Mohon tunggu...
Rania Wahyono
Rania Wahyono Mohon Tunggu... Wiraswasta - Freelancer

Mencari guru sejati

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Filosofi Hidup Biasa-Biasa Saja tapi Tetap Bahagia

7 November 2024   10:35 Diperbarui: 7 November 2024   12:53 108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi seseorang yang tetap bahagia walau hanya melakukan hal sederhana dan hidup yang biasa saja. Foto: pexels.com/Vasily Baranov 

Mungkin sebagian besar dari kita merasakan kalau banyak tuntutan hidup yang mesti harus dipenuhi, apalagi di zaman sekarang. Harus memenuhi berbagai standart sosial di masyarakat seperti mempunyai pencapaian karir yang hebat, pendidikan tinggi dan materi yang melimpah.

Lulus kuliah harus tepat waktu dan  bisa langsung dapat kerja. Kerjanya harus di perusahaan besar dengan gaji dua digit. Setelah itu menikah, punya rumah dan mobil. Kalau bisa memiliki investasi supaya ada passive income buat pensiun besok.

Belum lagi melihat teman-teman yang sudah sukses atau sosok publik figur yang berhasil mencapai semua dengan sangat sempurna. Kita jadi mulai overthinking, susah untuk merasa bahagia dan menikmati hidup. 

Jadi, bagaimana caranya untuk mencapai kebahagiaan meskipun kita menjalani ordinary life atau hidup yang biasa-biasa saja?

Penyebab Tidak Bisa Bahagia Menurut Alain de Botton 

Alain de Botton, seorang filsuf dan penulis kontemporer asal Inggris sekaligus pendiri The School of Life. Sebuah organisasi yang berfokus pada panduan tentang cara bagaimana menjalani kehidupan yang lebih bermakna.

Buku-buku karyanya sering membahas tema-tema kontemporer seperti cinta, pekerjaan, kebahagiaan, seni, perjalanan hidup dan menjadi best seller. Misalnya Essays in Love, The Consolations of Philosophy, The Art of Travel, dan Status Anxiety.

Ia mengungkapkan bahwa seseorang seringkali menghadapi berbagai tekanan dan masalah yang menyebabkan krisis dalam kehidupan mereka dan tidak bisa menjalani hidup seutuhnya. Merasa tertekan karena tuntutan karir yang tinggi demi memenuhi ekspektasi orang lain. Akibatnya pikiran tidak tenang dan khawatir tentang bagaimana mereka terlihat di mata orang lain.

Tekanan dari masyarakat kadang cenderung menghakimi dan cepat menilai. Pertanyaan seperti "kerja di mana?" atau "kerja sebagai apa?" bisa menjadi beban karena merasa pekerjaannya tidak sesuai dengan ekspektasi sosial. Ketika jawabannya dianggap tidak bergengsi seseorang bisa dikritik atau dianggap tidak sukses, meskipun mereka telah berjuang keras.

Apalagi kita hidup di era yang sering menilai kebahagiaan dari segi materi, sehingga banyak orang merasa harus memiliki kekayaan untuk diakui. Akhirnya tercipta standart kolektif di masyarakat bahwa kekayaan adalah kunci untuk mendapatkan atensi dan penerimaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun