Mohon tunggu...
Ranni Ardya
Ranni Ardya Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Diponegoro

Merupakan mahasiswa Universitas Diponegoro angkatan tahun 2024

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Menelisik Sejarah Awal Perkeretaapian Indonesia

15 Oktober 2024   13:54 Diperbarui: 15 Oktober 2024   14:17 70
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pembangunan jalan rel di dekat Kota Semarang pada tahun 1864. Sumber: Makalah Tjahjono Rahardjo berjudul “Berawal di Semarang”

          Perkembangan zaman mempengaruhi segala aspek salah satunya dalam bidang transportasi khususnya transportasi kereta api. Perkembangan kereta api ini tidak bisa dilepaskan dari pengaruh kolonialisme yang dilakukan Belanda pada jaman dahulu. Hal ini dikarenakan pemerintah Belanda yang pertama kali membangun stasiun dan jalur kereta api pertama di Indonesia. Namun sayangnya banyak masyarakat Indonesia yang belum mengetahui bagaimana sejarah awal perkeretaapian Indonesia ini padahal beberapa bangunan peninggalannya telah menjadi bangunan cagar budaya meskipun masih ada beberapa di antaranya yang belum hingga akhirnya terbengkalai dan terlupakan.

         Sejarah awal perkeretaapian di Indonesia bermulai pada abad ke-19, dimana pada abad ini kapitalisme di negeri Belanda berkembang pesat dan mempengaruhi pula kegiatannya di tanah jajahan Indonesia. Adanya perubahan politik dan perekonomian yang terjadi di Indonesia adalah atas dorongan kaum industri dan kapitalis yang ada pada waktu itu berkuasa di parlemen Belanda. Hal ini membawa pengaruh bagi Indonesia yakni diterapkannya politik liberal yang ditandai dengan dikeluarkannya Undang-Undang agraria dan Undang-Undang gula pada tahun 1870. Penerapan Undang-Undang ini membawa pengaruh masuknya pemerintah liberal di Indonesia di mana kegiatan ekonomi mengalami perkembangan pesat terutama perkebunan-perkebunan besar dan tambang-tambang yang digunakan untuk industri ekspor. Sebagai penunjang bagi perkembangan perkebunan dan pertambangan yang pesat maka pemerintah Belanda membangun berbagai prasarana sebagai alat transportasi yang salah satunya yaitu dengan membangun jaringan jalan kereta api.

     Usulan mengenai pembangunan jaringan kereta api dilontarkan oleh kolonel Jhon Van Der Wijk, dan mendapat dukungan dari J. Trom, seorang insinyur kepala bagian pengairan dan bangunan. Pada tahun 1860 Raja Willem III memerintahkan menteri urusan jajahan T.J. Stilcjes untuk mengadakan penelitian. Atas penelitian yang dilakukannya, T.J. Stilcjes menyarankan agar pembangunan rel lewat UngaranSalatiga. Hal ini ditindaklanjuti oleh Nederlands Indische Spoorweg Maatschaj (NISM), sebuah perusahaan swasta yang kemudian memulai pembangunan jalan kereta api di Indonesia antara Semarang dan Praja Kejawen (Surakarta – Jogjakarta – Mangkunegaran – Pakualaman) pada tanggal 17 Juni 1864 namun karena adanya kesulitan keuangan dan masalahmasalah teknis maka pada tahun 1867 pembangunan hanya mencapai Tangoeng (Tanggung, Kecamatan Tanggungharjo, Kabupaten Grobogan), sekitar 25 kilometer dari Kota Semarang. Baru pada tahun 1873 seluruh lintasan sepanjang 205 kilometer (Semarang – Solo – Yogya termasuk lintasan cabang Kedungjati – Ambarawa) dapat diselesaikan.

     Setiap jalur perkeretaapian harus memiliki pusat pemberhentian maka dari itu selain membangun jalur perkeretaapian, pada 17 Juni 1864, Nederlands Indische Spoorweg Maatschaj (NISM) juga membangun stasiun kereta yang disebut Stasiun Samarang NIS dan Stasiun Samarang Gudang. Stasiun ini dibuka pertama kali bersamaan dengan jalur perkeretaapian Semarang – Tanggung pada 10 Agustus 1867.

