Mohon tunggu...
BANYU BIRU
BANYU BIRU Mohon Tunggu... Guru - Guru | Pecandu Fiksi

Orang yang benar-benar bisa merendahkanmu adalah dirimu sendiri. Fokus pada apa yang kamu mulai. Jangan berhenti, selesaikan pertandinganmu.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Sastra Masuk Kurikulum, Emang Udah Siap?

25 Mei 2024   13:50 Diperbarui: 25 Mei 2024   14:03 297
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Peringatan Hari Buku Nasional 2024 dimanfaatkan oleh Pak Nadiem Makarim selaku Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), untuk meluncurkan program "Sastra Masuk Kurikulum". Tujuannya untuk meningkatkan budaya literasi dalam lingkungan Pendidikan. Kita sepakat bahwa literasi tidak berhenti pada kegiatan membaca, menulis dan berhitung saja, tetapi lebih dari pada itu, literasi adalah tentang memahami dunia, tentang berbagai masalah yang kompleks dan pecahannya. Pasti banyak yang menyambut baik program ini karena wacana 'menyekolahkan sastra' bukan hal yang baru.

Pertanyaannya, apakah kita sudah siap? Mari kita coba bahas satu per satu.

Dari sisi Kemendikbudristek

Dengan upaya yang dilakukan, mungkin program 'Sastra Masuk Kurikulum' ini menjadi upaya yang efektif untuk meningkatkan literasi. Bisa benar, bisa juga keliru. Peluncurannya saja belum disosialisasikan dengan merata. Program ini disampaikan dengan mengambil momentum Hari Buku Nasional, dan pemberlakuannya langsung akan dimulai tahun ajaran baru mendatang pada bulan Juli atau Agustus nanti.

Kemendikbudristek mungkin bisa berbangga diri karena mengaku telah mempersiapkan program ini sejak tahun 2023 kemarin. Kementerian menggaet para sastrawan, akademisi dan para guru dari berbagai daerah sebagai tim kurator. Memangnya cukup hanya dengan begitu?

Satu kelemahan yang kerap terjadi dalam penerapan kebijakan di negari kita ini adalah minimnya sosialisasi. Sepertinya segala kebijakan 'main gas' saja tanpa memperhatikan perspektif lainnnya. Secara khusus dalam bidang pendidikan, bukankah eksekutor dari segala kebijakan adalah pendidikan dan tenaga pendidikan yang ada di sekolah?

Dari sisi guru

Ganti menteri ganti kurikulum. Sebenarnya apa sih yang ingin dibuktikan oleh para Menteri yang menjabat ini? Saya tentunya sepakat kalau kita sama-sama mendamba perubahan yang lebih baik, perubahan yang membawa kemajuan dan secara khusus kita ingin mencerdaskan kehidupan bangsa. Tapi, sesekali pemerintah yang di atas, lihatlah ke bawah. Jangan terus-menerus melihat ke atas, terus merancang proyek ambisius, tetapi lupa melihat pijakan di mana ia berdiri. Kita realistis saja dulu. Kalau kita ingin meningkatkan literasi anak bangsa, bukankah kita harus mulai dari hal-hal yang dasar?

Dalam karya sastra, para sastrawan punya kebebasan menulis, kritik terhadap suatu fenomena jelas bisa disalurkan melalui sastra. Namun, kita juga perlu hati-hati, sastra bisa juga dijadikan senjata untuk menebar paham atau ideologi. Hal-hal sekompleks ini, apakah kita sudah yakin bisa mengatasi ini?

Dalam buku Panduan Penggunaan Rekomendasi Buku Sastra yang diluncurkan untuk mendukung program 'Sastra Masuk Kurikulum' ini memang sudah diberikan arahan untuk jenjang SD/MI hingga SMA/Sederajat. Cukup membuat dahi mengerut. Apa ekspektasi Kemendikbud kepada guru-guru yang akan menjadi eksekutor dari program ini?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun