Mohon tunggu...
Rangga Trianggara Paonganan
Rangga Trianggara Paonganan Mohon Tunggu... Freelancer - RTP

Menulis untuk belajar

Selanjutnya

Tutup

Politik

Kebijakan Reklamasi-Jebakan Legislator Korup

21 April 2016   12:45 Diperbarui: 21 April 2016   20:53 16
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Keputusan Gubernur DKI Jakarta dalam proyek reklamasi Teluk Jakarta hangat di perbincangkan di masyarakat saat ini. Bagi sebagian masyarakat keputusan ini merupakan suatu kebijakan yang keliru. Menurut mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Mahfud MD, Keputusan Gubernur terkait reklamasi adalah kesalahan yang fundamental dilihat dari kacamata hukum. Bahwa dalam prosesnya Keputusan Gubernur tidak boleh dikeluarkan sebelum disahkannya Peraturan Daerah.

Di dalam tata hukum ada hubungan yang khas antara peraturan (regeling) dan keputusan (beschikking). Regeling adalah peraturan yang bersifat abstrak umum, belum terkait dengan subjek tertentu, yang menentukan berbagai ketentuan yang harus dipenuhi dalam pelaksanaan suatu kegiatan atau proyek. Adapun beschikking adalah keputusan yang konkret individual, sudah terkait dengan subjek dan objek tertentu, yang dibuat oleh pejabat atau Badan Tata Usaha Negara untuk melaksanakan regeling. Nah, pembahasan Raperda terkait Teluk Jakarta sebagai regeling dapat dinilai salah secara hukum karena baru akan dibuat setelah ada keputusan atau beschikking. Hal ini mungkin disadari oleh pihak eksekutif, sehingga mendorong agar Raperda zonasi Jakarta segera disahkan oleh pihak legislatif untuk melegitimasi keputusan yang telah dibuat, walaupun dalam logika hukum proses tersebut sudah keliru.

Seharusnya para legislator sudah menyadari hal tersebut kemudian menjalankan tugasnya dalam fungsi pengawasan untuk mengingatkan eksekutif terkait keputusan yang diambil. Namun, mungkin di satu sisi legislator melihat situasi ini sebagai "lahan empuk" untuk meraup keuntungan pribadi, karena di satu sisi Pemerintah membutuhkan aturan untuk melegitimasi keputusannya yang sudah keliru dan di satu sisi pihak pengembang tidak ingin rugi dengan proyeknya yang sudah berjalan. Praduga tersebut didukung dengan realita bahwa setelah melewati tiga kali paripurna dewan, pembahasan tentang raperda zonasi Jakarta tidak kunjung kuorum. Tersirat pesan bahwa ada "lobi politik" yang coba dimainkan oleh pihak-pihak tertentu yang belum mendapatkan titik temu. Keadaan tersebut semakin meyakinkan publik ketika KPK berhasil menciduk Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta, Mohamad Sanusi dalam sebuah Operasi Tangkap Tangan (OTT) ketika menerima suap dari karyawan PT Agung Podomoro Land di sebuah pusat perbelanjaan Jakarta Selatan pada 31 Maret 2016.

Mungkin saja, Mohamad Sanusi hanyalah salah satu diantara beberapa legislator yang mencoba memanfaatkan situasi ini. Masyarakat akan menunggu sejauh mana KPK akan mengungkap kasus ini, apakah akan menyeret lebih banyak legislator atau tidak, waktulah yang akan menjawab.

Pada akhirnya, ada hal positif yang dapat diambil dari kebijakan reklamasi yang bagi sebagian orang dianggap keliru, yaitu berhasil menjebak legislator yang bermental korup.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun