Mohon tunggu...
raniatunnada
raniatunnada Mohon Tunggu... Lainnya - Universitas Islam Negri Sultan Maulana Hasanudin Banten

Saya mahasiswi Universitas Islam Negri Sultan Maulana Hasanudin Banten jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam

Selanjutnya

Tutup

Artificial intelligence

Teknologi dalam Kehidupan Beragama:Apa Peluang dan Tantangannya?

30 Desember 2024   20:00 Diperbarui: 30 Desember 2024   18:01 25
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Artificial Intelligence. Sumber ilustrasi: pixabay.com/Gerd Altmann

Banyak aspek kehidupan manusia yang berubah secara cepat akibat kemajuan pesat teknologi informasi,Di era digital saat ini, manusia telah menjadi makhluk maya, yang memungkinkan mereka memiliki karakteristik dan sifat yang berbeda dari kehidupan nyata. Akibatnya, banyak orang mengalami kepribadian ganda, karena mereka hidup di dua dunia sekaligus: dunia nyata dan dunia maya.Teknologi telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan manusia, termasuk dalam bidang kehidupan beragama.Pemanfaatan teknologi dapat memperkuat praktik keagamaan, namun juga menimbulkan tantangan baru yang perlu diantisipasi.

Di era digital ini, hal-hal yang bersifat pribadi atau berkaitan dengan ranah pribadi tidak lagi menjadi tabu untuk diungkapkan secara publik. Setiap individu kini memiliki kemampuan untuk mengakses dan menikmati dinamika kehidupan pribadi orang lain. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika aspek moral dalam kehidupan di zaman komputer dan internet sering kali terasa tidak adil. Keterampilan masyarakat dalam memanfaatkan teknologi digital seharusnya sebanding dengan kesadaran berbahasa mereka saat menjalankan penelitian dengan pendekatan kritis. Bahasa berfungsi sebagai jembatan antara komunikator dan komunikan, sedangkan media massa berperan sebagai penyampai pesan. Tak heran jika di tingkat wacana, era digital menciptakan apa yang bisa disebut sebagai "pertarungan opini" yang luas, di mana audiens dapat dengan bebas memahami teks yang dihasilkan. Masyarakat pun didorong dan dilatih untuk menjadi individu yang rasional. Namun, regulasi yang ketat dan kekuasaan hukum yang tidak sepenuhnya terpenuhi sering mengakibatkan individu kehilangan identitas diri mereka.

Peluang Agama di Era Digital

Sangat penting dalam praktik dakwah untuk mengenali dan memahami audiens kita. Dengan memahami latar belakang dan pengetahuan mereka, kita dapat menyampaikan pesan agama dengan cara yang relevan, jelas, dan mudah dipahami oleh mereka. Namun, penting untuk diingat ketika komunikasi disesuaikan dengan akal manusia tidak boleh mengabaikan atau mengurangi kebenaran dan substansi pesan agama. Menyampaikan ajaran agama secara lengkap dan benar adalah tujuan akhir dari dakwah karena saat ini teknologi telah berkembang sebagai pendukung da'I dalam dakwah.

Sektor agama melihat banyak peluang baru yang ditawarkan oleh teknologi, salah satunya adalah penyebaran dakwah yang lebih luas. Dakwah sekarang dapat menjangkau lebih banyak orang di berbagai belahan dunia melalui internet,platform streaming, podcast, dan media sosial yang menyampaikan pesan agama secara kontemporer dan menarik, terutama bagi generasi muda yang akrab dengan teknologi digital. Teknologi juga membuat pendidikan agama lebih mudah diakses dan merata. Mereka yang terkendala waktu atau lokasi geografis dapat mengakses kursus atau ceramah agama secara online dari mana saja dan kapan saja. Selain itu, telah muncul berbagai cara baru untuk menyampaikan nilai-nilai agama, seperti game edukatif, aplikasi interaktif, dan video animasi. Ini membuat pembelajaran agama lebih menarik, terutama untuk anak-anak dan remaja. Selain itu,pemuka agam kini memiliki peran baru sebagai pendidik digital,memanfaatkan platform online untuk memberikan ceramah,bimbingan atau menjawab pertanyaan jamaah secara langsung,sehingga hubungan antara pemuka agama dan jamaah menjadi lebih personal tanpa batasan ruang dan waktu.

