Mohon tunggu...
Rara Zarary
Rara Zarary Mohon Tunggu... Penulis - Menulis adalah caraku menemukan kebebasan, menemukan diri sendiri, dan bertahan hidup (sabdawaktu)

Penulis Buku: Menghitung Gerimis (2013), Hujan Terakhir (2014), Hujan dan Senja Tanah Rantau (2016), Kita yang Pernah (2020).

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Human Trafficking: Anak Bangsa Kehilangan Martabat Ibu

8 November 2014   07:01 Diperbarui: 17 Juni 2015   18:20 44
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Indonesia merupakan negara kaya raya, kejayaan yang ia miliki dari rempah-rempah, luasnya pulau, serta banyaknya sumber daya alam juga manusia membuat negara tercinta ini dikenal serta dibutuhkan negara lain. Tak hanya dari segi kebutuhan terhadap rempah-rempah, namun sumber daya manusia yang kian banyak dihantar ke negara lain baik sebagai TKI, TKW pun kian semarak. Jadi Indonesia memberikan semua kekayaan yang dimiliki untuk juga dimiliki oleh negara lain.

Ironisnya, negara gagah ini cukup tidak mempedulikan apa yang sebenarnya menjadi kejayaannya. Kita sebut saja sumber daya manusia. Indonesia bahkan melegalkan TKI, TKW untuk mencari kerjaan di negara lain tanpa mereka tahu bagaimana terjaminnya kehidupan layak mereka di sana. Sehingga terjadilah hal-hal yang tidak diinginkan di luar kontrol negara Indonesia terhadap perlakuan orang-orang luar negeri terhadap TKW Indonesia.

Contoh konkrit adalah kejadiaan faktual yang sengkara menimpa TKW adalah diperlakukannya dia sebagai budak majikan, pelecehan seksual, bahkan dijualnya dia kepada orang-orang yang hendak membelinya. Selain karena kekejian sikap dari pihak majikan, atau pihak terkait; adapula kenyataan yang mengatakan bahwa perempuan-perempuan itu memang sengaja menjual dirinya.

Latar belakang kemiskinan serta rendahnya tingkat pendidikan sudah menggeser manusia khususnya para perempuan melakukan apapun demi melanjutkan kehidupan yang semakin dihimpit oleh tantangan globalisasi. Masyarakat yang pragmatis menjadikan perempuan sebaagi aset yang menghasilkan uang. Apalagi oleh masyarakat di negara miskin. Perempuan dianggap sebagai kelompok kelas kedua (subordinate), sementara laki-laki sebagai pemilik kekuasaan terhadap perempuan yang bisa melakukan apa saja. Termasuk memperdagangkan perempuan.

Kondisi masyarakat yang seperti inilah yang kemudian mendukung maraknya perdagangan perempuan di Indonesia ini. Seperti yang telah dikemukakan oleh Rahbar (dalam Sulaeman, 2014), “Memandang perempuan sebagai ‘pihak yang dimanfaatkan' dan laki-laki sebagai ‘pihak yang memanfaatkan'.  Rahbar menyebutkan bahwa salah satu akibat dari pandangan yang salah ini,  hari ini human trafficking (perdagangan manusia), yang di dalamnya meliputi perdagangan kaum perempuan, merupakan industri yang paling cepat pertumbuhannya di dunia.

Sebuah data dari UPPA Bareskrim (2013), menuliskan bahwa, “Indonesia adalah negara sumber utama, tujuan dan transit bagi perdagangan seks dan kerja paksa bagi perempuan, anak-anak, dan pria. Masing-masing dari 33 provinsi di Indonesia merupakan daerah sumber dan tujuan perdagangan manusia”.

Maka seperti apalagi pemerintah Indonesia akan menutup mata terhadap apa yang sebenarnya terjadi di Indonesia? Perdagangan apapun sudah terjadi, bahkan sumber daya manusianya pun sudah dijual belikan. Tak hanya kemiskinan, rendahnya pendidikan, yang sudah membuat sebagaian masyarakat terutama para perempuan memilih menjual diri demi mempertahankan hidupnya di era globalisasi ini, namun perjatian tegas dari pemerintah juga masih sangat lemah.

Bagaimana jika pemerintah memberikan jalan alternatif, seperti membuka lowongan keerja yang pantas, serta memberikan pengertian pada semua masyarakat tentang hormat pada pancasila, hormat pada tata nilai serta norma yang ada di dalam negara Indonesia ini dengan cara pengawasan pemerintah terhadap TKI, TKW, serta orang-orang yang ada di gedung yang dilegalkan itu. Bukan untuk menuntaskan pergaulan bebas berupa seks, namun setidaknya pemerintah juga memberikan pengertian agar pelaku-pelaku seks bebas, atau perdagangan perempuan itu dikurangi, lalu diberhentikan.

Ini juga salah satu pernyataan yang saya baca di Republika online.com (2013),“Sosialisasi juga kami lekatkan pada masyarakat. Penting sekali untuk memberi pendidikan kepada masyarakat bahwa agensi palsu ini amat marak. Bila salah memilih, bukannya menajdi TKW, mereka malah akan menjadi korban kejahatan di negeri orang”

Adapun hukum yang berbicara tentang masalah perdangangan perempuan serta kekerasan atau perdagangan manusia adalah tercantum dalam Pasal 3 Protokol disebutkan bahwa, perdagangan orang merupakan pemindahan, dan pengiriman orang dengan ancaman atau pemaksaan bentuk-bentuk paksaan lain, seperti penculikan, penipuan, penyalahgunaan wewenang terhadap orang-orang yang mempunyai posisi yang lemah secara ekonomi, sehingga mau menerima bayaran atau iming-iming keuntungan untuk merekrut para korban dan menguasai mereka untuk tujuan eksploitasi. Eksploitasi dapat diartikan sebagai prostitusi atau bentuk lain eksploitasi secara seksual, kerja atau pelayanan paksa, perbudakan, dan praktek-praktek yang sejenis, serta pemindahan organ secara paksa (Hukum Online.com, 2001).

Maka sudah jelas bahwa dalam aktivitas perdagangan manusia tersebut, perempuan pun telah menjadi bagian terbesar dari komoditas yang dieksploitasi. Dalam hal demikan maka secara tidak langsung bangsa serta negara ini telah kehilangan martabat perempuan, anak-anak yang lahir telah kehilangan hormat serta martabat baik dari ibu-ibu mereka. Negara sudah tidak lagi memiliki tiang negara yang akan membawa Indonesia lebih kuat dan bermartabat. Dengan kenyataan ini pula manusia-manusia yang terlahir di negara ini pun juga sudah kehilangan banyak makna tentang keberadaan perempuan-perempuan yang sejatinya mereka adalah ibu. Ibu dari anak-anak, ibu dari bangsa, serta ibu bagi negara.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun