Pertempuran Waterloo: Momen Terbesar
Ketenaran Wellesley mencapai puncaknya dalam Pertempuran Waterloo pada 18 Juni 1815. Di sini, ia memimpin pasukan sekutu yang terdiri dari tentara Inggris, Belanda, dan Prusia melawan Napoleon, yang kembali berkuasa setelah pengasingannya di Pulau Elba.
Pertempuran ini adalah salah satu yang paling menentukan dalam sejarah Eropa. Taktik defensif Wellesley, dikombinasikan dengan dukungan tepat waktu dari pasukan Prusia yang dipimpin oleh Gebhard Leberecht von Blcher, berhasil menghancurkan pasukan Napoleon. Kemenangan ini mengakhiri perang yang telah melanda Eropa selama lebih dari dua dekade dan menandai jatuhnya Napoleon untuk selamanya.
"Satu-satunya hal yang saya takuti adalah ketakutan." - Arthur Wellesley
Karier Politik
Setelah karier militernya, Wellesley memasuki dunia politik. Ia menjabat sebagai Perdana Menteri Inggris sebanyak dua kali (1828--1830 dan 1834). Dalam perannya ini, ia menghadapi berbagai tantangan, termasuk gerakan reformasi politik dan ekonomi. Salah satu pencapaiannya adalah disahkannya Catholic Emancipation Act pada tahun 1829, yang memberikan hak politik kepada umat Katolik di Inggris dan Irlandia. Namun, masa jabatannya juga penuh kontroversi, terutama karena sikapnya yang konservatif terhadap reformasi parlemen. Sikap konservatif Arthur Wellesley terhadap reformasi parlemen dapat dipahami dalam konteks pandangannya tentang stabilitas politik dan sosial di Inggris pada masa itu. Meskipun Wellesley terkenal sebagai pahlawan militer dan seorang negarawan, memegang pandangan konservatif yang sangat kuat mengenai perubahan politik, terutama yang berhubungan dengan sistem pemerintahan dan struktur sosial di Inggris.
Kepribadian dan Gaya Hidup
Arthur Wellesley dikenal sebagai sosok yang disiplin dan fokus. Sebagai seorang pemimpin, ia sangat menghargai loyalitas dan kompetensi. Namun, ia juga terkenal dengan sikapnya yang dingin dan pragmatis, baik dalam perang maupun politik.
Di kehidupan pribadi, Wellesley menikah dengan Kitty Pakenham pada tahun 1806. Pernikahan mereka, meskipun bertahan lama, tidak sepenuhnya bahagia karena Wellesley lebih banyak menghabiskan waktunya di medan perang daripada di rumah.
Warisan