Tantangan Yanga di Hadapi

Sektor agama menghadapi berbagai tantangan di era disrupsi teknologi, salah satunya adalah perubahan cara beribadah. Teknologi telah memungkinkan ibadah dilakukan secara online, menggantikan ibadah tatap muka di tempat-tempat ibadah. Meskipun ini menawarkan kemudahan, kekhawatiran muncul bahwa esensi kebersamaan dalam ibadah dapat berkurang, mengurangi interaksi sosial yang biasanya memperkuat rasa persatuan dalam komunitas agama. Selain itu, kemudahan akses informasi agama melalui internet juga menjadi tantangan. Orang-orang cenderung mencari jawaban atas pertanyaan agama melalui mesin pencari atau media sosial, yang sering kali menghasilkan pemahaman dangkal atau bahkan salah kaprah. Nilai-nilai agama yang seharusnya dipelajari dengan mendalam sering kali tereduksi menjadi kutipan atau cuplikan video singkat. Di sisi lain, media sosial juga dapat memperburuk polarisasi dan ekstremisme. Teknologi memungkinkan penyebaran ideologi, termasuk yang radikal, dengan mudah, dan ini dapat memperparah perpecahan dalam masyarakat, termasuk di kalangan umat beragama. Tantangan lainnya adalah kesenjangan akses teknologi. Tidak semua orang memiliki akses yang sama terhadap internet atau perangkat digital, terutama di daerah-daerah terpencil, sehingga menciptakan ketimpangan dalam pendidikan agama antara mereka yang dapat belajar melalui platform online dan yang masih bergantung pada metode konvensional. Selain itu, ada risiko komersialisasi agama di era digital, di mana tokoh agama muncul sebagai influencer media sosial yang menjual produk religi atau menawarkan jasa bimbingan spiritual berbayar. Hal ini menimbulkan pertanyaan etis tentang kemungkinan pelunturan nilai-nilai agama oleh kepentingan komersial, yang dapat merusak keaslian pesan spiritual dalam masyarakat.Oleh karena itu, pemanfaatan teknologi dalam sektor agama perlu diimbangi dengan kesadaran, kebijaksanaan, dan pendekatan yang tepat agar peluang dapat dimaksimalkan dan tantangan dapat diminimalkan.

Untuk menghadapi berbagai tantangan ini, agama perlu beradaptasi dengan bijak. Peningkatan literasi digital, baik di kalangan pemimpin agama maupun umat, sangat penting agar mereka dapat memanfaatkan teknologi secara efektif dan menyaring informasi yang valid. Selain itu, penting untuk menjaga keseimbangan antara penggunaan teknologi dan nilai-nilai tradisional, sehingga interaksi daring tidak menggantikan hubungan tatap muka yang esensial. Membangun narasi positif di media digital juga menjadi hal yang krusial, dengan mempromosikan pesan-pesan perdamaian dan toleransi guna melawan konten negatif atau ekstremisme. Kolaborasi dengan perusahaan teknologi untuk menciptakan aplikasi atau platform yang mendukung kebutuhan spiritual umat secara bertanggung jawab juga patut dipertimbangkan.

Dengan langkah adaptasi yang tepat, agama dapat menjadikan teknologi sebagai alat untuk memperkuat ajaran-ajarannya, menjangkau lebih banyak orang, dan tetap relevan di era digital saat ini. Namun, kesadaran akan tantangan yang muncul perlu senantiasa diperhatikan agar agama tidak kehilangan esensi spiritualnya di tengah perkembangan teknologi yang terus berubah.

Referensi:

Rajab, M. (2014). Dakwah dan tantangannya dalam media teknologi komunikasi. Jurnal Dakwah Tabligh, 15(1), 69-90.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Artificial intelligence Selengkapnya
Lihat Artificial intelligence Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun