Maraknya pengadopsian berbagai jenis financial technology yang dilakukan oleh generasi muda Indonesia, tentunya diiringi dengan pesatnya teknologi berkembang. Sebagai digital natives yang mengedepankan praktik layanan keuangan inovatif, Gen Milenial dan Gen Z senantiasa memiliki sikap keterbukaan terhadap segala upaya untuk pengembangan financial technology yang menawarkan aksesibilitas, kemudahan, dan kecepatan. Mulai dari aplikasi digital payment hingga hadirnya beragam platform investasi, generasi muda saat ini tidak menjadi konsumen semata, namun, peran mereka lebih dari itu---tidak lain menjadi agen aktif yang turut menggerakan ekosistem financial technology.
Perpaduan dari peran dan sikap mereka dalam pengembangan financial technology ini tentu memunculkan dampak positif dan negatif yang terbagi dalam porsinya masing-masing. Dampak positif yang sering ditemui adalah bagaimana pembuatan sejumlah platform dengan jenis yang berbeda membantu masyarakat perihal keuangan mereka, entah dari segi kemudahan maupun keamanan. Namun, popularitas beragam jenis financial technology ini  tidak jarang menciptakan situasi atau kondisi "FOMO" atau yang kita kenal sebagai Fear of Missing Out terhadap penggunaan aplikasi atau platform yang mendukung praktik keuangan. Hal ini tentu masuk kedalam dampak negatif yang muncul, sebab situasi Fear of Missing Out terkadang hanya menghasilkan keputusan yang merugikan mereka---entah secara material maupun waktu karena kurangnya teliti dalam menyaring informasi yang beredar di internet dan berujung pada sikap tergesa-gesa dalam mengambil keputusan.Â
Sebagai contoh, investasi saat ini menjadi hal yang mereka kategorikan sebagai praktik keuangan "wajib" untuk menunjang financial freedom di masa yang akan mendatang. Sebenarnya tidak ada masalah mengenai hal tersebut, justru bagus sebab meningkatkan urgensi mereka dalam menanamkan pengetahuan untuk mulai berinvestasi dari jumlah yang kecil dengan cara yang mudah. Namun, penerapan yang kurang matang karena terlalu banyaknya informasi yang beredar dapat menjadi boomerang bagi mereka. Terkadang melalui berbagai pengalaman yang dibagikan oleh individu lain dalam berinvestasi di sosial media, mereka cenderung merasa bingung dan takut jika pengalaman negatif yang dibagikan akan terjadi pada mereka suatu hari nanti, padahal ada sisi positif yang seharusnya dinilai dan dipertimbangkan dengan adanya dua sisi yang berbeda tersebut.Â
Walaupun dianggap sebagai dampak negatif, ironisnya fenomena ini tidak dapat ditinjau sebagai hal negatif semata, karena faktanya situasi tersebut mulai mencerminkan perubahan perilaku finansial yang signifikan pada generasi muda untuk mulai mengelola keuangan mereka dengan lebih cerdas dan terinformasi. Tidak hanya untuk financial freedom saja, perubahan yang kerap terjadi juga didorong oleh faktor lain seperti kebutuhan atas kemudahan dan keefisiensian transaksi di setiap platform digital yang akan mendampingi layanan keuangan sehari-hari mereka secara digital dengan teknologi yang lebih advance saat ini maupun di masa yang akan mendatang.
Mengacu pada fenomena ini, financial technology membuktikan bahwa mereka tidak hanya sebatas "alat" untuk bertransaksi saja, tetapi juga termasuk sarana yang dapat dimanfaatkan untuk mendorong dan meningkatkan pengetahuan finansial untuk mempersiapkan masa depan yang lebih baik. Pernyataan ini dikenal dengan literasi keuangan digital yang didefinisikan sebagai pengetahuan dan pemahaman atas konsep dan risiko keuangan, keterampilan, motivasi, dan keyakinan untuk menerapkan pengetahuan dan pemahaman yang dimilikinya dalam rangka membuat keputusan keuangan yang efektif, serta meningkatkan kesejahteraan keuangan (financial well being) individu dan masyarakat, dan berpartisipasi dalam bidang ekonomi, Organization for Economic Cooperation and Development (2016).
