Mohon tunggu...
Rangga Yudhika
Rangga Yudhika Mohon Tunggu... -

Hati seorang Indonesia, pecinta backpacker style dan fotografi\r\n...because life is a journey\r\nwww.ranggayudhika.wordpress.com\r\n@ranggayudhika

Selanjutnya

Tutup

Politik

Jokowi Tidak Sendirian...

3 Juli 2014   16:51 Diperbarui: 18 Juni 2015   07:41 162
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sungguh menarik menyaksikan ajang pilpres kali ini. Rakyat disuguhkan dua pilihan pemimpin beserta rombongan ideologi kepemimpinannya.

Terima kasih untuk Partai Demokrat yang melengkapi peta koalisi di dalam rombongan Prabowo-Hatta menggenapkan suara elite partai rombongan ini di DPR mencapai 63 persen. “Artinya hampir dua pertiga kekuatan bangsa sudah bersama,” kata Prabowo ketika orasi di Banyumas. Sementara rombongan Jokowi-JK dengan koalisi kerjasama tanpa syarat-nya hanya mendapat dukungan minim. Diatas kertas pasangan nomor satu langsung memenangi pilpres 2014 ini.

Obrolan santai meja keluarga kami selalu penuh dengan pembahasan pilpres. Kata ayah saya, seandainya ada lebih dari dua kandidat presiden dan jika diisi oleh orang-orang baik, tampaknya menjadi sulit bagi kita untuk memutuskan. Namun dengan dua pilihan yang ada saat ini, seharusnya tidak menjadi sulit untuk membedakan dan memilih secara rasional.

“Show me your friends, I will show you your future.” Dengan siapa kita bergaul (bergabung) menentukan seperti apa pemikiran kita dan siapakah kita. Tampak jelas perbedaan antara kekuatan “status quo” di rombongan nomor satu dengan meleburnya keluarga Cendana, keluarga Cikeas hingga para pelaku dan tersangka kasus korupsi dalam nama “Garuda Merah”. Hari ini bilang ideologi A, besok bilang ideologi B. Hari ini mendukung gaya pemerintahan pemimpin A, besok mendukung gaya pemerintahan pemimpin B. Susah, banyak beban dalam rombongan ini. Rombongan nomor dua secara konsisten mengidentikkan positioning mereka dengan “simbol kekuatan rakyat”.

Cara kampanye kedua rombongan juga terlihat jelas perbedaannya. Yang nomor satu terlalu sibuk mencari-cari atau bahkan menciptakan kesalahan sistemik hingga penghancuran nama baik akan lawan politiknya. Demokrasi sudah dicederai. Hal ini membuat rakyat tidak sadar bahwa mayoritas waktu orasi dan kampanye justru hanya meributkan pasangan nomor dua dan melupakan pemaparan rencana kerja mereka.

Yang nomor dua memilih bermain dengan cara elegan, selalu mengisi orasi dan kampanye dengan semangat pembaruan, lepas dari beban masa lalu dan mengutamakan kejujuran. Jubir Anies Baswedan sudah paling tepat menggambarkan bagaimana citra dan kelakuan pasangan Jokowi-JK. “Pilih pemimpin yang menggunakan cara yang halal, bukan menghalalkan segala cara,” ujarnya.

Rombongan nomor satu berisi orang-orang besar elite politik, yang tentu saja tidak mengkehendaki Jokowi muncul sebagai antitesa diri mereka sendiri. Padahal tidak ada yang harus ditakutkan atau hal yang baru dan sensasional dari seorang Jokowi, orang ini hanya melakukan apa yang senantiasa diucapkan elite politik rombongan nomor satu; wakil rakyat, dari rakyat.

Sosok, Pilihan Rakyat

Namun mari lupakan sejenak soal atribut partai. Pesta pemilihan presiden lebih mengenai sosok, pilihan rakyat. Tampaknya juga rakyat sudah jengah dan alergi dengan penyebutan “partai” yang mencemarkan nama baiknya sendiri.

Jokowi bisa jadi adalah capres yang tidak dikehendaki oleh oligarki politikRombongan nomor satu ini tidak percaya adanya relawan yang tidak dibayar. Entah karena merasa Indonesia sekarang masih bodoh seperti dibawah rezim Orde Baru, atau memang mereka selalu membayar relawannya? Mereka tidak percaya jika ada rakyat yang menyumbang ke rekening Gotong Royong Jokowi-JK, baginya ini hanyalah skenario dari partai.

Mungkin mereka baru akan percaya ketika Sabtu ini, di Gelora Bung Karno, ratusan musisi dan puluhan ribu relawan rakyat dengan ‘Keberagaman’ hadir tanpa dibayar sebagai simbol people power. Di tempat yang sama juga rombongan satu ini pernah menggelar kampanye akbar dengan ‘Keseragaman.’ Sungguh keterlaluan bahwa mereka telah menutup hati nurani mereka dengan uang. Dengan uang juga mereka merasa bisa membeli hak-hak suara kami.

Saya sendiri menyaksikan apa itu arti relawan di dua acara yang menghadirkan Jokowi-JK ataupun tim suksesnya. Di acara Sahabat Muda Gerak Cepat misalnya, ruangan dipenuhi generasi muda dalam satu harapan dan optimisme akan negeri ini. Orang-orang hebat ini diantaranya @ReneCC@mrshananto@sheggario@jokoanwar @edwardsuhadi. Di pemilihan sebelumnya sebagian besar dari mereka bahkan menjauhkan diri dari politik dan bahkan memilih untuk golput. Sekarang mayoritas mempunya suara yang sama; berubah untuk Indonesia bermartabat yang Hebat.

Di acara Temu Muka yang diselenggarakan oleh Indonesia Tionghoa setidaknya dua ribu orang menunggu kedatangan sosok Jokowi lebih dari tiga jam. Itupun tidak ada apa-apanya dibandingkan yang diungkapkan pengamat politik dari Soegeng Sarjadi School of Goverment, Sukardi Rinakit "Semua kota yang didatangi gila. Trenggalek, Tulungagung, Blitar, 'gila' semuanya. Benar-benar 'gila'." Mereka bisa menunggu berjam-jam bahkan hingga pukul 03.00 dengan harapan untuk bersalaman atau bahkan sekedar melihat secara langsung.

Setidaknya hingga hari ini, kami terlarut dalam optimisme, harapan, pembaruan, kegembiraan yang muncul dari mulut orang-orang. Selama kampanye ini berbagai lapisan masyarakat secara sukarela #turuntangan mendonasikan kreatifitas, waktu, pemikiran.

Politik adalah sarana untuk memilih wakil rakyat. Dan tidak ada politik yang abadi, pemimpin selalu naik dan turun karena rakyat.  Kekuatan oligarki politik dengan demikian hanya bisa dihadapi dengan simbol kekuatan rakyat. Jokowi seorang tidak dapat menjadi orang pemenang. Karena satu orang baik tidak akan pernah cukup. Kita harus mendukung sebagai simbol kekuatan rakyat. Simbol itulah yang ada di dalam diri Jokowi, untuk menghentikan kekuatan status quo rezim-rezim pemerintahan yang selama ini mengaku sebagai pemimpin Indonesia.

Meskipun tidak merayakan, selalu menyenangkan menikmati bulan penuh berkah Ramadhan. Suasana menjadi damai. Tolong jangan sandera rakyat dengan kekotoran demokrasi ini. Dan tepat sekali 9 Juli di tengah-tengah waktu Ramadhan. Orang baik pasti mendapat banyak berkah. Dan yakinlah yang berniat atau merencanakan hal jahat utk kekuasaan, urusan nya dengan yg di Atas.

“dumb politicians are not the problem. The problem is the dumb people that keep voting for them”

#menolakGolput              #suaraKeluargaIndonesia

@ranggayudhika

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun