Mahasiswa pendidikan vokasi sering kali menghadapi stigma Masyarakat sebagai "pilihan kedua" setelah pendidikan akademik. Padahal, pendidikan vokasi menawarkan keunggulan yang sangat relevan dengan kebutuhan di dunia kerja. Dalam artikel ini, kita akan membahas bagaimana pandangan masyarakat yang terkesan sebelah mata terhadap mahasiswa vokasi.
Mahasiswa vokasi sering dipandang sebelah mata karena dianggap kurang bervalue dibandingkan pendidikan akademik. Beberapa persepsi yang berkembang di masyarakat meliputi:
1. Hanya untuk mereka yang gagal masuk program studi akademik.
2. Minimnya pengakuan terhadap kompetensi teknis mereka.
3. Terbatasnya peluang karier.
Padahal, menurut jurnal "Persepsi Masyarakat terhadap Pendidikan Vokasi di Indonesia" (Putri & Hartono, 2021), 63% responden lebih memilih pendidikan akademik karena dianggap lebih bergengsi, meskipun mereka mengakui lulusan vokasi lebih siap kerja. Hal tersebut jelas membuktikan bahwa masyarakat sadar terhadap kemampuan mahasiswa lulusan vokasi namun tetap mengedepankan gengsi.
Pendidikan vokasi hadir dan dirancang untuk menghasilkan lulusan yang memiliki keterampilan teknis tinggi dan siap terjun langsung ke dunia kerja. Beberapa keunggulan mahasiswa vokasi meliputi keterampilan praktis, kurikulum yang dirancang sesuai kebutuhan dunia kerja sehingga lulusan memiliki daya saing tinggi dan pengalaman terjun langsung di lapangan. Indonesia ke depannya tentu akan menghadapi persaingan yang cukup ketat dari negara-negara Asia Tenggara lainnya. Menurut Agus Puji Prasetyono, staf ahli Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi bidang Relevansi dan Produktivitas, berpendapat bahwa sudah semestinya seorang yang belajar di Perguruan Tinggi mempelajari teori dan praktik yang cukup agar kelak menjadi lulusan yang unggul dan mampu bersaing di dunia kerja nyata.
Jerman merupakan salah satu negara yang dijadikan acuan dalam Pendidikan vokasi. Pada tahun 2000, UNESCO dan Pemerintah Jerman telah menandatangani kesepakatan yang merujuk kota Bonn di Jerman sebagai tuan rumah pusat Pengembangan Kebijakan dan Pelatihan Pendidikan Vokasi. Pusat kajian tersebut merupakan cikal bakal terbentuknya UNESCO-UNEVOC yaitu sebuah lembaga internasional yang menghubungkan negara-negara anggota UNESCO untuk memperkuat Pendidikan vokasi. Hal tersebut adalah salah satu bukti bagaimana Pendidikan vokasi begitu diperhatikan oleh negara.
Meskipun demikian, lulusan yang berlatar belakang pendidikan vokasi masih kerap menjadi pilihan kedua dan diremehkan. Terkesan ironis memang, pendidikan vokasi yang konon katanya untuk melahirkan individu siap kerja, ketika lulusannya terjun mencari kerja justru dinomorduakan karena perusahaan cenderung mencari lulusan sarjana yang telah menelan lebih banyak teori. Rekrutmen BUMN dan CPNS pun masih didominasi lulusan sarjana, sedangkan formasi untuk lulusan vokasi sering kali hanya sedikit. Lalu, sampai kapan mahasiswa vokasi dipandang sebelah mata?.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H