Mohon tunggu...
Ranto Sibarani
Ranto Sibarani Mohon Tunggu... Advokat/Pengacara -

Ranto Sibarani adalah seorang Advokat/Pengacara. Saat ini sedang menyelesaikan study Pascasarjana Ilmu Hukum di Universitas Sumatera Utara. Selain aktif sebagai Konsultan Hukum, juga aktif sebagai Tenaga Ahli di Komisi A DPRD Provinsi Sumatera Utara.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Selamat Datang Kembali di Sumatera Utara Saudaraku dari Gafatar

30 Maret 2016   14:32 Diperbarui: 30 Maret 2016   15:05 47
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Gafatar (gambar: kahaba.net)"][/caption]Ditengah-tengah hiruk pikuk politik nasional Pemerintahan Joko Widodo yang sangat menarik perhatian, tiba-tiba kita dikejutkan oleh berita hilangnya beberapa warga dan Pegawai Negeri Sipil dari beberapa daerah yang diduga bergabung dengan organisasi Gafatar atau Gerakan Fajar Nusantara. Yang paling heboh adalah hilangnya seorang dokter cantik bernama dr. Rica Tri Handayani dan sejumlah orang lainnya yang kemudian diketahui bergabung dengan ormas yang memilki simbol matahari berwarna oranye itu.

Keberadaan organisasi Gafatar sebelumnya memang tidak terlalu mencolok sehingga tidak banyak diketahui masyarakat. Padahal, berdasarkan informasi yang diperoleh dari website gafatar.org, organisasi tersebut sudah berdiri sejak tahun 2012 silam. Bahkan berdasarkan surat Ditjen Kesbangpol Kementerian Dalam Negeri RI Nomor 220/3657/D/III/2012 Gafatar adalah organisasi yang telah dilarang di Indonesia, namun Gafatar tetap melakukan aktifitas organisasinya.

Tulisan ini tidak ingin mengulas tentang apa saja yang dilakukan oleh Gafatar sehingga organisasi tersebut dilarang, dan tidak juga ingin membela pihak-pihak yang menyatakan bahwa organisasi tersebut sesat. Tulisan ini lebih lanjut ingin menyerukan kepada siapa saja, bahwa tuduhan sesat dan terlarang sangatlah berbahaya untuk kehidupan bertoleransi kita dan menekankan bahwa anggota Gafatar harus dilindungi oleh negara dari kebencian pihak-pihak tertentu.

Belajar Dari Sejarah
Negeri kita sebenarnya sudah memiliki banyak sejarah tentang mudahnya kita memberikan tuduhan “sesat” kepada organisasi lain yang berseberangan dengan penguasa, penguasa disini bukan hanya pemerintah. Penguasa bisa saja pihak dominan, bisa berbentuk golongan tertentu yang menganggap sesat golongan lain yang mengganggu eksistensi kelompok dominan tadi. Kelompok penguasa bisa juga kelompok yang sedang “nyaman” menikmati keuntungan dari sistem yang sedang berjalan saat ini. Dari sejarah, dengan mudah kita bisa mengetahui bahwa bangsa kita sangat cepat percaya kepada label sesat yang diberikan oleh kelompok dominan tersebut.

Sejarah telah mencatat pada tahun 1965, diawali dengan terbunuhnya 6 Jenderal, dengan cepat seluruh sistem saat itu ramai-ramai menghakimi PKI, Partai yang akhirnya dituduh bertindak makar dan dilarang oleh Orde Baru rezim Soeharto. Celakanya, tidak hanya pelarangan itu yang kemudian membuat kita tercengang, pembantaian ratusan ribu jiwa yang dianggap anggota maupun simpatisan partai tersebut sangat menghina kemanusiaan kita. Benedict Anderson, peneliti dari Cornell University memperkirakan jumlah korban meninggal sekitar 200.000 orang dan pada tahun 1985 mengajukan perkiraan mulai dari 500,000 sampai 1 juta orang rakyat dibantai dengan dalih terlibat PKI.

