[caption caption="Hari Kesehatan Jiwa: Dignity in Mental Health"][/caption]
Tahukah Anda tanggal 10 Oktober itu hari apa? Bagi yang belum tahu, tanggal 10 Oktober adalah Hari Kesehatan Jiwa sedunia yang pertama kali diadakan pada tahun 1992 kemudian diperingati setiap tahun sampai sekarang. Tahun ini, tema Hari Kesehatan Jiwa adalah Dignity in Mental Health. Sebelum masuk ke dalam pembahasan mengenai tema, akan dituliskan sedikit mengenai definisi penyakit/gangguan jiwa dan macamnya agar kita mendapatkan sedikit landasan pemikiran dan memahami sudut pandang penulisan artikel ini.
Selama ini masyarakat mengasosiasikan sakit/gangguan jiwa dengan istilah gila atau gendheng (dalam Bahasa Jawa), linglung, hilang akal, dan kondisi sejenisnya. Berikut ini adalah definisi sakit/gangguan jiwa yang dikutip dari berbagai sumber:
- Penyakit mental merupakan akibat dari tidak mampunya orang menghadapi kesukaran-kesukarannya dengan wajar atau tidak sanggup ia menyesuaikan diri dengan situasi yang dihadapinya.[1]
- Gangguan jiwa adalah kesulitan yang dihadapi oleh seseorang karena hubungannya dengan orang lain, kesulitan karena persepsinya tentang kehidupan dan sikapnya terhadap diri sendiri.[2]
- Penyakit jiwa (psikosis) adalah penyakit yang menyebabkan kepribadian seseorang terganggu dan selanjutnya menyebabkan kurang mampu menyesuaikan diri dengan wajar dan tidak sanggup memahami problemnya.[3]
- Gangguan jiwa (neurosis) adalah kumpulan dari keadaan-keadaan yang tidak normal, baik yang berhubungan dengan fisik, maupun mental.[4]
- Segala sesuatu yang mengakibatkan manusia melampaui batas keseimbangan/kewajaran dan mengantar kepada terganggunya fisik, mental, bahkan kepada tidak sempurnanya amal seseorang.[5]
- Dan adapun orang-orang yang di dalam hati mereka ada penyakit[6], maka dengan surat itu bertambah kekafiran mereka, di samping kekafirannya (yang telah ada) dan mereka mati dalam keadaan kafir. (QS: al-Taubah:125)
Para ahli berpendapat bahwa antara penyakit jiwa dan gangguan jiwa, keduanya tidak berbeda dalam macamnya, namun hanya berbeda dalam tingkat saja, yang berarti bahwa gangguan adalah keadaan yang lebih ringan daripada sakit jiwa.[7]
Secara umum, orang dengan gangguan jiwa ringan masih mampu hidup di tengah-tengah masyarakat. Dirinya pun juga masih bisa menyadari bahwa ada sesuatu yang salah di dalam jiwanya. Sedangkan orang dengan gangguan jiwa berat seringkali tidak menyadari bahwa ada sesuatu yang salah di dalam jiwanya. Ia merasa bahwa dirinya normal. Padahal, segala sisi kepribadiannya menunjukkan kegoncangan dan ketidakserasian, baik dalam hal perasaan, pengenalan diri, motivasi, interaksi sosial, dan sejenisnya. Sehingga orang-orang di sekitarnya dapat dengan mudah mengenali adanya sesuatu yang salah dan tidak beres itu.
Tanda-tanda penyakit mental/gangguan kejiwaan antara lain adalah kecemasan (anxiety) dan ketegangan (tension) yang berlebihan, rasa tidak puas terhadap perilaku diri sendiri, berlebih-lebihan dalam menanggapi permasalahan yang sedang dihadapi, ketidakmampuan untuk berfungsi secara afektif dalam menghadapi permasalahan.[8]
Contoh-contoh gangguan kejiwaan adalah Skizofrenia[9], Skizoafektif[10], Dissociative Identity Disorder (DID)[11], Self-Injury Disorder[12], Gangguan Kepribadian Antisosial[13], Homoseksual[14], Anoreksia nervosa (gangguan pola makan)[15], Bulimia nervosa[16], Obsessive Compulsive Disorder (OCD)[17], Bipolar Disorder[18], Paranoid[19], dan lain-lain.
Gangguan kejiwaan juga akan menyebabkan berbagai macam penyakit jiwa lainnya seperti iri hati, dengki, hasud, ketakutan tak beralasan, sedih tak beralasan, kecemasan tak beralasan, marah-marah tanpa alasan, bimbang, ragu-ragu, was-was, frustasi, perasaan tertekan, putus asa, depresi, delusi[20], minder, sombong, penimbun kompulsif[21]dan sebagainya.
Sedangkan masalah-masalah gangguan mental yang berkaitan dengan genetika antara lain Sindrom Down[22], Autisme[23], Skizofrenia (lihat penjelasan pada footnote 9), Bipolar disorder (lihat penjelasan pada footnote 18), ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder)[24]
Ada beberapa yang tergolong sebagai penyakit jiwa tetapi tidak saya masukkan ke dalam tema artikel ini, “tidak mendiskriminasi orang-orang dengan masalah kesehatan mental/jiwa”, karena penyakit-penyakit mental/jiwa ini bukanlah jenis perilaku bermartabat yang layak dirangkul oleh warga dunia dan memang sudah selayaknya didiskriminasi juga dijauhi karena bersifat sangat merugikan, merusak, dan membahayakan, yaitu Psikopat[25], korupsi, membunuh, merampok, menipu, memfitnah, perilaku kejahatan kriminalitas lainnya, dan sejenisnya.
Berkaitan dengan tema Hari Kesehatan Jiwa 2015, Dignity in Mental Health, menurut WHO, dipilihnya tema ini tujuannya adalah untuk meningkatkan kesadaran warga dunia tentang apa yang dapat dilakukan untuk memastikan orang-orang yang memiliki masalah kesehatan mental dapat menjalani hidupnya secara bermartabat mengingat banyak orang di dunia yang mengalami masalah kesehatan mental diperlakukan secara diskriminatif, diberi stigma buruk dan dikucilkan oleh masyarakat, bahkan sering mendapatkan perlakukan yang melecehkan baik secara fisik maupun psikis. Intinya, hak asasi mereka sebagai manusia sering diabaikan.[26]