Lantas bagaimana financial technology mulai meningkatkan literasi keuangan digital generasi muda di Indonesia saat ini?
- Rancangan Aplikasi Edukatif
Menjamurnya aplikasi fintech tidak luput dari munculnya berbagai macam fitur canggih yang dapat membantu pengguna secara maksimal. Salah satunya adalah bagaimana perancangan aplikasi fintech saat ini dirancang dengan memuat konten edukasi di segala tahapan keuangan. Contohnya, jika seseorang tertarik dengan fitur baru yang ada di dalam aplikasi, maka aplikasi akan membuat ajakan pengguna tersebut untuk memahami konsep fitur secara spesifik dan apa saja yang dapat mereka lakukan dengan hadirnya fitur tersebut. Biasanya sebelum benar-benar dapat mengakses fitur, pengguna dialihkan ke sub-halaman fitur melalui melalui CTA (call to action), yang artinya ini membantu pengguna bergerak dari eksplorasi informasi menuju kemungkinan melakukan tindakan konkret berupa penggunaan fitur tersebut setelah memahami konsep dari penggunaan dan tujuan fitur.
- Penyajian Konten Berkualitas
Aplikasi fintech kerap menyediakan artikel, video, bahkan teks prosedur edukatif yang berkaitan dengan keuangan melalui situs atau aplikasi dan akun sosial media mereka. Biasanya konten tersebut menyangkut konsep dasar tertentu mengenai keuangan, investasi, atau bahkan manajemen keuangan yang dikemas dalam bentuk konten kreatif dan interaktif agar mudah dipahami dan dipastikan menjangkau audiens muda. Akibatnya, dengan proses penyaluran pengetahuan yang interaktif dan mudah dipahami, mereka menerima informasi dengan jelas dan tentu akan meningkatkan literasi keuangan mereka.
- Penunjang Platform yang Mengutamakan Aksesibilitas
Fintech dirancang agar semua orang memiliki kemudahan akses dalam layanan keuangan yang sebelumnya sulit untuk dijangkau, seperti rekening bank digital/online, pinjaman kredit online, bahkan investasi yang dapat dilakukan dan ditinjau secara online. Dengan kemudahan akses ini, generasi muda mampu belajar melatih mengelola keuangaan mereka secara mandiri.
- Perkembangan Komunitas dan Forum Diskusi Keuangan
Besarnya perkembangan fintech di kalangan muda saat ini mendorong pembangunan komunitas secara online dimana mereka dapat melakukan diskusi, tanya-jawab interaktif, dan membagikan pengalaman mereka tentang keuangan yang akhirnya mendorong pertukaran pengetahuan dan pengalaman.
Walaupun persepsi kemudahan dan efisiensi ini mengacu pada dorongan positif, tidak dapat dipungkiri juga bahwa kemungkinan munculnya sisi negatif dapat terjadi. Maka dari itu, setiap platform financial technology masa kini membuat sejumlah regulasi yang mengacu pada hukum dan diterapkan oleh seluruh pengguna dengan persetujuan mereka untuk melindungi segala hal yang pengguna bagikan pada platform fintech tersebut. Selain itu, adanya regulasi yang diterapkan juga bertujuan untuk meminimalisir segala risiko yang dapat mengganggu stabilitas sistem keuangan mereka dan menjaga kepercayaan publik dengan jaminan pertanggungjawaban sesuai dengan kerangka regulasi yang telah di sepakati kedua belah pihak.
Sumber Referensi
Organization for Economics Co-operation Development. (2016). Measuring Financial Literacy: Questionnaire and Guidance Notes for Conducting an Internationally Comparable Survey of Financial Literacy. INFE.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H