Ternyata, tidak hanya penguasa yang berkepentingan menggulingkan kekuasaan Soekarno yang melakukan pembantaian, bahkan kelompok-kelompok suku, kelompok agama ramai-ramai melakukan gerakan pembantaian anggota PKI paska 1965. Pembantaian tersebut tentu mendapatkan “legitimasi”nya karena ada petunjuk dari negara yang menyebut bahwa partai tersebut terlarang, sehingga rakyat yang cenderung meniru atau tertular aksi kekerasan dari aparatnya, meminjam istilah Rieke Pitaloka, dengan cepat dan massif melakukan pembantaian yang dicampuri dengan pandangan subjektif, rakyat membantai rakyat yang dituduh PKI pastilah bercampur dengan kebencian antar pribadi, antar suku, antar kelompok yang selama ini sudah terjadi. Dengan kata lain, ketika seseorang tidak menyukai orang lain, dia cukup mengarahkan jari telunjuknya kepada lawannya tersebut dengan perkataan “dia PKI”, maka habislah lawannya tersebut.

Kita tidak mau kejadian tersebut berulang, Gafatar yang baru-baru ini dituduh organisasi yang cenderung melakukan aksi-aksi subversif tidak boleh menjadi pemantik kerusuhan yang lebih besar. Bagaimanapun, termasuk Gafatar, setiap orang dilindungi undang-undang untuk dapat berserikat dan berkumpul, Pasal 28E ayat (3) UUD 1945 menyatakan, “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat”. Dengan demikian UUD 1945 secara langsung dan tegas memberikan jaminan kebebasan untuk berserikat atau berorganisasi (freedom of association), kebebasan berkumpul (freedom of assembly), dan kebebasan menyatakan pendapat (freedom of expression), tidak hanya bagi setiap warga negara Indonesia, tetapi juga bagi setiap orang yang artinya termasuk juga orang asing yang berada di Indonesia. Terlepas kemudian pemerintah memiliki pandangan lain tentang Gafatar, pandangan tersebut tidak boleh diberlakukan sama kepada seluruh anggota Gafatar.

Jika orang yang berkumpul tersebut melakukan kegiatan-kegiatan yang bertentangan dengan Undang-Undang, maka secara hukum negara harus mampu mendeteksi dan menyeret siapa saja pihak yang bertanggungjawab yang melanggar Undang-Undang tersebut. Dengan demikian, bergunalah setiap organisasi yang berbadan hukum, karena siapa yang bertanggungjawab di organisasi tersebut harus mempertanggungjawabkan kegiatan organisasinya, tidak mesti mengorbankan seluruh anggotanya dengan label sesat. Tuduhan pihak berwenang kepada suatu organisasi adalah organisasi yang sesat dan organisasi yang terlarang, tidak serta merta membenarkan kita menuduh seluruh anggota organisasi tersebut adalah sesat dan terlarang.

Karena motivasi setiap orang untuk bergabung menjadi anggota suatu organisasi pastilah berbeda-beda. Ada yang bergabung hanya sekedar ingin mendapatkan kartu anggota, ada yang bergabung karena ingin bersosialisasi, ada yang bergabung karena kegelisahan jiwanya, ada yang bergabung karena keyakinannya pada tujuan organisasi, ada yang bergabung karena ingin tahu, dan banyak alasan lain setiap orang bergabung pada suatu organisasi. Jangan sampai kita menganggap semua orang-orang tersebut sesat dan terlarang.

Gafatar adalah Kita
Kembali pada anggota Gafatar yang saat ini sedang dituduh sesat dan terlarang, sudah semestinya kita menganggap mereka sama dengan kita. Tidak boleh seorangpun menghakimi orang lain dengan label general, satu orang pencuri bukanlah membuktikan seluruh anggota keluarganya adalah pencuri. Demikian pua Gafatar, satu orang yang mengaku nabi tidak lantas membuat seluruh anggotanya adalah sesat, dalam Gafatar sendiri tidak semua anggota mengakui bahwa orang yang mengaku nabi adalah nabi yang sesungguhnya.

Setiap kita saat ini sudah mendengar banyak kegiatan anggota Gafatar yang sangat berguna, mereka melakukan kegiatan sosial, kegiatan pertanian yang fokus pada ketahanan pangan, bahkan mereka rela mandah hanya untuk bisa melakukan kegiatan pertaniannya di lahan-lahan yang masih tersedia. Kita harus memandang positif setiap kegiatan tersebut. Negara sebagai kekuatan mayoritas yang memiliki angkatan perang bersenjata tidak boleh menjadikan Gafatar sebagai musuh yang setara kecuali mereka bisa membuktikan bahwa Gafatar memiliki senjata-senjata khas setara militer.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun