Bryan sama sekali tidak tahu siapa yang telah memberikan kado yang dibungkus koran bekas itu. Untuk kelima kalinya, Bryan masih mencoba mengingat siapa saja yang datang kepesta ulang tahunnya yang kemaren sore dirayakan di Cafe FunKids, di seberang sekolahnya.
Hampir semua teman-teman sekelasnya datang dan memberikan kado beserta kartu ucapan, Bryan pun telah membaca semua kartu itu berulang kali. Beberapa teman dari kelas lain dan teman-teman di dekat rumah yang sengaja diundangnya-pun memberikan kado beserta kartu ucapan selamat ulang tahun ke 9 untuknya.
Akan tetapi, pemilik kado dengan pembungkus koran itu masih membuatnya penasaran. Tergeletak paling bawah di antara tumpukan kado-kado yang terbungkus rapi dengan kertas kado berwarna-warni. Kertas-kertas kado bertebaran dimana-mana, memenuhi hampir seluruh lantai kamarnya. Tumpukan mainan baru, baju, sepatu, tergeletak di antara kertas-kertas pembungkusnya.
Sekali lagi Bryan memandangi kado yang tampak kesepian itu. Dikelilingi begitu banyak kado berwarna-warni, kado itu tersingkirkan di tempat paling bawah dan paling pojok. Bryan melihatnya dengan seksama. Rasa penasaran begitu menggodanya untuk segera membuka kertas pembungkusnya dan mengetahui apa isi kado tanpa kartu pengirim itu.
Namun di antara rasa penasaran itu, Bryan juga merasa takut. Sebagian hatinya merasa ragu-ragu. Apalagi di rumah hanya ada dia dan Mbak Ita yang sedang merapikan kertas-kertas pembungkus kado. Disangkalnya dugaan yang mendadak muncul dalam benaknya. Tidak mungkin ada orang jahat yang tega membungkus bom untuk anak kecil seperti dia. Dugaan yang datang karena kejadian pemboman yang seminggu yang lalu terjadi di Hotel tempat mamanya bekerja.
“Lagi mikirin apa sih? Bryan kok seperti orang yang sedang kebingungan gitu?” gadis yang sejak tadi hanya diam seraya melakukan tugasnya merapikan kamar yang berantakan mulai penasaran melihat raut bingung Bryan.
“Bryan nggak tahu siapa yang kasih kado yang disudut itu, Mbak!”
“Lho...buka saja dulu, siapa tahu ada kartu di dalamnya.”
“Ahhh...jangan! Mbak Ita lupa cerita mama tentang bom di loby kantor, dibungkus kado tanpa alamat pengirim, mbak,” ujar Bryan seraya mencekal lengan mbak Ita yang telah beranjak hendak mendekati kado yang sejak tadi dipandangi oleh Bryan.
“Iya juga sih! Nah...sekarang coba Bryan ingat, siapa kira-kira teman Bryan yang tidak diundang kepesta? Atau yang suka usil sama Bryan, atau mungkin yang sering nggak diajak main sama Bryan?” tanya Mbak Ita.
Bryan mulai mengingat siapa kira-kira orang yang tidak disukainya dan yang tidak suka bermain dengannya. Semua temannya baik dan selalu mengajaknya bermain bersama-sama. Semua temannya mendapat undangan pesta ulang tahun dan semuanya memberikan kado beserta kartu ucapan selamat ulang tahun.
“Nggak ada Mbak. Semuanya Bryan undang, kemarena Mbak Ita lihat kan?” Bryan kembali bertanya dan semakin penasaran siapa yang telah mengirimkan kado berbungkus koran itu. “Besok, Bryan harus mencari tahu sampai ketemu siapa yang ngasih kado itu.” Ujarnya seraya membaca nama-nama temannya yangmemberi kado dan kartu ucapan yang sengaja ditulisnya di selembar kertas.
“Mau jadi detektif ya?”
“Nggak, Bryan hanya penasaran! Kadonya jangan dipindahin ya Mbak, nanti bom beneran, hancur semua rumah aku.” Bryan memperingatkan mbak Ita yang tengah melangkah keluar dengan bungkus-bungkus kado. Mbak Ita mengangguk mengiyakan.
**
Seluruh teman-temannya telah diperhatikan dengan seksama oleh Bryan. Sengaja hari ini Bryan datang lebih pagi daripada teman-temannya. semua telah diajaknya berbicara, namun tak satupun dari mereka dapat dicurigai. Teman-temannya begitu bersemangat mendengar pendapatnya tentang kado-kado yang mereka berikan. Tak seorangpun bisa menjadi tersangka.
“Ibu...Bryan mau minta tolong,” ucap Bryan ketika akhirnya memutuskan untuk memberitahu Bu Endang tentang hal yang sedang membuatnya takut.
“Ya, Bryan ada apa?” Bu Endang menghentikan kegiatan menulisnya agar dapat mendengar apa yang akan disampaikan oleh Bryan.
“Bu, kemaren Bryan ulang tahun, semua ngasih kado yang bagus-bagus,” Bryan mulai menjelaskan dengan penuh semangat ketika Bu Endang tampak senang mendengar ceritanya. “Tapi ada satu kado yang nggak pakai kartu ucapan dan hanya dibungkus koran bekas. Bryan takut banget kalau yang kasih orang jahat karena waktu kantor mama dibom seminggu lalu, bomnya dibungkus tanpa pengirim.”
Bu Endang tersenyum menyadari kecemasan dalam suara Bryan.
“Kamu tulis nama teman yang diundang dan yang memberikan kado, nanti pasti ketahuan siapa yang lupa tulis nama pada kado misteri kamu itu.” Bu Endang memberi saran. Bryan mengingat catatan dikantong bajunya yang telah ditulis sejak kemaren persis sama dengan saran Bu Endang.
“Sudah Bu! Bahkan hari ini, teman-teman aku tanya satu persatu barangkali ada yang bisa dicurigai, tapi mereka semua nggak ada yang aneh.” Bu Endang menggauk mendengar cerita Bryan lalu menyambut kertas yang disorkan kepadanya iut.
“Mungkin dari teman-teman di dekat rumah kamu barangkali?” Bu Endang mengembalikan catatan yang telah dibacanya. Bryan menggeleng cepat karena teman-teman didekat rumahnya pun sudah ditanyaianya.
“Bryan harus gimana, Bu? Mama Papa lagi keluar kota, hanya ada Mbak dirumah. Kalau nanti terjadi apa-apa gimana?” Bryan tampak semakin cemas memikirkan kemungkinan kalau isi kado misteri itu adalah peledak atau semacamnya, yang apabila dibuka akan meledak.
“Kamu yakin kalau kado itu bukan ulah salah satu teman yang sedang iseng? Kamu lupa barangkali ada teman yang tidak diundang, datang juga kepesta kamu?” kembali Bu Endang bertanya yang langsung jawab Bryan dengan gelengan kepala.
“Mbk Ita mencatat semua yang datang, kata mama biar tahu kalau nanti mereka yang mengundang Bryan untuk pesta mereka.” Ujar Bryan seraya memain-mainkan kertas berisi nama teman-temannya. “Oh iya...Bryan panggil satpam aja barangkali, biar mas-mas nya yang tolongin buat membuang kado itu. Iya nggak Bu?” ujar Bryan tiba-tiba.
“Boleh...kalo kamu memang yakin itu bukan kado dari salah satu tamu undangan kamu!” Bu Endang tersenyum menyakinkan niat Bryan.
“Tapi kalau nanti mas-masnya yang kena Bom nya, Bryan jadi orang jahat dong!” Bryan termenung membayangkan kado itu diangkat oleh Satpam komplek, namun segera meledak ketika dalam perjalanan menuju tempat sampah umum, meledakkan tubuh pak Satpam yang tidak bersalah.
“Bryan...nggak usah takut seperti itu! Bryan baru mengira-ngira isi kadonya kan?” Bryan menggangguk cepat. “Bryan berdoa aja biar tebakannya salah. Atau Bryan boleh tunggu sampai mama papa nya pulang dulu, biar mereka yang bertindak mau diapakan kado itu.” Kali ini Bryan mengangguk setuju, toh...mama papa nya akan pulang besok sore. Dengan sopan Bryan berpamitan kepada guruya untuk keluar bermain bersama teman-temannya.
**
Bryan begitu berkeras ingin ikut menjemput mamanya ke bandara yang membuat wanita itu tampak terkejut dan bahagia. Tanpa menunda waktu Bryan menceritakan tentang kado misterius yang diperolehnya pada pestanya beberapa hari lalu. Wanita itu mendengar penjelasan Bryan dan turut cemas.
Trauma akan kejadian bom meledak beberapa hari lalu, tepat tiga lantai dibawah kantornya membuatwanita itu turut merasa resah mendengar cerita Bryan yang disampaikan dengan nada suara yang benar-benra takut.
“Kamu sudah mencari tahu siapa saja yang datang kepesta kamu kemaren?”
“Iya...kan mama yang bilang harus mencatat semua nama tamu yang datang. Semua pas dengan jumlah kado, kecuali kado rahasia itu.”Ujar Bryan meyakinkan mamanya.
Ketika mereka sampai beberapa saat kemudian, Bryan menuntun mamanya langsung menuju kekamar. Mainan-mainan baru tersusun rapi disalah satu sudut kamar. Tampak bahwa Bryan belum menyentuh satupun hadiah ulang tahunnya. Wanita itu memeluk anaknya, merasakan kecemasan Bryan.
Kado yang terbungkus rapi disudut kamar itu memang terlihat janggal dalam kamar yang dipenuhi beraneka kotak mainan baru. Tampak kesepian disudut kamar, terabaikan namun mengancam.
“Pa...kalau urusan di sana sudah selesai, langsung pulang ya! Iya, kadonya dibungkus koran gitu, tampak mengancam banget. Langsung pulang ya!” Mamanya menelepon dengan suara resah seraya semakin erat memeluk Bryan.
Ketakukan Bryan berkurang sejak kedatangan mamanya. Beberapa kotak mainan baru dibawanya ke ruang tamu dan bermain didepan TV. Mama yang duduk di sofa membuat Bryan merasa nyaman dan tidak terancam. Kado misterius itupun terlupan dati benaknya. Padahal, dua hari terakhir Bryan tidak berani masuk kedalam kamarnya. Perasaan takut dan cemas selalu menemnainya bila sedang dirumah. Namun, mendapati mama nya duduk di jangkauannya, semua rasa takut itu lenyap. Tanpa rasa cemas dimainkannya mainan barunya.
**
“Mana kado yang menakutkan itu??” Bryan berlari menyambut papa nya yang baru saja tiba. Diulangnya kembali cerita tentang kado tanpa identitas pengirim itu. Papa nya mendengar kan dengan penuh perhatian seraya mengusap-usap kepala cepat Bryan.
“Hati-hati lho, Pa! Panggil satpam aja barangkali,” usul mama yang langsung disetujui oleh Bryan. Namun sang papa tampak tidak setuju.
“Papa mau lihat dulu deh...” ujar pria itu seraya melangkah pelan kearah kamar Bryan.
“Papa, bahaya banget....” Bryan menimpali seraya mengejar langkah-langkah papanya yang telah sampai diambang pintu kamarnya. Dengan perlahan-lahan didekatinya papanya yang sedang berjongkok di dekat kotak kado tanpa identitas itu. Lalu terdengar tawa menggelegar yang membuat Bryan melangkah mundur karena kaget.
Papa nya masih terus tertawa seraya mengangat kado yang menakutkan itu. Bryan bergidik takut. Ketika papa nya menyodorkan kotak itu kearahnya, Bryan melangkah mundur hingga menjatuhkan kotak sampah didekat tempat tidurnya.
“Mau tahu apa isi kado rahasia ini?” Papa berkelakar seraya membuka kertas koran yang membungkus isinya. Lalu...
“Ya Ampun, siapa yang membungkus batu bata untuk dijadiin kado sih? nggak lucu banget.” Ujar mama dari ambang pintu. Bryan cepat mendekati papa nya dan menyentuh batubata itu. Ternyata kado yang disangkanya bom atau bahan peledak itu hanya sebuah batu bata yang dibungkus rapi dengan kertas koran saja.
“Ini papa yang buat! Untuk ganjalan pintu samping, soalnya pintunya selalu menutup sendiri kalau dibiarkan terbuka pada siang hari.” Papa menjelaskan dengan tawa geli yang belum juga berhenti.
“Ahhh papa...kok nggak bilang Bryan dulu, kan jadi pikir yang bukan-bukan.” Bryan memandangi batu bata ditangannya. Papa mamanya tersenyum lega. Ternyata dugaan mereka semua salah. Bryan tersenyum malu karena rasa takut dan cemas nya yang berlebihan.
Ternyata tidak semua yang aneh dan mencurigakan itu berbahaya. Kita harus memeriksa sesuatu secara teliti. Bryan bersyukur karena dia belum sempat menuduh siapa-siapa yanga memberinya ‘bom’ sebagai hadiah. Dugaan negatif nya juga membuatnya tidak bisa menikmati kado-kado yang diberikan teman-temannya. bryan berjanji pada dirinya sendiri, akan meneliti sesuatu terlebih dahulu sebelum berprasangka buruk terhadap apapun. Berprasangka buruk itu merugikan lho!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H