Mohon tunggu...
rian adi putra
rian adi putra Mohon Tunggu... -

life is the largest treasure . . .

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Bumi, Bulan dan Matahari

16 Februari 2011   01:24 Diperbarui: 26 Juni 2015   08:34 74
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

ada sebuah kisah dalam dialog BUMI, BULAN, dan MATAHARI ;

BUMI: Wahai bulan, kau begitu indah. Seluruh isi bumi selalu memandang rindu kepadamu. Ingin rasanya ku mendekat dan memelukmu dengan erat.

BULAN: Wahai bumi, kau tak boleh mendekat dan memelukku dengan erat. Jika kau lakunkan itu, seluruh isi bumi akan berguncang. Maka aku hanya akan berada disampingmu dan menemanimu sampai hari akhir.

BUMI: Wahai matahari, kau begitu hangat. Seluruh isi bumi selalu kau sinari dan hangatkan. Setiap tunas muda muncul setiap hari tuk mendapatkan cahaya dan kehangatanmu. Ingin rasanya ku mendekat dan berucap terima kasih dengan memelukmu.

MATAHARI: Wahai bumi, kau tak boleh melakukan itu. Jika kau lakukan itu, tubuhmu akan hancur terbakar dan aku tak mau itu terjadi. Aku hanya akan berada di sini menyinari dan menghangatkanmu sampai hari akhir nanti.

BUMI: Wahai bulan dan matahari, engkau telah memberikan arti baru dalam diriku, akan selalu ku ingat dan ku rindukan engkau sampai hari akhir nanti.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun