Mohon tunggu...
Ranting Kering
Ranting Kering Mohon Tunggu... -

Its seem impossible until its done

Selanjutnya

Tutup

Olahraga

PSSI yang Bermakna Perkumpulan

3 Desember 2013   15:23 Diperbarui: 24 Juni 2015   04:22 123
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Olahraga. Sumber ilustrasi: FREEPIK

Alkisah,sepupuh tahun yang lalu sebuah perkumpulan pengurus sepakbola membuat peta jalan menuju pentas piala dunia. ‘Kita bisa memilih 11 orang dari 230 juta populasi untuk piala dunia 2022’, demikian pemimpin perkumpulan itu lantang bersuara. Media baik cetak maupun elektronik diundang untuk sebuah presentasi peta jalan sepakbola Indonesia. Rencana-rencana dipaparkan sangat detail dan indah seperti Gibran membuai Mae Zaedah dengan puisi cintanya. Semua yang hadir terpesona dan konsumen media dibuat terbuai oleh untaian kata mutiara tentang eksistensi sepakbola Indonesia di piala dunia.<?xml:namespace prefix = o ns = "urn:schemas-microsoft-com:office:office" />

Setelah 10 tahun berlalu, saya kembali ingin mengenang cerita indah itu. Cerita tentang liga yang konon dikemas sebagai liga professional yang berorientasi profit sekaligus berprestasi. Cerita tentang klub sepakbola yang memenuhi semua standar klub professional dan dikelola sangat baik oleh para professional yang berkompeten. Pertandingan antar klub dalam liga yang enak ditonton dengan pemain berkarakter, teknik tinggi dan atraksi gol melalui skema pelatih jempolan. Kisah penonton yang santun, tertib, anti rasis dan yel penyemangat klub bermartabat.

 

Dan kini saya benar-benar menyaksikan sebuah ironi tentang semua cerita indah yang pernah saya dapat. Sepakbola Indonesia bahkan tidak lagi bisa dikatakan jalan ditempat namun justru mundur sekian decade kebelakang. Klub yang konon dirancang professional tidak lebih dari klub bola amatir yang dikelola sebagai pekerjaan sampingan. Pekerjaan utama pengurus klub adalah politisi yang menitipkan agenda politiknya dalam klub sepakbola. Para pengurus tidak mengejar keuntungan finansial klub agar dapat dikatakan virma professional yang taat pajak, namun mereka mengejar keuntungan personal.

Ketika suatu hari saya membaca tabloid khusus olah raga, pengurus federasi yang tidak lebih dari perkumpulan politisi itu masih berkutat pada masalah yang sama. Bila 10 tahun lalu klub mendapat dispensasi aspek klub professional, kini mereka kembali memberikan dispensasi dengan pernyataan yang sangat ambigu. Klub sepakbola yang tidak mampu melunasi gaji pemain tetap diijinkan mengikuti liga musim berikutnya dengan adanya surat komitmen. Dan di Indonesia benda bernama komitmen sudah jamak dipahami adalah pengabaian atas pasal-pasal di dalamnya.

Perkumpulan masih dinaungi hantu bernama parsialitas dan mementingkan kelompok berdasarkan afiliasi kepentingan. Ketika beberapa waktu lalu mereka kalah voting dan membuat perkumpulan tandingan, kini mereka mendewakan suara terbanyak untuk memaksakan kehendaknya. Ketika kita membuka surat kabar atau menonton TV, maka kita seperti berdejavu dengan melihat semua hal yang pernah ditemui 10 tahun lalu.

Mengingat kembali semua yang telah mereka lakukan, sepakbola Indonesia akan selalu jatuh pada lubang yang sama. Lubang besar bernama kegagalan, kekalahan, ketidakprofesionalan, kebencian dan syahwat politik. PSSI dengan ‘P’ yang bermakna perkumpulan dan tidak lagi ‘persatuan’. Perkumpulan orang yang mencari popularitas melalui sepakbola dan personal yang tidak memahami filosofi permainan yang dikelolanya. Perkumpulan yang memutuskan sesuatu dengan short messages services (sms) berbahasa alay. Ah…mungkin perkumpulan itu berisi ABG yang sedang mencari jati diri sambil minum minuman ringan dan merasa mabuk wine kelas wahid dari Bordeux.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun