Mohon tunggu...
RD Adining
RD Adining Mohon Tunggu... Bankir - Pegawai

Menulis yang ada di pikiran

Selanjutnya

Tutup

Politik

Menjaga Natuna Menegakkan Kedaulatan Bangsa

23 Mei 2024   12:05 Diperbarui: 23 Mei 2024   12:13 141
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Aksi saling klaim wilayah di Laut China Selatan oleh sejumlah negara membuat kawasan seluas 3,5 juta kilometer persegi itu sangat rawan konflik. Laut China Selatan yang menjadi area saling klaim itu meliputi perairan dan darata, termasuk Kepulauan Spratly dan Paracel. Kedua wilayah itu menjadi pusat saling klaim oleh China, Taiwan, Vietnam, Filipina, Malaysia dan Brunei Darussalam. Dua gugusan kepulauan itu diyakini memiliki cadangan sumber daya alam melimpah sehingga menjadi rebutan. Salah satu pemicu panasnya kawasan Laut China Selatan adalah klaim sepihak China lewat sembilan garis putus-putus. Keberadaan sembilan garis putus-putus itu pula yang memicu pemerintah Indonesia bereaksi karena sebagian Laut Natuna Utara, yang merupakan zona ekonomi ekslusif (ZEE) Indonesia, diklaim oleh China sebagai wilayahnya.

Pemerintah telah menunjukkan sikap tegas terkait keberadaan garis putus-putus itu. Presiden Joko Widodo atau Jokowi pernah datang dengan kapal perang ke Laut Natuna Utara pada tahun 2016 untuk menunjukkan bahwa pengelolaan sumber daya alam di laut tersebut adalah kewenangan Indonesia. Pada 2021, Menteri Pertahanan Prabowo Subianto membawa pulang teknologi kapal perang Frigate tipe Arrowhead 140 dari Inggris untuk merespons ancaman kapal China di wilayah ZEE Indonesia. Kapal perang yang merupakan kerja sama antara Indonesia dengan Inggris itu dilengkapi dengan rudal antipesawat serta torpedo anti-kapal selam.

Langkah tegas ditunjukkan Presiden Jokowi dan Menhan Prabowo sebagai upaya menjaga kedaulatan negara. Selain menjaga kedaulatan, pemerintah juga menjaga Natuna agar kekayaan alamnya bisa digunakan untuk kemakmuran rakyat Indonesia. Berdasarkan data Kementerian ESDM yang dipaparkan dalam dokumen Pusat Kajian Anggaran DPR RI, Natuna memiliki potensi gas alam sebesar 222 triliun kaki kubik (TCF) di Blok Natuna D-Aplha. Meski demikian ESDM menyebut CO2 di blok itu sangat besar sehingga kemungkinan yang dapat dieksploitasi sebesar 46 triliun kaki kubik. Selain gas alam, Laut Natuna Utara juga memiliki potensi sumber daya perikanan yang luar biasa. Berdasarkan data BPS tahun 2019, jumlah hasil ikan tangkap di Natuna mencapai 104 ribu ton. Pada 2021, Dinas Kominfo Natuna mengatakan potensi perikanan di Laut Natuna mencapai 500 ribu ton per tahun.

Potensi sumber daya alam itulah yang dilindungi oleh pemerintah Indonesia dari kegiatan ilegal ataupun klaim pihak asing agar dapat dikelola demi kemakmuran rakyat. Upaya menjaga kedaulatan dan sumber daya alam itu salah satunya dapat dilakukan dengan memperkuat alutsista. Pada 2018, misalnya, pemerintah telah meresmikan satuan TNI terintegrasi Natuna di Faslabuh Selat Lampa, Kepulauan Riau. Selain itu, Kementerian Pertahanan di bawah komando Prabowo Subianto juga terus memperkuat alutsista TNI demi melindungi kedaulatan negara. Sejak 2019, Kemhan tercatat telah menandatangani kontrak pembelian 42 unit pesawat tempur Rafale, kapal selam Scorpen, kapal perang fregat dari Italia hingga 13 radar militer jarak jauh Ground Master 400 Aplha produksi Prancis. Kemhan yang dipimpin Prabowo juga memesan kapal Frigate Merah Putih serta melakukan modernisasi terhadap 41 kapal perang atau KRI yang sudah ada. Berbagai langkah penguatan militer demi menjaga kedaulatan bangsa itu pula yang membuat Prabowo mendapat penghargaan sebagai Tokoh Peneguh Kedaulatan Negara pada tahun 2023 dari salah satu media.

Selain itu, upaya diplomasi juga dapat dilakukan agar negara-negara yang bersengketa di Laut China Selatan dapat menahan diri demi stabilitas kawasan. Upaya diplomasi ini telah dilakukan Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Jokowi lewat berbagai forum internasional. Menhan Prabowo Subianto, yang merupakan Presiden terpilih pada Pemilu 2024, juga pernah menunjukkan pentingnya diplomasi demi menjaga stabilitas kawasan Laut China Selatan. Pada tahun 2022 misalnya, Prabowo mengutip pernyataan Nelson Mandela ‘Musuhmu tak perlu menjadi musuhku juga’ saat ditanya bagaimana sikapnya terkait konflik di Laut China Selatan. Prabowo secara konsisten menunjukkan sikap seribu kawan terlalu sedikit dan satu musuh terlalu banyak dalam urusan hubungan antarnegara. Langkah dan sikap bijaksana inilah yang diperlukan untuk terus menjaga kedaulatan dan stabilitas agar Indonesia dapat memaksimalkan sumber daya alam di Laut Natuna Utara.

Penguatan militer dan diplomasi secara konsisten harus terus dilakukan demi menjaga Natuna sebagai kesatuan wilayah Indonesia. Rakyat Natuna juga harus diberdayakan lewat pendidikan, bantuan peralatan bagi nelayan hingga jaminan keamanan bagi rakyat untuk beraktivitas di Natuna meski sangat dekat dengan Laut China Selatan yang terus memanas dari waktu ke waktu. Langkah-langkah itu telah dilakukan oleh pemerintahan saat ini. Janji keberlanjutan yang dibawa oleh Prabowo sebagai pemenang Pilpres 2024 merupakan jaminan upaya yang telah dilakukan pemerintahan Jokowi dalam menjaga Natuna akan dilanjutkan oleh Prabowo di masa depan. Mengawal kebijakan keberlanjutan merupakan tugas bersama agar kedaulatan negara di tengah potensi konflik Laut China Selatan tetap terjaga.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun