Indonesia adalah negara multietnis. Disebut multietnis karena Indonesia memiliki jumlah suku yang sangat banyak dan beragam yang tersebar dari Sabang sampai Merauke.Â
Pada masyarakat multietnis, kelompok atau individu yang berasal dari berbagai suku umumnya membentuk pola interaksi seperti bekerja sama dalam aktivitas sosial maupun ekonomi. Pemahaman menyeluruh mengenai multietnis tentu menjadi lebih menarik karena jumlah etnis di Indonesia sangat banyak. Salah satu poin dari banyaknya suku adalah banyaknya isu perkawinan beda suku yang melahirkan pola pengasuhan multietnis.
Â
Pengasuhan orang tua adalah sebuah proses interaksi antara orang tua dan anak yang berorientasi pada tujuan mendukung perkembangan anak baik dari segi fisik, emosi, sosial, intelektual, dan spiritual. Pengasuhan orang tua multietnis adalah proses membesarkan anak dari kecil hingga anak dapat memahami perannya sebagai individu dan sebagai makhluk sosial di lingkup masyarakat etnis yang berbeda.
Â
Percampuran suku akibat pernikahan sering terjadi sehingga suku yang murni dari satu keturunan etnis yang sama nyaris tidak ada, kecuali komunitas tersebut tinggal di pedalaman dan terisolasi dari kehidupan dunia luar.
Â
Indonesia memiliki banyak suku dan kebudayaan sehingga pola asuh yang diterapkan oleh orang tua di Indonesia berbeda-beda pada setiap daerahnya. Perbedaan penerapan pengasuhan tersebut dipengaruhi oleh latar belakang budaya yang dianut oleh keluarga, terutama pada keluarga inti yaitu orang tua. Pola asuh pada setiap suku di Indonesia bervariasi.Â
Perbedaan tersebut meliputi nilai dan budaya yang dianut, pembentukan karakter anak dan pola pembinaan yang dilakukan bagi anak dalam kaitannya dengan aturan budaya dan nilai-nilai daerah yang dianut oleh orang tua. Budaya yang dianut orang tua dapat mempengaruhi cara membesarkan anak-anak mereka.
Â
Pola asuh orang tua yang berbeda etnis dapat dikelompokkan menjadi dua model pengasuhan,  yaitu pola asuh permisif dan pola asuh otoriter. Pola asuh permisif yang dilakukan oleh orang tua dari dua budaya berbeda cenderung menghasilkan anak yang liberal secara sosial dan manja secara emosional.  Praktik pengasuhan otoriter yang digunakan oleh orang tua yang berbeda etnis cenderung menyebabkan anak-anak dikontrol secara sosial dan  emosional.
Â
Umumnya, anak yang dibesarkan dengan pola asuh permisif tumbuh menjadi anak yang mampu mengekspresikan diri dan mampu menghargai orang lain karena sudut pandangnya tidak kaku sehingga memungkinkan untuk tidak terjerat masalah terkait toleransi antarbudaya milik orang tuanya. Sedangkan anak yang diasuh menggunakan pola asuh otoriter dengan budaya yang kaku dan mengikat biasanya akan tumbuh menjadi anak yang kaku dan tidak mampu mengekspresikan diri serta biasanya bermasalah dengan karakternya.
Â
Pola asuh orang tua sangat dipengaruhi oleh faktor budaya yang menopangnya. Orang tua sebagai pemeran utama dalam pembentukan karakter anak harus mampu memperkenalkan perbedaan kebudayaan yang terdapat pada etnis yang dianut oleh orang tua sebagai pembelajaran untuk menghindari kebingungan pada anak tentang kebudayaan yang dipahami oleh kedua orang tuanya.
Â
Masyarakat multietnis rentan terhadap konflik, begitu juga dengan pola pengasuhan orang tua multietnis sehingga diperlukan upaya pencegahan seperti penanaman rasa tenggang rasa dan toleransi. Selain itu, penanaman nilai moral juga diperlukan untuk membentuk pribadi yang mampu menghargai perbedaan.
Â
Pendidikan adalah proses mendidik manusia yang berbudaya. Dengan pendidikan, khususnya pendidikan moral kita bisa meningkatkan toleransi atas kesadaran akan keberagaman suku dan budaya. Dalam kasus konflik, pendidikan moral juga dapat menjadi alat untuk membangun kembali pemikiran yang sempit dan terisolasi pada tataran lingkup etnis.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H