Karena tanah ikatan persaudaraan bisa bubrah.
Pecah lantaran masing-masing pihak timbul sifat serakah.
Meski kasus pertikaian sengketa tanah seakan lumrah, tapi tetap saja orang jarang menyadari jika tanah bisa menjadi tulah. Manusia yang tercipta dari tanah akan kembali ke tanah.
Barangsiapa, semasa hidup berbuat curang atas tanah, maka tanah akan menyambut kematiannya dengan berbagai masalah. Sebab hidup sejatinya hanyalah basa-basi bumi yang tak kenal lelah.
Ulasan
Ini satu keluarga enggak ada yang bener. Baru kali aku baca cerita malah seneng tokoh utamanya mati.
Awalnya agak enggak betah dengan narasi penulis yang agak berat. Ditambah lagi dengan blurb yang tidak memberikan gambaran permisi cerita. Blurb laiknya puisi tentang lingkungan semata.
Setelah ikut menyelam dalam lautan kata-kata ini, Â terdapat metafora yang memaksa pembaca untuk tidak terburu-buru. Dan memang, membaca novel ini sepertinya harus diresapi.
Penulis sangat lihai memainkan kata-kata puitis dan berima sehingga kita terhanyut di dalamnya. Bagi saya, walau awalnya terkesan berat, ternyata kalimat demi kalimat bisa kok dinikmati asal kita nggak langsung menyerah.
Cerita novel ini seperti cerita azab yang dikemas dalam bahasa sastra yang matang. Dengan menjadikan isu lingkungan dan tanah sebagai dasar bercerita dan bagaimana manusia hidup di atasnya dengan ketamakannya harus menuai hasilnya. Aku suka bagaimana alam dijadikan bagian dari cerita yang seakan-akan juga tokoh dalam penceritaan. Alam seperti pemeran pendukung yang pada akhirnya memegang kendali penuh atas tokoh-tokoh utamanya.
"Lebih baik jadi ulat yang hanya menggerogoti lembaran daripada jadi manusia yang menggerogoti kehidupan dan kebahagiaan manusia lain." (hlm. 67)
"Deretan pohon itu seakan telah mengajarkannya bahwa persoalan hidup dan mati bukankah sekedar basa-basi bumi. Akan tetapi sudah menjadi ketentuan siklus alam yang telah digariskan oleh Tuhan." (hlm. 70-71)
".... Sehingga sifat manusia bergantung dari jenis tanah yang dipakai saat penciptaan. Jika diciptakan dari tanah subur, manusia yang lahir akan bersifat jujur dan tidak takabur. Jika diciptakan dari tanah gersang, sifatnya garang dan selalu ingin menang. Jika tercipta dari tanah liat, biasanya ajab memiliki tekad dan pendirian yang kuat. NAmun jika tercipta dari tanah sengketa, dapat dipastikan bahwa selama hidupnya manusia itu akan banyak masalah." (hlm. 97)
Satu hal kecil yang cukup mengganggu di novel ini adalah penggunaan huruf kapital setelah tanda baca titik. Sekali dua kali mungkin khilaf, eh ternyata berkali-kali.