Ini cerita pada saat mbak Prita Mulyasari masih bermasalah dengan RS Omni Internasional, dan disuruh membayar sejumlah uang ganti rugi. Jumlahnya pokoknya bisa dipake untuk beli 1 (satu) rumah tinggal deh, atau mobil -_-”
banner Komunitas Blogger Makassar Angingmammiri untuk Koin Keadilan
Anyway, di sini kita ga mau ngomongin soal Prita-nya, karena saya yakin di luar sana udah cukup banyak informasi tentang perkembangan mbak Prita dan kasusnya ini. Tapi ini hanya secuil cerita tentang perjalanan saya dan Ntan yang mengitari seperempat kota Makassar demi mengirimkan koin2 dari Komunitas Blogger Makassar Angingmammiri ke posko Koin Keadilan. Jadi pada hari Minggu tanggal 13 Desember 2009, saya dan teman-teman Angingmammiri berkumpul di rumah untuk menghitung koin yang telah dikumpulkan di tempat kerja masing-masing. Yang datang waktu itu ada daeng ipul, ntan, anhie, nanie, anbhar, mus, akmal, herman, tika, iqko, unga dan suami, vby, fadly, imam. Siapa lagi ya? *melupa* Yang dilakukan: menghitung, mengumpulkan dan mengemas kumpulan koin ini dalam satu kantong plastik, foto-foto, dan kelaperan.. akhirnya makan bareng dengan menu bakso Yosda. Mantap!! Hahaha :D Setelah makan, pulang tentunya. Sebelum pulang, diputuskan bahwa yang akan ke bank Mandiri untuk transfer koin2 ini adalah saya dan Ntan. Esok harinya, 14 Desember 2009, saya dan Ntan janjian untuk bertemu di pagi hari. Pagi hari, sebelum Ntan ke kantor. Berbekal nomer rekening yang telah diberikan Ndaru dari Koin Keadilan, kami pun beranjak ke Bank Mandiri terdekat, yaitu di jl boulevard Panakukkang Mas. Naik motor, soalnya mobilku dipakai :D Sekitar jam 9 kami tiba di bank Mandiri cabang Panakukkang itu. Baru masuk, duh antrian panjang. Tempatnya juga kurang luas untuk menampung para nasabah yang mengantri. Akhirnya kami memutuskan untuk pindah lokasi, yaitu ke bank Mandiri yang di jl. Pettarani, di deretan ruko-ruko dekat rumahnya Eko. Sampai di sana, antrian agak lega dan nyaman. Ya udah langsung ke bagian tulis menulis. Dan ikut mengantri.
Setelah tiba pada giliran kami, mbak teller-nya sempat terkejut. Ya iya lah, secara ini koin semua :D wakakak.. Tetapi setelah itu giliran kami yang terkejut. Ternyata Bank Indonesia punya regulasi soal transfer duit dalam bentuk koin. Kami menjelaskan bahwa ini adalah koin untuk Prita. Salah satu dari manajer bank-nya keluar lalu menjelaskan bahwa mereka mengerti bahwa ini koin untuk Prita, makanya transfernya dalam bentuk koin. Tapi mereka punya regulasi tertentu untuk ini. Regulasi tersebut juga dilakukan untuk menghindari lamanya antrian karena teller-nya harus ngitung koinnya satu-satu. Aturannya adalah sbb: 1. koin harus dipisahkan menurut berat dan jenisnya 2. yang dipisahkan tadi dikumpulkan dalam 1 kantong plastik, isinya harus 250 keping. 3. ketika disetor ke teller, pihak bank akan meminta nomer kontak pengirim untuk jaga-jaga kalau ada yang kurang atau lebih. Dan kami dipersilahkan untuk keluar dari antrian dan mengurus koin-koin tersebut sesuai dengan aturan di atas. Melirik jumlah koin yang sebanyak Rp 240.000,- itu, kami pesimis bisa mengumpulkan jenis dan harga koin yang sama di dalam 1 kantong plastik, sebanyak 250 keping. Akhirnya kami duduk di salah satu kursi, dan mulai berpikir. Mau mengirim via pos (yang katanya ongkos pengirimannya gratis kalau untuk mengirim koin keadilan ini), tapi meragu. Secara ini di Makassar, dan setahu saya tanggal 14 Desember sudah ditutup. Kalau mau dikirim, paling 3-5 hari baru nyampe Jakarta. Pos Indonesia gitu loh. Mau di-kertas-kan sebenarnya lebih mudah. Kebetulan rekening AM di Bank Mandiri juga. Kalau mau gampang sih tinggal transfer aja via ATM. Tapi esensinya jadi kurang.
Koin-nya itu yang membuat moment ini spesial :D Saya memutuskan untuk menghubungi pihak
Koin Keadilan. Sulit untuk mengontak via
twitter @
koinkeadilan atau gtalk, saya lalu mengontak mbak Febri, salah satu staf
DagDigDug. Ngontak mbak Febri soalnya saya taunya dia kerja di
Langsat :D pernah ketemu sekali di tahun 2008 waktu ngambil suvenir DagDigDug untuk acara
Ultah Angingmammiri yang ke-2. Saya juga ngontak
Enda via BBM (
Blackberry Messenger). Dari mbak Febri akhirnya saya tau no hp Ndaru, dan tau kalau saat itu ternyata Ndaru lagi diwawancara di TVOne, bersama dengan Enda. Weleh :D betapa saat yang sangat tidak tepat. Kurang lebih 30 menit kami menggelandang di Bank Mandiri sambil gendong kantongan isi koin ke mana-mana. Tangan mulai pegel. Setelah 30 menit tadi baru ada kejelasan apa yang harus dilakukan. Pokoknya saya harus tau dulu berapa kg berat kantongan ini, sambil menunggu instruksi selanjutnya.
Walah. Mau nyari timbangan di mana. Saya dan Ntan saling memandang :D Kalau nyari timbangan di rumah, timbangan di rumah ga yakin bisa berfungsi, trus ntah mau dicari di mana juga. Berarti pake lama, sedangkan Ntan sudah harus masuk kantor secepat mungkin, soalnya udah jam 10 pagi. Saya kemudian punya ide, bagaimana kalau kita “numpang” timbang di
TIKI saja. Soalnya jaraknya dekat. Dan kami pun melesat ke TIKI di Boulevard Panakukkang Mas. Sampai di TIKI – Boulevard Panakukkang Mas, kami parkir lalu belagak seperti orang yang mau ngirim barang di TIKI. Masuk, bawa kantongan itu, trus langsung menuju ke timbangan sambil mengacuhkan orang-orang yang lagi antri di sana. Naikkan kantongan ke timbangan, pura-pura berdiskusi serius dengan Ntan tentang berat kantongan itu.
Kemudian? Kemudian kami kabur dari TIKI dengan tampang tak bersalah. Menuju ke tempat parkir, dan pergi. Hahaha.. Betul-betul hanya numpang nimbang barang doang :D Saya ngirim sms ke Ndaru, mengabarkan soal berat kantongan tadi. 2,8 kg. Sambil menunggu balasan dari Ndaru, saya dan Ntan lalu terdampar di salah satu warung nasi pecel di Panakukkang Mas. Melapar, belum makan pagi udah ke sana dan ke sini. :P Setelah makan, ada email dari Ndaru yang mengabarkan bahwa
koin bisa dikirim via JNE. Pokoknya datang saja dan menunjukkan email yang di-fwd dari Ndaru ke pihak
JNE setempat. Yak, petualangan di mulai lagi. Kantor JNE terdekat itu di jalan Veteran Selatan. Sedangkan kami beranjak dari Panakukkang Mas. Tidak jauh sebenarnya, tapi berkat jalan-jalan yang berlaku satu arah pada jam 06.00 – 18.00, kami harus berkelana dulu jauh-jauh untuk mencapai kantor JNE tersebut. Lumayan lah, pake macet, debu, panas, plus tangan pegal gendong kantong 2,8 ini ke mana-mana. Berat juga :P
Sampai di JNE, awalnya mbak2 yang menyambut kami mengerutkan keningnya. Dia bilang dia belum pernah dengar dari bosnya tentang hal ini. Saya bilang, mungkin karena belum disosialisasikan, hingga kurang juga orang yang tau tentang hal ini. Saya menunjukkan email yang di-fwd dari Ndaru, mbak2nya pun masuk ke dalam. Mau nanya dulu ke bos. Oke! Waktu menunjukkan pukul 11 siang. 10 menit kemudian, mbak2 tadi keluar. Sempat protes, “lho kok emailnya nggak sama isinya.” Saya bilang, “ya iya lah mbak, pengirimnya memang beda, tapi lihat nama yang di bawah ini, sama kan?” sambil menunjuk nama Mbak Sylvia, PR Manager, JNE. Mbak2 itu diam lalu kemudian melanjutkan prosedur pengiriman koin.
Akhirnya pengiriman koin untuk Prita berhasil dilakukan. Kami pulang dengan berbekal tanda terima di atas. Ntan secepatnya ke kantor setelah mengantar saya pulang. Untung kantor Ntan ga jauh dari rumah saya, hehehe.. Senang bisa berpartisipasi :) Postingan ini juga ada
di siniBaca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Lihat Sosbud Selengkapnya