Iklan peresmian jalur kereta api pertama. Sumber : Selayang Pandang Sejarah Perkeretaapian Indonesia 1867-2014
Iklan peresmian jalur kereta api pertama. Sumber : Selayang Pandang Sejarah Perkeretaapian Indonesia 1867-2014

     Selama beroperasi, Stasiun Samarang NIS lebih sering melayani pengiriman barang dibandingkan mengangkut penumpang. Hal ini dikarenakan letak stasiun lebih strategis dan terhubung dengan pelabuhan di Kota Semarang sehingga difungsikan untuk membawa barang logistik yang diturunkan dari kapal ke darat dan sebaliknya.

Stasiun Samarang tempo dulu. Sumber: Makalah Tjahjono Rahardjo Berjudul “Berawal di Semarang”
Stasiun Samarang tempo dulu. Sumber: Makalah Tjahjono Rahardjo Berjudul “Berawal di Semarang”
Stasiun Tanggung tempo dulu. Sumber: Makalah Tjahjono Rahardjo Berjudul “Berawal di Semarang”
Stasiun Tanggung tempo dulu. Sumber: Makalah Tjahjono Rahardjo Berjudul “Berawal di Semarang”
      Sayangnya Stasiun Samarang dan Stasiun Samarang Gudang ini dibangun di bekas tanah rawa. Genangan banjir sering melanda area stasiun apabila terjadi pasang air laut. Untuk mengatasi hal itu Direksi NISM sepakat memindahkan kantor pusat dan memisahkan pelayanan penumpang dengan pelayanan barang melalui dua stasiun. Kantor pusat NISM berpindah ke ujung Bodjongweg Semarang. Adapun Stasiun Samarang kemudian dikhususkan sebagai stasiun bongkar muat barang. Sedangkan untuk pelayanan penumpang, NISM membangun sebuah stasiun baru yaitu Stasiun Tawang. Stasiun Tawang dirancang oleh arsitek Belanda Sloth-Blauwboer. Namun pada tahun 1914 untuk memungkinkan perpanjangan rel ke stasiun Tawang maka sebagian Stasiun Samarang dibongkar. Dengan pembongkaran tersebut fungsi Stasiun Samarang NIS tergantikan oleh Stasiun Tawang yang masih berjalan sampai saat ini.

Stasiun Tawang tempo dulu. Sumber: heritage.kai.id
Stasiun Tawang tempo dulu. Sumber: heritage.kai.id

      Untuk mengurangi penumpukan penumpang dan barang di Semarang, dibutuhkan adanya stasiun baru yang besar maka pada tahun 1914 SCS Semarang – Cheribon Stroom membuka stasiun yang besar, yaitu Semarang SCS atau Semarang – West yang dirancang oleh arsitek bernama Henry Maclaine Pont. Dinamakan Semarang West karena lokasinya berada di tepi barat Kota Semarang. Selain untuk mengurangi penumpukan penumpang dan barang di Semarang, Semarang West dibangun untuk pemberhentian terakhir kereta api dari arah Cirebon Prujakan menggantikan Stasiun Pendrikan yang saat itu masih berupa stasiun trem uap. Meskipun sudah dibuka sejak tahun 1914, baru mulai tahun 1921 stasiun paling modern di Semarang itu melayani kereta api bersamaan dengan peresmian kereta api cepat SCS rute Cirebon – Semarang. Saat ini stasiun yang pada masa itu lebih dikenal sebagai Stasiun Semarang – West ini dinamakan Stasiun Poncol karena letaknya yang berada di daerah Poncol.

        Stasiun Poncol tempo dulu. Sumber: Makalah Tjahjono Rahardjo Berjudul “Berawal di Semarang”
        Stasiun Poncol tempo dulu. Sumber: Makalah Tjahjono Rahardjo Berjudul “Berawal di Semarang”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun