Pilkada Padang putaran kedua yang akan digelar pada tanggal 11 Desember 2013 adalah topik yang menarik untuk dikupas dalam diskusi dimanapun. Kemaren diwarung, lalu di lobi kantor, pelataran mesjid, diantara onggokan ikan di pasar raya dan tentu di posko masing-masing. Hari-hari kedepan akan sangat mendebarkan bagi kedua pasangan calon dan juga tim suksesnya. Deje yang berada pada urutan kedua akan takut jika mereka tidak bisa beranjak dari 59.845 suara, mengejar Mahyeldi yang unggul 10% diatasnya. Begitupun Mahyeldi-Emzalmi yang unggul di putaran pertama juga menyimpan sedikit khawatir kalau-kalau suara mereka tidak jauh berubah dari angka 92.218 suara. [caption id="attachment_290733" align="aligncenter" width="300" caption="sumber : www.schwn.co"][/caption] Menambah jumlah suara adalah keharusan untuk menjaga langkah memenangi pilkada Kota Padang. Maka suara dari 8 pasangan lain dan 42% suara golput akan menjadi perebutan bagi kedua pasangan, untuk itu harus adu kuat adu strategi. Mendapatkan dukungan dari 8 pasangan calon lain sangatlah dibutuhkan dan itu sangat mudah. Namun tidak dapat dipastikan bahwa 8 pasangan calon tersebut juga mampu membawa seluruh suara yang telah dikantonginya pada putaran pertama. Kalaupun nanti Deje mengklaim akan mendapatkan dukungan dari 8 pasangan calon lain. Hal ini tidak akan serta merta membuat seluruh suara pasangan calon lain masuk ke lumbung suara Deje. Misal, jika Michel menyatakan akan mendukung Deje pada putaran kedua, itu tidak secara otomatis membuat masyarakat yang pada putaran pertama pertama memilih Michel langsung beralih secara total memilih Deje. Hal ini dikarenakan sebagian besar pemilih Michel adalah masyarakat religius, sehingga lebih memungkinkan bagi mereka untuk memilih Mahyeldi yang lebih religius dibandingkan Deje. Sehingga kegiatan-kegiatan keagamaan yang dulu dirancang Fauzi Bahar mereka yakini akan tetap berlanjut di masa pemerintahan Mahyeldi. Begitu juga jika nanti misalnya Emyu mendukung Mahyeldi, kita tidak bisa memastikan bahwa seluruh suara Emyu juga akan memilih Mahyeldi. Sebagian pendukung Emyu bisa jadi memilih Deje karena menginginkan pemimpin yang baru, sehingga mereka tidak memilih Mahyeldi yang mereka anggap sebagai pemimpin lama. Namun perlu diingat bahwa sebagaimana dahulu kita tidak pernah menyamakan antara SBY dan Megawati, walaupun mereka pernah berada dalam satu sistem kabinet. Maka kita pun tidak bisa menyamakan Mahyeldi dengan Fauzi Bahar, walaupun keduanya adalah pasangan walikota dan wakil walikota. Kesimpulan yang menyebutkan bahwa Padang di masa kepemimpinan Mahyeldi nantinya akan tetap sama dengan Padang di masa Fauzi Bahar, adalah kekeliruan. Dahulu pembuat kebijakan-kebijakan strategis tentang pembangunan Kota Padang adalah Fauzi Bahar, sementara Mahyeldi tidak terlalu dilibatkan. Tentu akan sangat berbeda jadinya, jika nanti Mahyeldi lah yang menjadi pembuat kebijakan. Begitupun jika dilihat dalam program unggulannya yang peduli dengan masyarakat dan tidak fokus dengan pembangunan fisik semata, jelaslah ia sangat berbeda dengan Fauzi Bahar. Jika masyarakat memang menginginkan pemimpin yang baru maka Mahyeldi tentu memenuhi kriteria itu. Pada akhirnya, suara masyarakat akan sangat sulit diprediksi. Suara siapa untuk siapa, tidak ada yang bisa memastikan selain si pemilik suara dan Allah saja. Semoga cuaca pilkada putaran kedua semakin cerah, iklim badunsanak kian kental dan partisipasi pemilih meningkat. Dan setelah ini semua selesai, saya ingin menikmati Padang dalam nuansa yang baru.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H