Mohon tunggu...
Ranika Br Ginting
Ranika Br Ginting Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

tempat curhat yang paling ampuh hanya melalui doa

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Perempuan Itu Ibuku

25 Agustus 2012   14:01 Diperbarui: 25 Juni 2015   01:20 212
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Dia yang datang membujukku setiap kali aku bertenggar dengan ayahku adalah ibuku. Dia pula yang sangat membenci kemalasanku ketika tidur-tiduran di rumah di hari libur. Perempuan yang tak banyak bicara dalam pertemuan adat namun sangat suka bekerja keras hanya ibuku. Perempuan yang pernah memukulku dengan bros kain karna kesal melihatku yang nakal juga ibu. Perempuan yang suka menasehatiku agar berhati-hati dengan mahkluk yang bernama Lelaki. Satu kalimat, perempuan cerewet, pekerja keras, berhati lembut, terkesan pendiam, tidak suka mencampuri urusan orang lain, sangat mencinta putri-putrinya  adalah ibuku.

Siapa sangka perempuan yang suka mengejarku disaat aku melarikan diri karena tidak mau diperintah olehnya adalah perempuan yang sangat lembut. Aku tidak akan tahu bila waktu tak menceritakan semuanya kepadaku. Aku dan adikku dididik dengan kasih sayang sapu dan ciuman hangat telah berbuah manis padaku. Anehnya, dia tak berani menentang ayahku demi aku. Seandainya saja dia mengikuti kekerasan kepala dan kepekaan logikanya mungkin aku akan kehilangan kasih sayang seorang ibu hingga detik ini.

Harus kuakui bahwa ayahku adalah pribadi yang hanya mau menang sendiri tanpa bantahan apapun. Koma dalam kalimatnya adalah hal yang mustahil. Tak ada yang pernah berhasil mengubah pandangan ayahku termasuk ibuku. Parahnya lagi bukan hanya ibuku saja yang bungkam melainkan juga nenek dan keluarga yang lainya sudah paham kerasnya hati ayahku. Mereka bilang ayahku seperti monster.

Sejak aku kecil akulah yang paling dekat dengan ayah. Mungkin karena aku tidak cantik dan berkulit agak gelap banyak mulut yang bilang aku mirip dengan ayahku. Hanya dia yang selalu meloloskan permintaanku, dan hanya dia yang tak tega melihat aku menagis tersedu-sedu, juga dia yang mencariku apabila anak matanya tak menemukan aku dirumah. Singkatnya dirumah itu, aku dikatai anak bapak oleh adik perempuanku sementara dia anak ibuku. Secara fisik mereka berkulit putih dan rupawan sementara aku dan ayahku terkesan sangar dan berkulit gelap. Celotehan inilah yang sering dijadikan alasan oleh adikku apabila dia membenci sikap kasar ayahku ketika bertengkar denganku.

Rumahku itu dipenuhi dengan pertengkaran dan suara yang keras. Mungkin bukan hanya aku saja yang terganggu dengan keributan diantara kedua orangtuaku melainkan juga tetangga yang disebelah rumahku juga. Dari dalam kamar, aku menangis sejadi-jadinya sambil menutup mulut kuat-kuat dengan selimut. Kupandangi wajah adiku yang tidur pulas tanpa beban, hanya diam dan tenang. Aku hanya berdoa kuat-kuat dalam hati dan meminta supaya mereka hentikan pertarungan mulut tersebut.

Esoknya ketika pagi datang, waktunya pamitan dan minta uang jajan-mata ibu yag sembab menjelaskan kesedihan menjadi isteri ayahku dan mungkin menjadi ibuku. Ayah makan diluar dan pulang larut malam serta tidur didepan televisi. Kumatikan tivi yang terabaikan tersebut sambil menyelimuti ayahku perlahan-lahan. Dalam tidurnya pun, raut wajahnya seperti mempunyai beban. Sedang ibu sudah tidur lama dalam kekecewaan dan kebencian pada ayahku.

Berdoa satu-satunya harapanku saat itu. Menangis adalah bagian lain yang sering kulakukan. Berharap perseteruan ini berakhir dan melihat mereka sama-sama menghitung uang hasil berjualan di pasar esok hari. Bermimpi mereka akan dipenuhi dengan cinta yang datang dari ilahi. Ajaib mereka berdamai dan makan diatas tikar sambil menonton tivi kudapati ketika aku pulang dari sekolah.

Seberapa lama hal itu berlangsung? Tak lama. Seberapa banyak ibu menangis?sangat banyak. Seberapa sering aku melihat perempuan itu bertahan untukku?sangat sering.Seberapa lama ayah hanya mau menang sendiri?selalu. Seberapa banyak aku mengantungkan diri kepada Yang Esa?tak terhitung. Rumah itu berisi enam hari pertengkaran dan sehari kedamaian. Siapa sangka disanalah aku belajar dan bergulat dengan hidup yang keras, disana aku ditempah bertahan demi impian, disana aku tahu sulitnya hidup berkeluarga tapi dari sana juga aku tahu betapa berharganya menjadi orang yang dicintai khususnya oleh perempuan itu.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun