Mohon tunggu...
BANYU BIRU
BANYU BIRU Mohon Tunggu... Guru - Guru | Pecandu Fiksi

Orang yang benar-benar bisa merendahkanmu adalah dirimu sendiri. Fokus pada apa yang kamu mulai. Jangan berhenti, selesaikan pertandinganmu.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Terjebak

13 Juni 2021   19:28 Diperbarui: 13 Juni 2021   19:32 342
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar oleh cromaconceptovisual dari Pixabay 

Tak sabar aku menanti libur lebaran tahun ini. Puji Tuhan aku bisa mengumpulkan uang untuk mudik. Aku sudah merindukan wajah bapak dan ibu sejak aku meninggalkan mereka tujuh tahun lalu. Aku tak pernah lagi berkomunikasi dengan mereka, entah bagaimana keadaan mereka sekarang aku juga tidak tahu. 

Aku menyesali kepergianku tanpa restu mereka. Egoku menuntunku mengambil jalanku sendiri. Akankah wajah mereka masih sama mudanya seperti yang aku tinggalkan dulu atau sudah menua terlebih karena ulah anak semata wayang yang tak tahu diri ini. 

Akankah mereka masih mau menerimaku kembali ke rumah yang mana pintunya kuhentakkan keras saat meninggalkanya. Aku benar-benar merindukan mereka.

Maret 2020

Jalanan makin sepi, orderan bahkan sudah jarang. Sepertinya tak banyak lagi yang mau memberanikan diri keluar rumah. Toko-toko, sekolah, pasar bahkan tempat ibadah juga sudah lengang. 

Aku hanya bisa bertengger di atas motor ini sambil memandangi layar HP demi menunggu orderan. Tetapi sepertinya aku mengharap hujan di musim kemarau. Kemungkinannya kecil sekali.

Hari ini benar-benar tidak untung. Aku pulang tanpa hasil sepeserpun. Setiap haripun begitu. Pergi pagi lalu pulang malam tanpa hasil. Uang semakin menipis tetapi perut sejengkal ini menuntut untuk dipuaskan setiap hari. 

Kadang aku sengaja melewatkan makan siang untuk menghemat uang. Sial benar nasibku ini. Dengan situasi seperti ini, bagaimana aku mencari makan? Aku bukan pegawai negeri yang tiap bulan dapat gaji.

Situasi semakin parah semakin banyak orang-orang yang mati. Teriakan untuk tetap dirumah semakin keras. Slogan kerja dari rumah semakin akrab ditelinga namun tetap menyakitkan dalam hati. 

Bagaimana tidak? Bagaimana caranya pria sepertiku ini bekerja dari rumah sedangkan pekerjaanku adalah mengojek? Omong kosong. Aku merasa dunia saat ini sedang egois. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun