“Do not follow where the path may lead. Go instead where there is no path and leave a trail” – Ralph Waldo Emerson
Di tengah deru ombak Pulau Kiluan, saya berbincang santai dengan Pak Khoiril Anwarsambil menyeruput kopi lampung dan mencicipi lepet bali yang disajikan sang istri.
Tak usah bingung mencari dimana posisi Pak Khoiril jika anda berkunjung ke daerah Kiluan. Di Pulau Kiluan inilah Pak Khoiril bersama kedua orang tua serta istri dan putra bungsunya tinggal dan menjalani hari-harinya. Sangat menarik melihat Dede, putra bungsu pak Khoiril, menikmati hidupnya.Di pagi hari dia berangkat mengemudikan perahu motornya dari pulau kiluan untuk bersekolah di teluk kiluan. Saat sorenya Dede kembali dari teluk dan langsung ‘memarkir’ perahunya di ‘parkiran’ beralas pantai. Dapat dibayangkan betapa irinya saya dengan kehidupan yang begitu sederhana dan menyatu dengan alam ini.
Posisi Pulau Kiluan yang tampak begitu jelas dari Teluk Kiluan dapat ditempuh dalam waktu sekitar 15 hingga 25 menit menggunakan perahu rakit kecil. Uniknya, pengalaman naik perahu ini tidak seperti biasa perahu biasa. Lebar sisi perahu ini hanyalah selebar pinggang orang dewasa! Jadi bisa dibayangkan serunya perjalanan singkat namun begitu mendebarkan dimana kita duduk dibawah lumbung perahu yang begitu kecil serta sempit sambil menerjang ombak dengan lantang.
Pulau satu-satunya di daerah Teluk Kiluan ini sebenarnya dimiliki oleh seorang pengusaha.Namun sejak awalnya pulau ini didiami dan diurusi oleh kedua orang tua Pak Khoiril. Hingga saat ini mereka menikmati hari tuanya di depan salah satu kamar yang menyatu dengan empat kamar tamu di rumah panggung pulau Kiluan ini.
On-Air Radio Lampung
Saat ini Pak Khoiril dibantu Dede anak bungsunya membesarkan dan mengurusi pulau ini. Selain sebagai penjaga pulau, peran Pak Khoiril tersebut juga ditambah dengan tugas menjadi Pegawai Harian Lepas (PHL) dari TNI AL sebagai pengawas dan patroli pulau. Penugasan ini sifatnya sukarela, jadi sama sekali tidak ada upah yang dijanjikan. Dengan bangganya, Pak Khoiril menunjukkan Surat Keputusan (SK) tugas Dinasnya.
Beruntung saya mendapat kesempatan menyaksikan Pak Khoiril berada di posko sederhana untuk melalukan pembicaraan melalui repeater bersama posko-posko lainnya. Seru juga mendengarkan perbincangan posko-posko di kawasan Lampung dan sekitarnya ini. Tanpa mengutamakan nilai materiil yang didapat, mereka begitu disiplin melaporkan kondisi alam, curah hujan, hingga kegiatan pengawasan di hari itu. Terkadang di tengah dinginnya malam dan hujan yang deras pun, tugas pengabdian ini tetap dijalankan beliau.
“Kawasan wisata Kiluan ini uda dapat pengakuan dari wisatawan asing,tapi justru belum (tidak)dapat perhatian dan diakui oleh provisi Lampung dan juga oleh Dinas Pariwisata sendiri,”
ucap Pak Khoiril sambil menyeruput kopi nya.
Setidaknya, begitulah pengakuan Pak Khoiril yang turut saya rasakan. Padahal setiap minggunya tidak kurang dari 50 hingga 100 orang berwisata di pulau ini. Dari mulai menginap di rumah panggung, bertenda, hingga hanya sekedar bermain di pulau yang begitu mempersona ini. Hal tersebut belum termasuk dengan turis yang menginap di sejumlah home stay yang mulai tumbuh di Teluk Kiluan.
Karena lokasinya yang memang menakjubkan dan fasilitas perairan yang mempesona, tidak jarang kawasan Kiluan ini menjadi lokasi shooting sejumlah program televisi lokal maupun mancanegara.
Cukup banyak yang merasakan manfaat peningkatan pendapatan dan perbaikan taraf hidup dari maraknya pariwisata di kawasan ini. Dari mulai berdirinya warung-warung, jasa penitipan kendaraan, pelelangan ikan, hingga transportasi perahu dirasakan oleh warga setempat.
"Bukan bantuan dalam bentuk uang yang kami butuhkan, namun perhatian", begitu ucap Pak Khoiril sambil menyeruput kopinya.
Perhatian, Bukan Hanya Bantuan
Yang Pak Khoiril dan penduduk setempat butuhkan hanyalah bantuan dan perhatian nyata seperti perbaikan jalanan yang begitu rusak, pemasangan papan petunjuk jalan yang begitu minim serta menyulitkan pengunjung, danjuga melakukan promosi wisata.
Bahkan kawasan yang sesungguhnya merupakan objek wisata unggulan kedua di provinsi Lampung ini belum secara resmi diakui oleh pemerintah Lampung.
Pariwisata di kawasan ini sudah dibangun secara maksimal oleh penduduk setempat, secara swadaya dan seadanya mereka membangun beberapa homestay, membuka warung-warung dan menawarkan wisata tamasya air seperti menyaksikan pesona ‘Dolphin Bay’ terbanyak di Asia yang menjadi atraksi utama kawasan ini.
Tindakan Nyata
Sambil menjamu satu rombongan perahu yang masuk ke pulau, Pak Khoiril terus bertukar pikiran. Beliau berharap justru orang-orang yang punya jabatan dan wewenang di pengembangan pariwisata serta kelautan dan perikanan, bisa melakukan tindakan nyata dan memberikan dampak yang bermanfaat kepada masyarakat.
Harapan Pak Khoiril tersebut saya yakin juga dirasakan oleh warga kawasan Sawarna, Ujung Genteng, daerah Anyer Banten dan ratusan bahkan ribuan tempat wisata lainnya yang berharap mendapatkan perhatian pemerintah setempat.
Pak Khoiril mengakui ketidakmampuan orang tuanya menyekolahkan beliau ke tingkat lebih lanjut. Namun Pak Khoiril justru berbangga karena dibalik keterbatasannya tersebut, beliau bisa memberikan kontribusi nyata kepada kawasan Kiluan, bahkan hingga ke dunia internasional.
Lantas, apa kontribusi kecil dari kita yang bisa kita lakukan untuk Indonesia?
“A wise traveler never despises his own country.” – Carlo Goldoni
to live is to contribute our part