Mohon tunggu...
Rangga Yudhika
Rangga Yudhika Mohon Tunggu... -

Hati seorang Indonesia, pecinta backpacker style dan fotografi\r\n...because life is a journey\r\nwww.ranggayudhika.wordpress.com\r\n@ranggayudhika

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Iuran Kolosal untuk #KelasInspirasi

20 Februari 2013   12:30 Diperbarui: 24 Juni 2015   17:59 288
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jika ada perlombaan yang diukur dari berbagai pencapaian pribadi dalam hidup, mungkin kita semua bisa menjadi juara. Namun jika ukurannya adalah berdasarkan prestasi dalam hidup kita yang bisa menginspirasi orang lain, rasanya tidak banyak dari kita yang berani mengajukan diri.

Ketika muncul notifikasi dari bbm ayah saya di grup keluarga perihal adanya kesempatan berpartisipasi dalam program Kelas Inspirasi yang digagas oleh mas Anies Baswedan yang saya kagumi, tanpa pikir panjang saya langsung nekat mendaftar untuk relawan pengajar dan juga relawan fotografi sekaligus. Meskipun sejujurnya hanya modal nekat dan tidak tahu apa yang akan saya lakukan jika terpilih, selalu menjadi impian di lubuk hati saya agar bisa berkontribusi untuk Indonesia, meski dalam kontribusi yang sangat kecil sekalipun. 'Surat Panggilan' mas Anies Baswedan sebagai ajakan untuk para profesional mengkontribusikan iuran waktu dalam program Kelas Inspirasi kepada generasi penerus ini membuat saya tidak lagi ragu, namun justru terpecut.

Datangnya surat panggilan

Akhirnya waktu pengumuman pun tiba. Ada satu email masuk ke dalam inbox saya, memberitahukan penerimaan saya sebagai relawan fotografi. "Apapun amanatnya.Tidak perduli apapun perannya, mari berkontribusi," ucap saya dalam hati. Selama ini saya hanya menggunakan kamera untuk keperluan hobi semata. Ketika kali ini saya justru harus meliput untuk kepentingan yang begitu besar, berulangkali saya harus menyemangati diri saya dan mengatakan “saya bisa.” Seperti Tuhan pun melapangkan jalan, di tengah kamera yang sedang rusak, saya langsung meminjam kamera berikut dengan lighting nya kesana-kemari. Untuk melakukan yang terbaik; mengabadikan senyuman, aspirasi, semangat dan suasana penuh inspirasi pada hari H.

Gagal mengikuti briefing yang kabarnya begitu memberikan inspirasi ala whosh beberapa hari sebelumnya, saya tidak mau melewatkan kesempatan survei bersama teman-teman dengan berbagai latar belakang profesi yang tergabung dalam #kelompok33. Ketika tiba di lokasi SDN Kebon Baru 07 Pagi, di Jl Asem Baris, Tebet, perasaan penuh nostalgia ketika masih duduk di bangku sekolah langsung menyeruak.

Sambutan hangat sang kepala sekolah, Pak Daryono, beserta dengan jajaran para guru memantapkan kami menyongsong hari besar di depan. Meski hanya sekedar survei, di jam istirahat kami tidak melewatkan kesempatan berdiskusi singkat dengan anak-anak.

Beberapa anak-anak berteriak ke saya, "bang, foto kita dong." Wah gayung bersambut, kamera saya tidak henti-hentinya mengabadikan kekompakan, senyuman dan keceriaan dari muka anak-anak kelas satu sampai kelas enam ini. Saya sangat menikmati himpitan badan mereka yang mengerubuti saya untuk melihat hasil foto dari layar kamera yang saya tunjukan.

Mungkin juga karena tidak terbiasa bagi mereka melihat wajah perawakan keturunan seperti saya, salah satu diantara mereka spontan berucap, "orang Cina tau." Sambil tersenyum santai saya memberi tepukan kecil di pundaknya, "orang keturunan Chinese kan juga orang Indonesia, nih buktinya abang bisa ngomong bahasa Indonesia dan punya KTP." Anggukan kepala tanda dirinya paham menjadi selingan sebelum sesi foto yang diminta mereka berikutnya.

Saat salah satu pengajar, Yola (yang kelak ketika di hari inspirasi menyebut profesinya sebagai seorang sandiman), mencoba permulaan interaksi dengan mereka perihal cita-cita yang kemudian dijawab mereka dengan sedikit malu-malu. "Dokter", "polisi", hingga "pembalap Rossi" -yang artinya pembalap motor Valentino Rossi- spontan keluar dari mulut mereka.

“Ah… tak terbayang serunya di hari inspirasi nanti.”

Pak Daryono yang baru empat bulan ditempatkan disini sangat menyambut baik program ini. Beliau dan guru-guru disana berharap pengajar-pengajar muda program ini dapat memberikan mereka wawasan baru sekaligus bisa menginspirasi anak-anak didik mereka. Bahkan seperti tujuan program ini yang tidak hanya berupa kegiatan satu hari, Pak Daryono juga mempersilahkan kami untuk datang dan menyumbangkan ide-ide membantu sekolah yang dipimpinnya. "Saya inginnya sekolah ini menjadi berbeda, ada diferensiasi dibanding sekolah lain," ujarnya.

Tidak disangka sekolah dasar saat ini sudah sedemikian maju. Fasilitas wifi di dalam sekolah sudah tersedia, perlengkapan proyektor LCD juga sudah dimiliki sekolah, menyusul dengan program internet Jardiknas di tahun mendatang. Karena keterbatasan ruang, beberapa ruangan memang harus dialihkan fungsinya, seperti ruangan laboratorium yang dipakai menjadi ruang kelas 1 dan ruangan perpustakaan yang dipakai bersama dengan ruangan UKS.

Dengan begitu bersemangatnya, Pak Daryono meminta waktu kami sebelum pulang untuk melihat anak-anak dalam penampilan marawis di dalam musholla. Anak-anak memainkan perpaduan music yang begitu kompak dan penuh totalitas. Tidak heran kelompok ini kabarnya sering menjadi juaraberbagai perlombaan.

The day has arrived!

Puluhan email sebagai media diskusi kelompok 33 membawa kami kepada hari besar. Masing-masing teman pengajar sudah menyiapkan materi dan bahan inspirasi mereka sesuai dengan profesi. Setidaknya kelompok ini memiliki berbagai profesi yang berwarna, dari mulai wartawan, sandiman, perencana perusahaan, periset, penulis, penari hingga yang lainnya. Berbagai profesi ini selanjutnya diharapkan bisa memberi inspirasi kepada anak-anak bahwa ada begitu banyak profesi yang dapat mereka jadikan cita-cita.

Setiap sesi pengajaran harus diisi dengan kepenuhan hati untuk menginspirasi anak-anak berani menggantungkan cita-cita dan meraih keberhasilan dengan menunjukkan integritas, kompetensi, kerja keras, ketangguhan dan kemandirian. Harapan dan cita-cita mereka diarahkan kepada imajinasi menuju masa depan mereka. Rasa hormat dan sayang terhadap para guru juga selalu ditanamkan kepada mereka.

Gaya mengajar Fira Basuki sambil mengenakan kostum Harry Potter menjadi cara menjelaskan bahwa profesi penulis adalah menuangkan imajinasi dalam bentuk tulisan. Erwin, seorang wartawan, dengan pohon cita-citanya berupaya membawa anak-anak untuk tidak hanya berani bermimpi melainkan melampaui mimpi mereka. Lain lagi pengalaman Lintang, seorang penari, yang dibuat kaget dengan begitu antusiasnya anak-anak ini menari, termasuk dengan seorang anak yang berani melakukan break-dance.

Hasilnya sangat luar biasa! Dengan sangat berani mereka melukiskan, menulis, mengucapkan,dan meneriakkan cita-cita mereka. Bukan untuk para guru dan relawan namun untuk bekal diri mereka sendiri. Berkali-kali saya terperangah dan sampai bergetar mengikuti suasana di dalam kelas. Sesi penutup dilakukan dengan menempelkan kertas berisi mimpi dan cita-cita mereka pada balon untuk diterbangkan ke langit.

Memang tidak ada jaminan bahwa kehadiran para pengajar di depan kelas dapat membawa mereka kepada keberhasilan. Tapi saya yakin tidak ada juga yang dapat menyangkal bahwa mungkin saja suatu saat nanti mereka bisa menjadi apapun yang mereka inginkan karena terinspirasi moment yang mereka dapatkan dari kelas hari ini.

Senyuman mereka priceless. Saya yakin, bersama dengan lebih dari tujuh ratus relawan di Jakarta dan secara serempak dengan relawan di lima kota lainnya, kita semua merasa bangga dan terhormat bisa berkontribusi melalui kesempatan ini, sekaligus terinspirasi oleh pancaran semangat dan cita-cita anak-anak SD Kebon Baru 07. Tidak hanya kehadiran orang-orang baru di depan kelas mereka yang menjadi inspirator untuk anak-anak berseragam SD ini, namun senyuman mereka, keramaian kelas hingga pancaran mata mereka menjadi inspirasi yang bermakna bagi setiap relawan.Being inspire, will inspired.

Jika mengutip perumpamaan bung Anies, inilah iuran kolosal kami untuk melunasi janji kemerdekaan; mencerdaskan kehidupan bangsa untuk Indonesia yang lebih baik. Kelak, merekalah yang akan menjadi pemimpin bangsa ini. Beberapa jam untuk menjadi kenangan seumur hidup.

"Langkah menjadi panutan. Ujar menjadi pengetahuan. Pengalaman menjadi inspirasi"

@ranggayudhika

inspiring while you are breathing.”

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun