Kamis, 25 Oktober 2018, Tiga pekan lebih pasca gempa bumi dan tsunami menerjang wilayah Palu dan Donggala. Sehari sebelum masa tanggap darurat telah ditetapkan sejak tanggal 13 - 26 Oktober 2018 oleh Longki Djanggola selaku gubernur Sulawesi Tengah.Â
Berbagai aktivitas di daerah-daerah terdampak lumpuh akibat bencana, salah satunya yang terjadi di desa Bora, Biromaru, dan Kawatuna yang terdapat di Kabupaten Sigi. Warga mulai bangkit setelah adanya distribusi masuk ke Desa Namo, Kecamatan Kulawi, Kabupaten Sigi oleh relawan. Lantas, apa saja yang dilakukan bersama relawan? Mari kita simak.
 Relawan yang berasal dari Kelompok Mahasiswa Pecinta Lingkungan Hidup dan Kemanusiaan Kembara Insani Ibnu Battutah (KMPLHK RANITA) UIN Jakarta yang telah tiba sejak 2 Oktober 2018 di lokasi bencana Palu melakukan assessment ke daerah-daerah untuk mengetahui jumlah kerusakan, korban jiwa dan kebutuhan mendesak yang ada. Setelah mengetahui semuanya, akhirnya relawan RANITA memutuskan untuk menetap sementara di lokasi yang sangat membutuhkan bantuan.Â
Tepat 19 Oktober 2018 tim bergegas menuju Desa Namo, salah satu wilayah yang masih terisolir, jalan menuju Desa Namo hanya bisa dilalui oleh sepeda motor karena jalanannya masih tetutup oleh tanah longsoran. Hal ini menyebabkan masyarakat Desa Namo belum mendapatkan bantuan logistik dan belum mendapatkan pasokan listrik.
Untuk memenuhi kebutuhan listrik masyarakat Desa Namo memanfaatkan genset yang berbahan bakar minyak, namun semakin hari persediaan bahan bakar minyak di desa Namo semakin menipis, masyarakat khawatir dan berharap di Desa dibangun pembangkit listrik tenaga surya agar pasokan listrik terjamin dan tidak perlu membeli bahan bakar minyak lagi.
Pukul 11.00 WIB tim melakukan controlling Mandi Cuci Kakus. Tim bersama masyarakat sekitar membangun tiga MCK di Desa Namo yang sudah mulai sejak tanggal 20 Oktober. Namun kendala yang terjadi adalah sulitnya mendapatkan bahan bangunan karena akses ke kota masih terputus.Â
Warga bersama tim bersiasat untuk mengambil pasir dari sungai sebagai bahan bangunan. MCK yang dibangun adalah semi permanen, karena warga masih trauma dengan bangunan permanen.
Hingga 25 Oktober 2018, progres mengenai perkembangan pembangunan MCK Â yakni MCK pertama telah berjalan pembangunannya 4 hari dan sudah berdiri dindingnya. MCK kedua sudah dibangun selama 3 hari dan masih pembangunan fondasi sedangkan MCK ketiga yang sudah berjalan pembangunannya selama dua hari baru dibuat septitank.Â
Setelah melakukan pengontrolan pembangunan MCK, tim berbelanja kebutuhan pembangunan MCK dan ba'da Isya tim berdiskusi dengan warga mengenai pembangunan MCK yang sedang dilakukan. Warga berharap agar pembagunan MCK segera selesai dan mulai merasakan nikmat dari hasil upaya warga bersama relawan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H