Perspektif liberalisme menganggap bahwa negara itu demokratis atau damai, sehingga hubungan antar negara yang terjalin bersifat kooperatif. Dalam perspektif ini cenderung mengutamakan perdamaian, liberalisme juga menganggap bahwa manusia itu baik sehingga terciptanya hubungan yang saling membantu. Liberalisme merupakan sebuah teori yang menggambarkan hubungan antar negara ataupun aktor lainnya yang saling berinteraksi. Di dalam perspektif ini terdapat konsep interdependence yang mempunyai arti saling ketergantungan, sehingga interdependence dapat dimaknai sebagai suatu keadaan dimana negara-negara saling bergantung atau membutuhkan satu sama lain untuk mencapai kepentingan bersama. Fokus dari perspektif liberalisme adalah kerjasama, kemajuan, perdamaian, serta kebebasan.
Hubungan diplomatik antara Indonesia dan China telah berlangsung lama, sekitar 65 tahun. Dalam proses berkembangnya negara Indonesia, maka dilakukanlah kerjasama dengan negara-negara lain. Proyek kereta cepat antara Indonesia dan China memiliki rute Jakarta-Bandung. Proyek ini merupakan kerjasama bukan bantuan yang diberikan oleh China, karena dalam proyek ini terdapat invetasi. Kerjasama bilateral antara Indonesia dan China dalam proyek kereta cepat bertujuan untuk mempercepat perekonomian suatu negara, dan disepakati tidak menggunakan dana dari APBN tetapi menggunakan dana dengan skema bisnis-bisnis atau B to B yang berasal dari persatuan perusahaan Indonesia tepatnya PT Pilar Sinergi BUMN. Pembangunan proyek kereta cepat tentu membutuhkan biaya yang sangat besar. Awalnya terdapat dua negara yang mengajukan proposal untuk kerjasama dalam proyek ini, yaitu Jepang dan China. Jepang menawarkan skema kerjasama pemerintah-pemerintah atau G to G, yang mana Jepang memberikan utang ke Indonesia tetapi ia tidak peduli apakah proyek kereta cepat akan berhasil atau tidak. Sedangkan China menawarkan skema kerjasama bisnis-bisnis yang mana China ikut serta memasukkan sahamnya dalam proyek kereta cepat dan menjamin proyek tersebut akan berjalan. Hal inilah yang membuat Indonesia memilih China sebagai partnernya.
Kerjasama ini dikatakan sebagai kerjasama bilateral karena melibatkan dua negara yaitu Indonesia dan China, yang didasari oleh kepentingan masing-masing negara. Hubungan kedua negara tersebut merupakan sebuah dampak dari adanya konsep interdependence atau saling ketergantungan. Hubungan yang terjalin antara Indonesia dan China adalah ekonomi politik, artinya hubungan tersebut sebagai dinamika interaksi global. Dinamika interaksi global yang berupa pengelolaan kekuasan politik dan percepatan ekonomi atau kekayaan. Dalam dinamika interaksi global terciptanya suatu hubungan timbal balik antara politik dan ekonomi, dikatakan hubungan timbal balik karena politik ataupun ekonomi akan saling mempengaruhi terhadap hubungan antar negara yaitu Indonesia dan China. Hal ini sesuai dengan pandangan liberalisme dalam melihat karakteristik sistem internasional yaitu kerjasama dilakukan atas dasar kepentingan bersama. Sehingga, kerjasama bilateral ini diharapkan dapat meningkatkan dan memulihkan perekonomian dalam negeri setelah adanya pandemi COVID-19 dan proses pembangunan kereta cepat selesai sesuai waktu yang ditentukan.
