Mohon tunggu...
Raphaela Irene Herybowo
Raphaela Irene Herybowo Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa S1 Teknik Robotika dan Kecerdasan Buatan

Saya adalah mahasiswi Teknik Robotika dan Kecerdasan Buatan dari Fakultas Teknologi Maju dan Multidisiplin, Universitas Airlangga, Surabaya.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Sokong SDGs, AI Bantu Temukan Bahan Bakar Kendaraan Rendah Emisi

12 Desember 2023   12:40 Diperbarui: 12 Desember 2023   12:42 88
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Neural Networks. Foto : Growtika

Selain padat penduduk, rupanya Indonesia juga padat kendaraan bermotor. Dilansir dari publikasi BPS sesuai data Kepolisian Republik Indonesia, perkembangan jumlah kendaraan bermotor tiap tahunnya selalu menunjukkan peningkatan. Buktinya, pada tahun 2021 jumlah unit kendaraan bermotor berada pada angka 141,992,573. Selang setahun, totalnya telah bertambah menjadi 152,360,851 unit. Mirisnya, angka tersebut akan berdampak pada peningkatan kadar emisi gas buangan hasil pembakaran bahan bakar dalam mesin. Sebut saja contohnya karbon monoksida (CO), berbagai oksida nitrogen (NOx), serta berbagai sulfur (SOx) yang berpotensi menyebabkan pemanasan global. Secara langsung maupun tak langsung, emisi gas buangan tersebut juga dapat menurunkan kesehatan serta mengganggu metabolisme tubuh manusia.

Permasalahan serupa nyatanya juga terjadi secara global dan menjadi perhatian mendesak dari para pemimpin dunia. Maka, diresmikanlah SDGs (Sustainable Development Goals) berisi 17 tujuan yang menarget penurunan serta penghapusan isu-isu global yang berdampak negatif pada lingkungan. Berdasar pada tujuan ke-7 SDGs (Affordable and Clean Energy), banyak negara yang berlomba untuk menemukan bahan bakar baru yang rendah emisi (clean) sekaligus mudah diakses (affordable) oleh tiap golongan masyarakat.

Salah satu hasil penemuan yang juga mulai dikembangkan di Indonesia adalah penggunaan baterai sebagai sumber energi kendaraan listrik. Keunggulan siginifikan dari penggunaan kendaraan listrik sendiri adalah penghematan hingga 75% untuk pembiayaan bahan bakar mesin, penurunan emisi gas sisa pembakaran internal mesin, serta wujudnyata energi bersih. Namun kekurangannya, bahan baku baterai berupa litium, nikel, mangan, serta kobalt hanya bisa didapatkan melalui proses penambangan yang berpotensi merusak alam. Pengolahan limbah baterai berupa litium juga masih menjadi tantangan tersendiri.

Contoh baterai Litium-ion untuk mobil listrik. Foto : Tennen-Gas 
Contoh baterai Litium-ion untuk mobil listrik. Foto : Tennen-Gas 

Penemuan lain menyebutkan bahwa terdapat opsi bahan alternatif yang bisa digunakan sebagai sumber energi kendaraan bermotor, yaitu hidrogen, komponen biologis, ataupun senyawa kimia (senyawa alkohol dan senyawa hidrokarbon). Namun, masih diperlukan penelitian lebih lanjut terkait efektivitas, cara produksi, serta penyimpanannya. Jika penelitian dilakukan secara konvensional (melalui rangkaian eksperimen menggunakan peralatan khusus), tentu dibutuhkan waktu dan dana yang tidak sedikit. Maka, berdasar pada tujuan ke-9 SDGs (Industry, Innovation, and Infrastructure), diperlukan terobosan baru dengan memanfaatkan perkembangan teknologi modern seperti AI (Artificial Intelligence).

Untuk menilai efektivitas bahan, AI diaplikasikan dalam bentuk ANN (Artificial Neural Networks) yang dikombinasikan dengan RSM (Response Surface Methodology). Data diambil dari Control Unit (torsi, RPM, BSFC, dan daya) serta  Exhaust Emission Analyzer (rasio bahan bakar). Pengolahan data oleh sistem meliputi proses preparasi, pemodelan, visualisasi data, hingga tes akurasi untuk menghasilkan keluaran berupa prediksi efektivitas bahan yang diharap akurat.

Ilustrasi Neural Networks. Foto : Growtika
Ilustrasi Neural Networks. Foto : Growtika

Sedangkan untuk penelitian berikutnya, AI secara spesifik diimplementasikan untuk memprediksi proses produksi serta media penyimpanan hidrogen. Subset AI yang dimanfaatkan kali ini adalah MLAs (Machine Learning Algorithms) berupa SCG (Scaled Conjugate Gradient). Algoritma SCG merupakan algoritma iterasi kompleks yang mengolah gradien dari fungsi serta arah konjugat dari proses iterasi sebelumnya. Proses pengolahan dimaksudkan untuk menemukan hasil minimum suatu fungsi, atau dalam hal ini adalah prediksi yang telah mengerucut. Data yang diolah berupa tekanan, temperatur, serta kadar air. Hasil keluarannya berupa prediksi akan ketahanan hidrogen dalam media penyimpanan tertentu, serta kadar hidrogen yang dihasilkan dari proses produksi tertentu.

Penggunaan AI dalam proses penelitian tersebut menunjukkan betapa teknologi telah berkembang dan akan terus berkembang. Sama halnya dengan ilmu pengetahuan, tak terbatas. Namun, perlu pemanfaatan yang bijak dari teknologi dan ilmu pengetahuan. Maka, kewajiban kita sebagai masyarakat global sesuai target SDGs yang telah ditetapkan adalah, menguasai teknologi, mendorong inovasi, membangun infrastruktur, dan yang terpenting, melestarikan lingkungan. Karena teknologi yang maju adalah teknologi yang hijau.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun