Mohon tunggu...
Rara AnisaFitri
Rara AnisaFitri Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Berkuliah di UIN Syarif Hidayatullah jurusan Psikologi

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Navigasi FoMO: Bagaimana Media Sosial Memengaruhi Kesehatan Mental Kita

25 Desember 2023   01:39 Diperbarui: 25 Desember 2023   01:40 104
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Di era di mana pemberitaan seketika dan momen berharga terekam dalam genggaman ponsel, Seringkali kita tanpa sadar terjebak dalam kecemasan ketinggalan atau FoMO. Mari kita bersama-sama menyingkap permasalahan ini dan memahami bagaimana interaksi dengan media sosial dapat membentuk pikiran dan perasaan kita. Ayo, kita mulai pembahasan kali ini menuju pemahaman yang lebih dalam tentang FoMO dan peran media sosial dalam kehidupan sehari-hari!

Media Sosial Sebagai Akar dari FoMO

Media sosial adalah platform yang banyak digunakan pada masa kini, mulai dari anak-anak hingga lansia. Namun, penggunaan media sosial paling banyak digunakan anak remaja. Hal ini dikarenakan mereka tumbuh saat masa transformasi digital yang lebih modern dan juga berkembang pesat (Sugiharto, 2016). Menurut Santrock (2012), Penelitian tentang tingkah laku remaja dalam memanfaatkan media telah dilakukan secara luas. Kegiatan yang umum dilakukan oleh remaja melibatkan bermain video game, mendengarkan musik, menonton televisi, dan menggunakan internet. Mayoritas remaja, khususnya yang tinggal di perkotaan, semakin mengandalkan internet tanpa memandang variasi dalam penggunaannya.

Kamu Termasuk FoMO atau JOMO?

Salah satu dampak yang terjadi ketika seseorang sudah kecanduan dengan media sosial ialah FoMO (fear of missing out). Menurut Przybylski, dkk., (2013), FoMO merupakan kekhawatiran yang dapat dialami oleh seseorang ketika orang lain yang dilihatnya memiliki pengalaman yang mengesankan di saat ketidakhadiran dirinya.Seseorang yang mengalami FoMO biasanya mempunyai keinginan untuk mengetahui segala hal yang terjadi di lingkungan. Hal tersebut membuat seseorang yang mengalami FoMO terus menerus melihat media sosial dan berujung kecanduan. FoMO biasanya menggambarkan keadaan dimana seseorang merasa takut, khawatir, dan cemas karena ketidakhadiran di lingkungan sosial.

Hubungan antara FoMO terhadap kecanduan terhadap media sosial meliputi intensitas penggunaan media sosial atau social media engagement. Social media engagement adalah pengalaman yang didapatkan seseorang sebagai pengguna media sosial dimana seseorang tersebut melakukan interaksi dan berbagi konten kepada sesama pengguna media sosial. 

Fomo tidak hanya terkait dengan obsesi atau ketergantungan pada teknologi dan media sosial. FoMO memiliki dasar pada kecenderungan alami untuk membandingkan diri dengan orang lain secara sosial, terjadi ketika seseorang berupaya untuk lebih memahami identitas dan perannya dalam dunia ini. Membandingkan diri dengan individu yang terlihat lebih unggul dalam hal kualitas, pengalaman, atau kemampuan pribadi dapat memberikan harapan dan inspirasi untuk mendorong peningkatan diri. 

Tetapi, bagi beberapa orang, perbandingan sosial ke atas semacam ini dapat memicu FoMO, di mana kita menyoroti kekurangan diri sendiri dan malah mendorong evaluasi diri yang negatif, yang dapat merugikan kesejahteraan. Sebaliknya, ketika kita menerima dan merasa puas dengan apa yang dimiliki dan identitas kawan sendiri, kemungkinan terjadinya perbandingan sosial yang tidak sehat menjadi kecil, dan kita lebih cenderung mengalami 'jomo' atau kebahagiaan karena menerima diri sendiri (joy of missing out).

Pada 4 Oktober 2021, miliaran individu di seluruh dunia mengalami ketidakmampuan mengakses saluran media sosial mereka saat Meta mengalami kegagalan teknis, yang mengakibatkan matinya layanan Facebook, Instagram, dan WhatsApp selama enam jam. Dalam dua hari berikutnya, peneliti melakukan survei terhadap pengguna media sosial mengenai pengalaman emosional mereka selama periode tersebut. Hasilnya menunjukkan bahwa banyak orang merasa stres karena kehilangan akses ke media sosial. Namun, survei juga mengungkapkan bahwa sejumlah individu mengalami perasaan lega dan bahkan positif ketika tidak dapat mengakses media sosial, atau dengan kata lain, mereka mengalami jomo.

Pengendalian Diri Terhadap FoMO

Sejumlah peneliti menyarankan jika mengadopsi pola konsumsi media sosial yang lebih cerdas dapat membantu mengubah FoMO menjadi jomo, tanpa perlu menghindari media sosial sepenuhnya. Ini melibatkan kesadaran terhadap kebiasaan penggunaan media sosial. Seiring berjalannya waktu, dampak media sosial yang mungkin sebelumnya memicu perbandingan sosial yang tidak sehat, pemikiran perfeksionis, dan FoMO dapat berkurang secara selektif. Dengan memandang konten media sosial dengan tingkat kesadaran yang lebih tinggi dan mengurangi penilaian serta reaktivitas, semua ini dapat mendukung pengalaman jomo.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun