Beberapa tahun kebelakang, sering sekali terdengar bahwa beberapa bank terlibat permasalahan yang mengakibatkan tercorengnya nama baik bank-bank tersebut. Permasalahan seperti bank tidak mampu menyimpan data nasabah dengan baik sehingga data para nasabah tersebut diretas, bank mengalami kerugian bertahun-tahun, dan permasalahan-permasalahan lainnya. Permasalahan-permasalahan tersebut membuat masyarakat atau para nasabah menganggap buruk kepada bank-bank tersebut. Anggapan buruk ini tentu membuat hilangnya kepercayaan masyarakat atau para nasabah kepada bank-bank tersebut yang menyebabkan turunnya reputasi suatu bank.
Untuk itu penting sekali bagi setiap bank untuk dapat mengelola manajemen risiko reputasi dengan baik. Saking pentingnya, risiko reputasi juga dimasukkan dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) No.5 tahun 2003 tentang Penerapan manajemen risiko bagi bank umum. Bahkan sebuah penelitian menyatakan 84% responden setingkat presiden direktur industri keuangan dalam lima tahun terakhir fokus pada pengelolaan risiko reputasinya.
Reputasi adalah nama baik suatu perusahaan. Menurut Helm et al. (2011), reputasi merupakan persepsi yang menggambarkan keseluruhan perilaku organisasi serta hubungannya dengan para stakeholder yang terbentuk seiring dengan berjalannya waktu.
Melalui Pasal 3 ayat (1) huruf e POJK MR BPRS menjelaskan, Risiko Reputasi merupakan risiko akibat menurunnya rasa kepercayaan dari para stakeholder yang bersumber dari pemberitaan negatif yang menyebabkan kerugian besar non finansial terhadap lembaga perbankan. Risiko reputasi dapat bersumber dari berbagai aktivitas bisnis lembaga perbankan antara lain kejadian yang telah merugikan reputasi lembaga perbankan misalnya pemberitaan negative di media massa, pelanggaran etika bisnis, dan keluhan nasabah. Risiko reputasi dibentuk dari berbagai atribut, yaitu : tanggung jawab social, daya tarik emosional, kinerja finansial, produk dan pelayanan, visi dan kepemimpinan, lingkungan tempat kerja.
Risiko reputasi merupakan Risiko yang tidak berdiri sendiri, melainkan Risiko derajat kedua (second tier risk) yaitu Risiko yang terjadi karena dipicu oleh Risiko lain seperti Risiko kredit, Risiko likuiditas, atau Risiko operasional. Dengan demikian, dalam menilai Risiko reputasi perlu dipahami keterkaitan antara Risiko reputasi dan Risiko lain. Kehilangan reputasi yang baik jauh lebih mudah dibanding dengan usaha untuk membangunnya. Sebagian orang menyatakannya dalam metafora, dibutuhkan sepuluh tahun untuk membangun reputasi yang baik, tetapi cukup satu menit saja untuk meruntuhkannya. Walaupn reputasi merupakan suatu hal yang sulit untuk dikelola dan dipertahankan, bukan tidak mungkin lembaga perbankan mampu melakukannya.
Resiko reputasi memang tidak menimbulkan dampak langsung secara finansial, tetapi secara perlahan resiko ini mengikis tingkat kepercayaan nasabah. Bank termasuk industri yang mempunyai sensitivitas tinggi terhadap kepercayaan publik. Hal-hal yang sangat berpengaruh terhadap reputasi antara lain:
- Manajemen
- Pemegang saham
- Pelayanan yang disediakan
- Penerapan prinsip-prinsip syariah
- Publikasi
Bank syariah memiliki risiko reputasi yang lebih berat bobotnya dibandingkan dengan bank konvensional. Karena masyarakat tidak hanya melihat pada aspek operasional tetapi juga spiritual. Oleh karena itu bank syariah harus memiliki manajemen risiko reputasi yang baik.
Manajemen Risiko Reputasi adalah untuk mengantisipasi dan meminimalkan dampak kerugian dari risiko reputasi bank syariah. Risiko reputasi dalam bisnis dapat bersumber dari berbagai aktivitas bisnis bank syariah yang meliputi hal-hal sebagai berikut.
- Kejadian-kejadian yang telah merugikan reputasi bank syariah, misalnya pemberitaan negatif di media massa, pelanggaran etika bisnis, dan keluhan nasabah.
- Hal-hal lain yang dapat menyebabkan risiko reputasi, misalnya kelemahan-kelemahan pada tata kelola, budaya perusahaan, dan praktik bisnis bank syariah.
Dalam penerapan manajemen risiko, khususnya risiko reputasi bagi bank syariah, baik secara individual maupun bagi bank secara konsolidasi dengan perusahaan anak paling tidak mencakup hal-hal sebagai berikut yaitu
- Pengawasan aktif dewan komisaris, direksi, dan DPS,
- Kebijakan, prosedur, dan penetapan limit
- Proses identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan pengendalian risiko serta SIM risiko
Dalam pengelolaan risiko reputasi bank syariah, ada hal yang perlu diperhatikan, yaitu:
- Optimalkan unit pengaduan nasabah. Setiap pengaduan nasabah harus segera ditindak lanjuti, jangan sampai karena tidak direspon bank, nasabah mengadu ke pihak lain misalnya ke media massa.
- Optimalisasi peran Public Relation (PR). Peran PR adalah untuk merancang dan mengorganisir strategi komunikasi yang berisi pesan-pesan yang tepat untuk audience, untuk menjaga reputasi dan meminimalisir risiko reputasi.
- Menjunjung tinggi kaidah syariah. Penerapan kaidah syariah tidak hanya pada produk dan layanan, tetapi juga pada perilaku (attitude) Sumber Daya Manusia (SDM) bank syariah.
- Diperlukan penerapan prinsip Good Corporate Governance dengan optimal, yaitu keadilan, transparansi, akuntabilitas, dan responsibilitas. Penerapan GCG akan melengkapi prinsip kehati-hatian (prudential banking), termasuk pemenuhan kaidah-kaidah syariah (sharia principle) yang berorientasi pada fatwa-fatwa Majelis Ulama (MUI).
- Kemudian SDM bank syariah sebagai penggerak mesin bank syariah juga harus memiliki profesionalisme dan integritas yang tinggi, dengan melaksanakan budaya kerja dan kode etiknya (code of conduct).
- SDM syariah juga ikut mengawal kesyariahan bank syariah dengan memiliki pemahaman dan pengetahuan yang baik di bidang perbankan syariah. Manajemen reputasi harus diterapkan bank syariah baik pada
Risiko reputasi terjadi akibat menurunnya tingkat kepercayaan pemangku kepentingan yang bersumber dari persepsi negatif terhadap bank. Adapun cara pengendalian risiko reputasi yang terbaik adalah dengan melakukan program antisipasi/preventive action dan program pemeliharaan reputasi.