Pada proses pembangunan kereta cepat terdapat kendala seperti proses perizinan dan pembebasan lahan kerjasama proyek kereta cepat yang disepakati pada tahun 2015 tetapi pembangunan baru dilaksanakan pada tahun 2018. Adanya kendala tentang proses perizinan ini disebabkan karena kebijakan pemerintah pusat bertumpang tindih dengan kebijakan pemerintah daerah yang mengakibatkan dana yang diperoleh dari China untuk pembangunan kereta cepat tertahan. Kurangnya komunikasi yang membahas tentang ganti untung bagi masyarakat yang wilayahnya  terdampak pembangunan kereta cepat, antara PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) yang merupakan pihak dari pembangunan kereta cepat dengan pemerintah daerah. Dengan dikeluarkannya Perpres tentang penyesuaian tata ruang wilayah dan digunakannya tenaga kerja asing, bertujuan untuk meningkatkan pelayanan transportasi guna mendukung pembangunan. Proyek kereta cepat dapat mengatasi mobilitas yang tinggi, dengan adanya kereta cepat lebih efisien terhadap waktu. Hal ini membuat para penduduk atau pengguna kereta cepat lebih hemat tenaga, hemat waktu dan dapat melakukan aktivitas lainnya.
Selain pembangunan proyek kereta cepat, Indonesia memanfaatkan transfer teknologi yang diberikan oleh China untuk melakukan pengendalian terhadap kereta cepat, dan persinyalan jalur. Indonesia memutuskan untuk membangun Transit Oriented Development (TOD) untuk menunjang stasiun kereta cepat, TOD diharapkan bisa menjadi pusat ekonomi sehingga terciptanya lapangan kerja yang diberikan kepada para penduduk Indonesia. Dengan dibangunnya proyek kereta cepat menggunakan skema B to B akan memberikan banyak manfaat seperti tidak adanya risiko yang mengganggu dana APBN sehingga tanggung jawab berada di tangan BUMN dan pihak swasta, dalam proses pembangunan proyek ini harus menggunakan bahan-bahan yang berasal dari dalam negeri hal ini mengakibatkan tumbuhnya industri lain yang akan menunjang pembangunan. Adanya proyek kerjasama bilateral kereta cepat antara Indonesia dan China semoga Indonesia mampu untuk membuat kereta cepat, apabila Indonesia mampu untuk membuat kereta cepat sendiri dan berhasil mempromosikannya ke dunia internasional.
Tidak hanya Indonesia yang diuntungkan dalam kerjasama bilateral ini, tentunya China juga diuntungkan. Terlaksananya pembangunan kereta cepat di Indonesia membuktikan bahwa China berhasil menyebarkan pengaruh dalam pembuatan kereta cepat, China juga membuat suatu konektivitas yang anggotanya terdiri dari negara-negara di Asia Tenggara seperti Malaysia, Myanmar, Laos, Kamboja, Vietnam, Thailand, dan Singapura sebagai langkah awal untuk membuktikan bahwa China sangatlah berpengaruh. Selain itu kerjasama bilateral kereta cepat menimbulkan diplomasi komersial. Diplomasi komersial ini sangatlah penting, dimana negara maju diharuskan untuk mendukung negara berkembang. Pada proses kerjasama ini China membantu Indonesia dalam melaksanakan pembangunan infrastruktur dengan teknologi tinggi, sehingga Indonesia mampu mengakomodasi perekonomian dalam negeri dan bersaing dengan negara lain. Â Diplomasi komersial ini berfungsi untuk mengurangi risiko adanya suatu persaingan dengan pasar asing.
Berdasarkan penjabaran diatas dapat kita ketahui jika hubungan antara Indonesia dan China memang saling ketergantungan, menurut perspektif liberalisme konsep saling ketergantungan atau interdependence dalam proses kerjasama membuat perdamaian yang lebih erat. Hal ini sejalan dengan pendapat dari Immanuel Kant, kerjasama adalah kenyataan yang dapat dicapai dengan adanya kolaborasi antar negara melalui kerjasama dan kemajuan sebagian besar dari komunitas dapat terwujudkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H