Mohon tunggu...
Rani Febrina Putri
Rani Febrina Putri Mohon Tunggu... Lainnya - Fresh Graduate, Bachelor of Food Technology | Fiction Enthusiast |

Penyuka fiksi dalam puisi, cerpen, dan novel. Hobi belajar dari buku-buku yang dibaca, orang-orang yang ditemui, lagu-lagu yang didengar, dan tempat-tempat yang dikunjungi.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Dialog di Gerbong Kereta

21 Agustus 2023   11:59 Diperbarui: 31 Agustus 2023   21:05 417
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi kereta api ekonomi tipe package(PT KAI Daop VI Yogyakarta via Kompas.com)

"Ada apa Kak?" tanya Tama karena melihatku berhenti.

Aku menatap gerbong kereta dan lalu lalang orang-orang yang terlihat berdialog dengan dirinya sendiri. Kutarik napas dalam-dalam.

"Ibuku juga sudah tenang di sana, Tam."

Memandang gerbong kereta dan suasana stasiun seperti ini selalu mengingatkanku pada Ibu. Andai bisa kuputar waktu, aku takkan mau ada perpisahan di momen seperti ini, aku takkan melepaskan Ibu pergi jika aku tahu di sana Ibu akan celaka dan tiada. Aku hanya bisa mengumpat keadaan dan memarahi gerbong kereta yang tak pernah berhenti mengingatkanku pada memori menyakitkan itu.

Aku menghela napas, menatap Tama yang juga menatap gerbong kereta. Aku merasakan bebanku berkurang. Aku merasa ada orang yang juga merasakan keadaanku dan tanpa kusadari kami saling berbagi luka untuk kemudian saling menutupnya.

"Maaf, Kak, ternyata kita berada di satu fase kehilangan yang sama."

"Itu sebabnya kita harus saling menguatkan. Hanya kita yang tahu seberapa kuat kita di luar untuk menutupi seberapa lemah kita di baliknya." kataku setengah berbisik sambil merangkulkan tanganku di bahunya yang lebar, lalu kami segera menuju pintu keluar di mana Ayah sudah menunggu dan sedikit kebingungan mencariku.

Aku tidak menyangka akan sedekat ini dengan Tama yang bahkan baru dua kali kami bertemu dan berbincang. Dialog tentang ibu justru merekatkan kami pada perasaan saling menopang satu sama lain dan berbagi cerita dan kesedihan.

Banyak perbincangan ringan namun bermakna di perjalananku kali ini. Termasuk hatiku yang terus berdialog dengan Tuhan. Kukirimkan doa untuk kebahagiaan Ibu di sana. 

Bertemu Tama membuatku sadar bahwa aku tidak sendirian. Bahkan ku yakin banyak anak di dunia ini yang detik ini sedang berjalan dan merangkak di segmen kehidupan tanpa sosok ibu. Fase kehilangan seperti ini bukan akhir dari segalanya, justru terselip banyak hikmah di proses pengikhlasannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun