Mohon tunggu...
Ranti Oktavia Widiastuti
Ranti Oktavia Widiastuti Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Learner :: Traveller :: Lover ::\r\nBuku :: Pesta :: Cinta

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Dome of the Silverqueen Vs Dome of the Rock

5 Februari 2011   01:37 Diperbarui: 26 Juni 2015   08:53 98
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kami berdua tidak pernah berdiri sepadan.. Kulitnya putih mulus, korneanya hitam membulat sempurna, hidungnya macung, rambutnya panjang tergerai berkat perawatan dengan shampo merek terkemuka, badannya tinggi semampai ditopang tungkai yang panjang. Apa saja yang dia mau, dengan sangat mudah dia dapatkan, dengan sekali merajuk pada Papa. Aku pun tidak mau kalah, aku tak punya fisik yang sempurna, malah lebih terlihat menggembung dibeberapa bagian tubuh, namun aku bisa menutupinya dengan pakaian berpotongan manis yang membalut tubuhku nyaris sempurna. Aku memang tak selalu punya uang, terutama dimenit-menit terakhir bulan, aku hanya bisa membeli apa yang aku butuhkan dan hampir selalu bukan yang aku inginkan dengan uang yang aku dapatkan dari lembur dihari-hari libur.Dan tak pernah berani mengganggu pendapatan Ayah hanya untuk dapat uang tambahan.  Dari itu, aku belajar memadupadankan penampilan dengan "harta karunku" yang tak seberapa. Meskipun kami sangat berbeda, tapi banyak orang selalu menganggap kami berteman baik.

Beberapa teman menjuluki ia Silverqueen Girls dan aku hanyalah Dome of the Rock Girl. Itu karena penampilannya yang sempurna seperti sebongkah coklat mahal yang berbalut alumunium foil mengkilat, dan aku hanya sebongkah kubah batu berdebu -yang semoga saja- tangguh dan kuat. Persamaan kami hanyalah gender..selebihnya kami adalah pribadi yang seperti dua kutub yang tidak bertemu, walau juga tak pernah bertengkar. Orang-orang menilai kami rukun sebagai teman baik.

Mungkin kebaikan yang dilihat orang-orang lain, memang benar-benar kebaikan tulus kami pada satu sama lain. Seperti Alloh yang menutupi keburukan hambanya, dia pun seperti cermin bagi masa kini-ku, dan aku adalah lensa untuknya memandang ke masa depan.

Kadang aku menyesalkan celana hot pants-nya yang kelewat kurang bahan saat kami harus mengunjungi orangtua dari teman kami yang sedang dirawat di Rumah Sakit. Tapi lebih sering ia yang mengataiku seperti nenek-nenek ketika aku sedang serius mengerjakan jaket rajutan tangan yang memakan hampir separuh sisa minggu yang aku punya.

Dia bilang padaku "Jangan sampai kamu tua sebelum waktunya ketika kamu terlalu asyik dengan rajutanmu dan tidak pernah mengalihkan pandangan ke lelaki seperti yang disebelah sana.." sambil dia menunjuk dengan dagunya, seorang pria muda -yang duduk tak jauh diseberang kami- memainkan mata padanya. Dan aku hanya bisa tersenyum kecil sambil menggeleng padanya.

Hey, tunggu dulu.. Siapa bilang aku tak pernah jatuh cinta pada pria.. Aku pun pernah rasakan itu. Sewaktu SMA aku pernah mengagumi kakak kelas yang sekarang sudah menjadi dokter di salah satu Rumah Sakit besar di Yogyakarta. Kami sering bertukar pesan dan puisi-puisi selama masa sekolah. Perasaan itu begitu manis sampai ketika kami harus berpisah, aku tidak merasakan kesedihan, malah kebanggaan karena pernah mengenalnya sebagai seorang yang mengagumkan. Memang agak sedikit terlambat dan tidak seru dibandingkan dia yang sudah banyak mengenal sifat teman lelaki sejak jaman kami SMP. Memang, sewaktu itu dia tidak pernah absen malam mingguan dengan pacar yang selalu berganti-ganti. Dan yang tidak pernah terlewatkan setelah kencan itu adalah ceritanya tentang apa saja yang dia lakukan bersama pacar-pacarnya. Haha.. aku hanya mampu tertawa dan sesekali menahan malu karena ceritanya yang kadang agak vulgar.

Aku tak bisa membencinya, teman yang sangat aku sayangi. Tapi belakangan ini dia mulai lebih ekstrim perilakunya. Beberapa kali aku melihatnya dijemput beberapa teman lelaki untuk diajak ke klub malam (sebuah tempat yang aku berharap, aku tidak akan pernah menginjakkan kakiku disana). Tapi aku tidak pernah mampu berbuat apa-apa, karna bila aku melarang, maka aku merasa telah mencederai hak pribadinya sebagai seorang yang sudah dewasa.

Sesuatu yang pernah kubilang padanya,sewaktu ia mengajakku makan siang bersama setelah berminggu-minggu melupakanku karena ia sibuk dengan teman-teman lelakinya, masih terekam dalam memoriku, "Kalau saja kamu bisa mempergunakan uangmu dan waktumu yang banyak itu lebih baik dari yang aku dapatkan sekarang : dengan uangku pas-pasan dan hari liburku sering tersita lembur, tentu aku akan sangat bangga pernah dekat denganmu sebagai teman baikku"

Dia hanya tertawa mendengar ucapanku, dan lebih dari itu aku membayangkan kata-kataku tadi masuk dari kuping kirinya lalu tidak sampai semenit mengendap diotaknya sudah meluncur kembali lewat kuping kanan. Aku bergidik, tapi aku gelengkan kepala sekali lagi, bagaimana buruknya, dia tetaplah temanku yang aku sayangi.

Teman-teman yang baik adalah ia yang bersamamu saat kau berurai airmata, dan tidak selalu berada disampingmu saat kau bergelak tawa. Sebuah refleksi prbadi dari apa yang pernah aku lihat, dengar dan alami.

Semoga jalannya ke depan tidak tertatih-tatih dan semakin terang, semoga Alloh sebaik-baik penjaga, selalu menjaganya. Amin..

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun