh sesak kalau tidak salah malam minggu atau sabtu sore. Ada penumpang turun dan siap – siap digantikan oleh penumpang perempuan muda yang berdirinya lebih dekat dengan calon kursi kosong tersebut. Tetapi di luar dugaan ada seorang bapak lanjut usia melempar tasnya, sehingga tasnya lebih dulu sampai di kursi kosong yang akan diduduki perempuan muda tadi. Tanpa merasa bersalah dan tanpa permisi bapak yang berdirinya lebih jauh dari kursi kosong tersebut bergerak dengan cepat menuju kursi yang sudah diduduki tasnya tadi. Sedangkan perempuan muda yang akan menempati kursi kosong di depannya hanya bisa bergumam dengan nada kesal dan muka keruh. Penumpang yang lain ada yang cukup geleng – geleng kepala, tersenyum, tertawa ataupun berkelakar menambah panasnya suhu bis yang mengalahkan dinginnya AC karena begitu berjubal.

Kisah kedelapan yang sebenarnya bukan kursi asli dalam bi situ. Tetapi ada kursi kosong plastik yang berada di bawah deretan kursi asli bis. Kursi kosong itu tergeletak begitu saja. Karena pagi itu bis penuh akhirnya hanya saya sendiri penumpang yang berdiri dalam bis. Sayapun melirik kursi plastik kosong yang dibiarkan tergeletak begitu saja. Dari lirikan akhirnya saya pandangi dan tertangkap oleh kondektur. Akhirnya ditariknya kursi plastik itu dan diberikan kepada saya untuk duduk. Lumayan daripada berdiri membawa ransel berat, meskipun kursinya tanpa sandaran. Mungkin ini yang disebut kursi tandingan karena bukan kursi asli bis, tetapi ada di dalam bis yang bahkan nyaris tidak digunakan.

Dari beberapa kisah tersebut tersirat beberapa hal yang menarik. Adanya kursi pesanan, kursi basah, kursi yang ditempati tiba – tiba, kursi yang diperebutkan, kursi yang saling ditawarkan, kursi tak diminati, kursi yang dilempar, kursi tandingan. Sebuah kursi bisa memperlihatkan bagaimana kepedulian kita terhadap sesama ataupun keegoisan kita untuk mendapatkannya dan enggan berbagi kepada orang lain. Bahkan ada yang berusaha merebut kursi untuk kenyamanan diri sendiri. Ini baru sebuah kursi di bis antar kota. Bagaimana bila itu berkaitan dengan kursi wakil rakyat, kursi jabatan, kursi singgasana, dan sejenisnya ? Pastinya akan ada beberapa upaya yang lebih keras lagi. Apakah ada yang bersedia memberikan kursi – kursi tersebut kepada orang lain dengan sukarela dan sukacita ? Silahkan menyimpulkan sendiri kisah ini.(09122014)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun