Pada abad ke 19, lahirlah suatu fenomena baru yang dikenal dengan sebutan May Day, fenomena ini lahir dari berbagai rentetan atas perjuangan kelas pekerja guna mempertahankan hak serta meraih kendali ekonomi-politis hak-hak industrial. Perkembangan kapitalisme industri di awal abad 19 menandakan perubahan drastis ekonomi-politik, terutama di negara-negara kapitalis di Eropa Barat dan Amerika Serikat.
Kita lihat apa yang terjadi setelah berlangsung diabad 19 itu, sebanyak delapan perusahaan di Kota Semarang, diadukan buruhnya karena tidak membayar tunjangan hari raya kepada karyawannya. Temuan itu berdasarkan aduan sejumlah buruh ke Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota Semarang, yang membuka pos pengaduan THR (Tjandra, 2013).
Lalu kita sebagai masyarakat akademis yang kritis kemudian berpikir apa yang sesungguhnya melatarbelakangi hal ini masih bersikeras dilakukan bahkan seakan menjadi pagelaran bergengsi setiap tanggal 01 Mei. Apakah karena hak-hak para buruh tidak terpenuhi atau mungkin perusahaan tidak memberikan kewajibannya pada buruh; dengan memperlakukan buruh secara wajar dan baik, ataukah semua ini hanya sekadar peringatan yang setiap tahun akan digelar demo karena sebuah refleksi tanpa adanya alasan yang cukup rasional.Maka sepantasnya kita pun menyadari serta mengetahu siapa sebenarnya buruh dan bagaimana peran serta fungsi yang seharusnya ia jalankan. Agar kita mampu membaca fenomena yang terjadi, tidak hanya paham sebelah mata.
Kejadian demo buruh setiap tanggal 1 Mei sampai saat ini masih ada dan dilakukan oleh berbagai macam kalangan, puluhan ribu buruh tumpah ruah di jalan Jakarta pada Kamis 1 Mei 2014 merayakan hari buruh sedunia. Unjuk rasa buruh dipusatkan di beberapa titik jalan protokol seperti di Jalan Sudirman, Jalan MH Thamrin, Jalan Gatot Subroto, Jalan Medan Merdeka Selatan, dan Jalan Merdeka Utara (Rimadi, 2014)
Kali ini kita perlu pahami terlebih dahulu, siapa dan bagaimana poisisi buruh tersebut, buruh adalah mereka yang menghasilkan sesuatu barang dan memberikan pelayanan yang dibutuhkan masyarakat, buruh melakukan semua itu dengan jalan menjual tenaganya.
Lebih sederhana kita memahami buruh sebagai pekerja upahan di sektor industri yang terlibat secara besar-besaran untuk berbagai barang konsumsi dan modal. Oleh karena itu yang dikerjakan lebih bersifat kolektif, maka jarang sekali mereka menghargai dirinya secara individual. Mereka menghargai dirinya secara kolektif, karena adanya sifat ketergantungan dalam proses produksi.
Kepentingan para buruh adalah upah yang adil. Melalui upah yang adil memungkinkan para buruh itu secara individu dan keluarganya hidup secara layak dan manusiawi, yang namanya partisipasi akan memperlihatkan dirinya secara nyata. Jika persoalan upah yang adil masih menjadi kendala bagi buruh. Maka janganlah menuntut partisipasi. Bahasa yang berkembang dalam hidup keseharian para buruh pada umumnya lugas, sederhana dan tidak berbelit-belit.
Mereka hanya punya waktu luang sedikit untuk keperluan privasi mereka, seperti bersantai, nonton film, kumpul sama keluarga, karena ritme kahidupan mereka yang seperti ini, kerja lalu pulang ke rumah masing-masing tidur lalu bekerja kembali lagi dan pulang tidur, dan begitu seterusnya setiap hari.
Alur hidup mereka yang demikian, membuat mereka lebih sering mengenal komunitas diantara mereka sesama buruh yang terbatas. Mereka tidak mengenal sesama buruh yang tidak sesama bagian, misalnya; jarang sekali yang berada di bagian jahit akan mengenal yang berada di bagian design, meskipun mereka sama-sama berada dalam sift yang sama. Komunikasi yang terbatas itu membuat indentitas mereka tidak jelas dalam pergaulan sosial yang lebih luas, yakni sekitar tempat tinggal mereka.
Kesejahteraan adalah hal yang diinginkan semua orang dalam hidup ini. Kesehatan, biaya sekolah anak, kebutuhan pangan, sandang, papan, rekreasi dan sebagainya harus dapat terpenuhi sehingga kehidupan seseorang (buruh) dan keluarganya dapat seimbang. Salah satu faktor agar terpenuhinya kesejahteraan adalah upah yang layak dimana untuk mendapatkan upah layak, kita harus memiliki standar upah minimum yang realistis yang dapat memenuhi kebutuhan minimum buruh.
Lalu apa yang menjadi permasalahan besar dari sosok buruh? Tidak ada. Permintaan mereka sebenarnya sangat sederhana, hanya ingin agar haknya diberikan, perusahaan memberikan pelayanan yang wajar dan memenuhi hak buruh, seperti gaji tidak telat atau lain sebagainya. Memungkinkan juga bahwa buruh membutuhkan jaminan pelayanan hidup yang sehat, karena itu tidak hanya karena kepentingan pribadi buruh itu sendiri, melainkan kelanjutkan produktifitas yang akan dihasilkan oleh buruh disuatu pabrik atau perusahaan tertentu. Karena memang pekerjaan kelas buruh ini sangatlah berat.
Maka jika seandainya pihak ketenagakerjaan, pihak pemerintah, serta pihak perusahaan atau pabrik mampu memberikan serta memenuhi hak-hak buruh, maka buruh itupun tidak akan lagi memberontak atau mengadakan aksi tentang peradilan upah, peradilan hidup yang layak dan sebagainya. Karena sebenarnya orang-orang yang sering memberontak itu adalah mereka yang lapar, lapar dalam artian hak-hak mereka tidak dipenuhi. Jangan hanya menjadikan setiap tanggal 1 Mei itu harus ada aksi, demo, pemberontakan buruh di depan gedung-gedung pemerintah, pabrik, dan lainnya. Mari kita bersama benar-benar mampu memahami kondisi ini dan berupaya memperbaikinya. Agar negara kita ini tidak selalu dibisingkan dengan acara seremonial yang bernama demo dan sejenisnya.
Referensi:
Rimadi, L., 2014. Demo Buruh 1 Mei Sisakan 8 Ton Sampah di Jakarta. [Online] Available at: (Accessed 01 May 2014)
Tjandra, S., 2013. Delapan Perusahaan Diadukan Tak Bayar THR: Berita Buruh Indonesia. [Online] Available at: (Accessed 01 May 2014)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H