Kemaren saya dan beberapa teman kantor melakukan perjalanan dinas ke Kabupaten Pasaman Barat, dalam perjalanan kami singgah sejenak di salah satu warung sate Kota Pariaman. Ada banyak orang di dalam yang makan sate sambil berdiskusi hangat ditemani secangkir kopi, ota lapau istilahnya. Mengetahui kami dari Padang, salah seorang langsung berkomentar "pilkada Padang duo putaran yo pak?, kalau 'jangguik' nan manang, seluruh pejabat akan nyo ganti dengan orang-orang 'bajangguik' pulo, ancak piliah deje lai". (Pilkada Padang dua putaran ya?, kalau jenggot yang menang maka seluruh pejabat akan diganti dengan orang-orang berjenggot, lebih baik pilih deje). Istilah jangguik (jenggot) itu merujuk kepada Mahyeldi dan orang-orang PKS yang sebagian besar memang berjenggot. Sedangkan deje adalah singkatan dari Desri Ayunda dan Jemes Hellyward.
Saya tidak terlalu kaget dengan komentar pengunjung warung. Komentar yang sama juga sering saya dengar di Padang, ini tidak lebih hanyalah isu yang digunakan untuk menyerang Mahyeldi. Komentar itu tidak berdasarkan fakta yang kuat, karena di Provinsi Sumatera Barat sendiri yang gubernurnya berasal dari PKS yang disebutnya sebagai kelompok orang berjenggot, tidak serta-merta mengganti seluruh pejabat esselon dengan orang-orang PKS. Hal yang sama juga bisa kita lihat di Sumut dan Jabar. Tapi yang menarik adalah bahwa locus komentar ini berlangsung di Kota Pariaman, ada puluhan kilometer jarak yang memisahkannya dari Kota Padang. Masyarakatnya yang tidak terlibat dalam Pilkada justru terlibat dalam menyebarkan isu-isu yang tidak benar. Ini mengisyaratkan bahwa Pilkada Kota Padang memang panas, hangatnya sampai ke kabupaten/kota lain, anginnya berhembus kemana-mana dengan membawa bau busuk isu-isu.
Dan perkara jenggot Mahyeldi memang menjadi isu yang seksi dalam Pilkada Padang. Menjelang putaran pertama menyebar isu bahwa Mahyeldi sudah sangat tua, lihatlah jenggotnya yang memutih dengan uban, tidak layak lagi memimpin Kota Padang. Saya tidak tahu pasti pasangan calon mana yang memainkan isu ini. Tapi sepertinya orang-orang yang tidak menyenangi Mahyeldi akan memutar lagi isu ini menjelang Pilkada putaran kedua.
[caption id="attachment_290009" align="aligncenter" width="300" caption="sumber image : rangtalu"][/caption]
Jika kita melihat poster Mahyeldi tanpa data maka kita juga akan tertipu dan mengatakan bahwa ia sudah tua. Tetapi mari kita berbicara dengan data, saya sudah mencari dan mencoba membandingkan data keduanya, Mahyeldi yang terlihat tua dengan data Desri Ayunda yang terlihat gagah dan muda. Alangkah terkejutnya saya ketika mengetahui bahwa Mahyeldi ternyata lebih muda 5 tahun dibanding Desri Ayunda. Mahyeldi lahir tanggal 25 Desember 1966 (47 Tahun) sedangkan Desri Ayunda lahir 24 Oktober 1961 (52 Tahun). Jenggot putih Mahyeldi sama sekali tidak menandakan ia tua, Kumis hitam Desri juga tidak menandakan ia muda.
Selain perkara jenggot dan kumis, pertarungan Mahyeldi dan Desri Ayunda dalam Pilkada putaran kedua akan sangat menarik. Ini adalah pertarungan dua kutub yang berbeda, antara Mahyeldi yang muda dengan Desri yang tua, antara Mahyeldi yang berpengalaman dalam pemerintahan dengan Desri yang pendatang baru dalam panggung politik, antara Mahyeldi yang lahir melalui partai politik dengan Desri yang maju melalui jalur independen.Siapapun pemenangnya nanti, kita berharap akan memberikan yang terbaik untuk Kota Padang.
Desember nanti pertarungan ini akan memasuki puncaknya kembali. Pilihlah pemimpin yang tidak menjadikan jabatan sebagai ambisinya, pilihlah orang yang ingin mengabdikan dirinya bagi orang banyak. Pilihlah mereka yang berjuang dan berkampanye secara jujur.
------
Sekian dulu,
#sambil mengelus jenggot saya yang hanya sepuluh helai dan jejeran kumis yang tipis-tipis :D
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H