Mohon tunggu...
Rangga Yudhika
Rangga Yudhika Mohon Tunggu... -

Hati seorang Indonesia, pecinta backpacker style dan fotografi\r\n...because life is a journey\r\nwww.ranggayudhika.wordpress.com\r\n@ranggayudhika

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Wow, Ajaibnya Dieng Plateu!

1 Juli 2012   15:10 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:22 632
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Brrrrr... suhu tengah malam yang begitu dingin menusuk tulang saya. Berada di ketinggian sekitar 2000 meter diatas permukaan laut tidak hanya membuat saya merasakan udara yang sejuk, namun cukup membuat saya menggigil kedingingan.

Indonesia dikenal dengan negara yang memiliki keragaman suku bangsa dan budaya. Tidak hanya itu, Indonesia yang tercatat di Perserikatan Bangsa Bangsa memiliki lebih dari 13,000 pulau juga memiliki potensi wisata alam yang begitu besar.

Memilih satu objek wisata alam yang mampu mewakili nuansa Indonesia bukanlah hal yang sulit, meskipun juga tidak begitu mudah. Objek wisata di kawasan Dieng, Wonosobo, bisa menjadi salah satu daerah yang dapat mewakili indahnya alam Indonesia. Berada di sebelah barat gunung kembar yaitu Gunung Sindoro dan Gunung Sumbing, Dieng juga merupakan salah satu kawasan vulkanif aktif di Indonesia.

Perjalanan menuju Dieng harus dilalui dengan perjalanan panjang dengan medan yang terus menanjak. Tiba di kawasan Dieng, pemandangan yang begitu hijau dengan udara yang begitu segar akan membuat kita melupakan rasa lelah selama perjalanan jauh.

Tidak usah khawatir mencari akomodasi di kawasan yang biasa disebut “Dataran Tinggi Dieng”ini. Penginapan berjenis home stay di rumah warga hingga penginapan yang berkelas sejenis resor tersebar di berbagai sudut Dieng. Kali ini suasana perkebunan teh menjadi pilihan tempat peristirahatan kami.

Suhu yang begitu dingin menjadi tantangan tersendiri ketika bermalam di Dieng. Bayangkan, setelah menggunakan jaket tebal, selimut dan kain tambahan, saya masih tidak dapat menahan suhu dingin yang terus menusuk tulang saya. Karena terus terbangun sepanjang malam, sayamerasa tidak sabar untuk kembali merasakan sinar matahari yang hangat.

Selain suhu yang normalnya mencapai 10⁰C di malam hari, penjaga penginapan menyebutkan bahwa ada kondisi bernama bun apus dimana suhu udara bisa mencapai 0⁰C. Ingin menikmati udara di suhu yang bisa mencapai suhu beku? Dienglah tempatnya.

Teh Terbaik Dari Pegunungan Dieng

Berkeliling kebun teh menjadi kegiatan pembuka pagi hari kami. Sambil berkeliling dan menikmati pemandangan kebun teh, kami baru mengetahui bagaimana cara para pemetik teh bekerja. Pucuk-pucuk teh yang terbaik akan dipilih untuk kemudian dikumpulkan dalam karung yang menempel di punggung para Ibu pemetik teh.

Berkat lokasinya yang berada di dataran tinggi, teh yang dihasilkan pegunungan Dieng menjadi salah satu teh terbaik di Indonesia. Proses pemilahan dan pengolahan yang begitu panjang akan menghasilkan teh dengan cita rasa yang tinggi. Sambil menyeruput segelas teh hangat, saya pun paham mengapa teh ini terasa begitu nikmat.

Wanginya daun teh membuat saya teringat dengan seorang teman saya asal Ukraina. Teman saya ini tidak percaya kalau setiap kali makan di restoran ataupun penjual makanan kaki lima di Indonesia, teh selalu menjadi teman makan kita. Bagi orang bule, minum teh saat makan adalah hal yang sangat aneh. Bagi kita pun tampaknya cukup aneh bila melihat orang bule menikmati minuman beralkohol ketika menyantap menu makanan mereka.

Kawah Bergemuruh

Ketika berada di salah satu puncak pegunungan, kita akan meliha

13411615711310621793
13411615711310621793
t betapa hijaunya dataran tinggi Dieng. Sebagian besar tanah di Dataran Dieng dipenuhi dengan area perkebunan yang begitu subur dengan hasil kebun mereka seperti kentang dan tomat.

Dugaan saya di malam hari ketika berpikir bahwa udara di siang hari akan menjadi lebih hangat ternyata salah. Ketika berada di area terbuka di kawasan Dieng Plateu Theater, kami semua harus bersembunyi di balik tembok untuk menghindari angin yang menghembuskan udara dingin. Theater dengan teknologi modern dan ruangan seperti simulator ini menjadi satu-satunya ruangan kami menghangatkan badan, sambil menonton video dokumentasi mengenai Dieng.

1341161908731794912
1341161908731794912

Dieng yang juga terkenal dengan julukan Dieng Plateu, membuktikan bahwa Dieng memiliki banyak kawah vulkanik. Kawah yang paling terkenal adalah kawah Candradimuka yang ajaibnya tidak pernah berhenti mengeluarkan semburan gas dan uap panas. Menurut informasi warga setempat, kawah ini sering mengeluarkan suara gemuruh yang cukup keras dan terdengar hingga ke pemukiman warga di sisi lereng gunung.

Sebelum memasuki area kawah, kami sudah diperingatkan untuk tidak membuang puntung rokok ataupun menyalakan api karena area ini memiliki lubang-lubang kecil yang masih mengeluarkan uap dan gas. Rasanya begitu menantang ketika berjalan melewati jalanan berbukit dengan dasar bebatuan belerang yang bisa senantiasa mengeluarkan uap dan gas.

Dengan sangat berhati-hati, kami melangkah mendekati kawah Candra

1341161615790627510
1341161615790627510
dimuka. Maklum, kami belum pernah melihat kawah sebesar ini dari jarak yang begitu dekat. Kawah ini terus mengeluarkan uap panasnya. Sesekali bau belerang dan gas keluar dari kawah yang tampak seperti air membara tersebut. Benar-benar sebuah misteri dan keajaiban alam yang menakjubkan.

Tenggelam Dalam Kekaguman Alam Dieng

Tidak lama kemudian kami berpindah ke salah satu objek wisata alam yang begitu terkenal di Dieng. Telaga Warna yang warna airnya bisa berubah-ubah telah menya

1341166664576664299
1341166664576664299
mbut kami di puncak bukit. Panorama Telaga Warna membuat saya tenggelam dalam kekaguman indahnya alam Dieng, dengan pepohonan hijau yang begitu teduh di sisi telaga melengkapi indahnya telaga vulkanik ini. Sinar matahari semakin membuat air telaga dengan kandungan sulfur (belerang) yang tinggi ini tampak begitu hijau menawan. Saya merasa semakin tidak sabar untuk turun dan mendekat ke sisi telaga.

Melangkah menuruni sisi tangga, kami baru tahu bahwa ternyata Dieng juga memiliki gua-gua tempat bersemedi yang memiliki kisah mistis. Gua Semar, Gua Sumur dan Gua Jaran merupakan tiga gua yang terdapat di kawasan Telaga Warna. Arca Semar di depan Gua Semar menjelaskan bahwa gua itu dijaga oleh eyang Semar. Hingga saat ini, masih begitu banyak orang yang melakukan ritual semedi di Gua Semar. Bau dupa tercium jelas di depan gua yang dijaga oleh juru kunci ini.

13411668161609297705
13411668161609297705

Gua Sumur sendiri merupakan gua yang memiliki kolam kecil dan konon memiliki air bertuah. Satu-satunya gua yang tidak memiliki penjaga adalah Gua Jaran atau disebut juga Gua Kuda. Bersama @rayudhika dan @renaldorolino, kami sempat mencoba menuruni lubang gua yang begitu sempit. Dengan perasaan takut, tiba-tiba kami melihat ada satu batu yang berbentuk seperti kepala kuda. Saking takutnya, sontak kami langsung membalikkan badan dan berlari keluar dari gua hingga hampir tergelincir.

Wisata Budaya yang Unik

Cara berpakaian warga Dieng pun terlihat unik dengan balutan kain-kain seperti orang Mongolia. Tidak hanya menawarkan wisata alam, Dieng pun menawarkan wisata budaya yang unik.

Ketika sedang berada di pemukiman warga dan menikmati kopi hangat di sebuah warung, kami melihat beberapa anak dengan rambut yang tampak menggumpal. Karena melihat kami kebingungan, sang pemilik warung bercerita ke kami mengenai fenomena “rambut gembel atau gimbal” tersebut. Meskipun diluar akal sehat, ternyata awalnya anak-anak yang biasanya berusia empat minggu hingga enam tahun tersebut terkena demam tinggi. Anehnya beberapa waktu kemudian rambut mereka pun menjadi gimbal.

Masyarakat sekitar percaya bahwa mereka tidak boleh menggunting rambut tersebut kecuali memang permintaan sang anak untuk dipotong. Biasanya permintaan tersebut akan diiringi oleh permintaan hadiah dari sang anak dan harus dipenuhi oleh orang tua mereka. Ritual pemotongan rambut gimbal yang diikuti oleh penyerahan hadiah merupakan sebuah prosesi yang panjang. Prosesi tersebut diawali oleh persembahan sesajian yang diikuti oleh rangkaian upacara serta tarian. Dieng Culture Festival yang diadakan setiap tahun di bulan Juli atau Agustus sudah memasukkan upacara cukur rambut ini dalam agenda kegiatan turisme mereka.

Konon, Dieng berasal dari kata “Di Hyang” yang berarti Negeri Para Dewa. Tidak heran jika saat ini Dieng pun sering dijuluki Bumi Kahyangan. Dieng pun pernah menjadi pusat peradaban budaya Hindu, dapat dilihat dari penyebaran candi-candi di daerah tersebut. Begitu menakjubkan dan ajaib ketika melihat bongkahan candi yang dibangun di abad ke-7 seperti Candi Bima, Candi Arjuna, Candi Semar dan lainnya masih berdiri tegak di tengah dataran tinggi seperti ini.

Puas mengelilingi kawasan Dieng yang begitu mempesona, seketika saya membandingkan Dieng yang disebut pernah memiliki lebih dari 400 candi ini dengan Machu Picchu. Sebuah kota di Peru yang terletak di ketinggian 2,350 ini merupakan situs warisan dunia terkenal karena peradaban serta reruntuhan kotanya. Lebih dari 2,500 orang mengunjungi situs ini setiap harinya.

Dieng dengan pesona alam dan budayanya harus mampu menjadi tujuan wisata sekelas Machu Picchu, yang dimulai dari peran serta warga setempat dan kita sebagai wisatawan lokal.

@ranggayudhika

www.ranggayudhika.multiply.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun