Mohon tunggu...
Rangga Trianggara Paonganan
Rangga Trianggara Paonganan Mohon Tunggu... Freelancer - RTP

Menulis untuk belajar

Selanjutnya

Tutup

Politik

Kopi Mirna, Papa Minta Saham dan Legislator

4 Oktober 2016   18:43 Diperbarui: 4 Oktober 2016   18:53 15
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Beberapa jam yang lalu saya membaca sebuah artikel di salah satu koran di Kota Manado. Artikel yang diberi judul “Kepastian Hukum versus Keadilan dalam Sidang Kopi Bersianida”membahas bagaimana kedudukan dan keberadaan barang bukti CCTV yang diajukan Penuntut Umum dan melalui interpretasi analogi hendak dikategorikan sebagai alat bukti petunjuk.

Dalam artikelnya, penulis tersebut memberikan pendapat terkait keabsahan CCTV sebagai alat bukti dalam Sidang Kopi Mirna. Menurutnya, CCTV sesungguhnya tidak masuk dalam kualifikasi barang bukti apalagi alat bukti petunjuk menurut tertib hukum pembuktian acara pidana sebagaimana yang termaktub dalam Kitab Undang-UndangHukum Acara Pidana (KUHAP) pasal 184 dan 188. 

Selanjutnya, dikaitkan dengan asas legalitas sebagai salah satu asas yang berlaku dalam hukum pidana maka CCTV tidak dapat dijadikan alat bukti dalam kualifikasi manapun. Asas legalitas sebagaimana terdapat dalam pasal 1 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), yang mana rumusan dalam bahasa latinnya "Nullum Delictum Nulla Poena Sine Praevia Lege Poenali" yang berarti tiada suatu perbuatan dapat dipidana kecuali atas kekuatan aturan pidana dalam perundang-undangan yang telah ada sebelum perbuatan dilakukan (Feuerbach-Lehrbuch des peinliches Recht), jelas diartikan bahwa apabila CCTV tidak diatur dan disebutkan secara jelas dalam aturan kodifikasi (KUHP maupun KUHAP), maka CCTV tidak dapat dijadikan alat bukti. Maksud dan tujuan dari asas legalitas itu sendiri tentunya ialah demi terciptanya kepastian hukum dan memberikan perlindungan hukum bagi masyarakat.

Selanjutnya Penulis mencoba menanggapi artikel tersebut...

Dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi & Transaksi Elektronik (ITE), maka CCTV sebenarnya dapat dijadikan alat bukti dalam sistem pembuktian di negara kita. Pasal 5 ayat (1) undang-undang ini menyebutkan dengan jelas bahwa informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah. Selanjutnya dalam ayat (2), informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dan/atau hasil cetaknya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan perluasan dari alat bukti yang sah sesuai dengan Hukum Acara yang berlaku di Indonesia. Pasal 44 dalam Undang-undang ini juga menyebutkan, alat bukti penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan menurut Ketentuan Undang-Undang ini adalah sebagai berikut :(a) alat bukti sebagaimana yang dimaksud dalam ketentuan Perundang-undangan ;dan (b) alat bukti lain berupa Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 dan angka 4 serta Pasal 5 ayat(1), ayat (2), dan ayat (3). Undang-undang ITE ini sifatnya khusus (lex specialis) seperti halnya Undang-undangTerorisme, Undang-undang Tipikor dan sebagainya. Sehingga, dalil bahwa CCTV tidak dapat dijadikan alat bukti karena tidak terdapat dalam KUHAP serta bertentangan dengan asas legalitas sebenarnya sudah terbantahkan dengan diterbitkannya Undang-undang ITE ini.

Permasalahan terkait interpretasi keabsahan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik (termasuk CCTV) sebagai alat bukti  yang sah sebenarnya muncul lagi ketika Mahkamah Konstitusi mengabulkan permohonan Judicial Review mantan Ketua DPR RI yang saat ini menjabat sebagai Ketua Umum Partai Golkar, Setya Novanto.  Dalam kasus yang dikenal masyarakat dengan istilah “Papa Minta Saham” tersebut, Setya Novanto melakukan pengujian Pasal 5 ayat (1) dan ayat (2) serta Pasal 44 huruf b Undang-Undang ITE (yang telah disebutkan di atas) terhadap UUD 1945. 

Ia menilai tindakan perekaman tanpa  kepentingan penegakan hukum oleh orang yang bukan aparat penegak hukum yang memiliki kewenangan untuk itu serta penggunaannya sebagai dasar untuk melakukan tindakan penyidikan, bertentangan dengan UUD 1945. Mahkamah Konstitusi dalam putusannya menyebutkan bahwa untuk melindungi, demi kepastian hukum warga negara, maka penyadapan dan perekaman yang dilakukan bukan oleh penyidik atau berdasarkan permintaan penyidik tidak dapat dibenarkan.

Terkait hal ini, Ahli Pidana dari UII Prof. Muzakir di persidangan “Kopi Mirna”mengemukakan pendapatnya bahwa terkait hasil Judicial Review tersebut, maka saat ini Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik (termasukCCTV) sebagaimana yang diatur dalam UU ITE tidak dapat lagi digunakan jika yang mengambil bukan aparat penegak hukum. Bahkan rekaman CCTV tidak dapat digunakan sebagai alat bukti jika dipasang bukan oleh penyidik dan/atau atas permintaan penyidik.

Jikalau pendapat Prof. Muzakir tersebut benar, maka pertanyaan paling mendasar dari penulis adalah apakah CCTV masih berfungsi untuk kepentingan pengamanan di rumah-rumah atau kantoran tanpa izin penyidik ??? Apakah CCTV tersebut yang dipasang di tiap rumah atau kantoran tidak dapat lagi digunakan untuk kepentingan hukum ??? Lalu apa gunanya pasang CCTV di rumah atau di kantor ??? 

Benar atau tidaknya pendapat Profesor maupun tafsiran Putusan MK, penulis berpendapat karena Judicial Review berdasarkan Pasal 24C UUD 1945 hanya dapat dilakukan satu kali (dan sudah dipakai oleh “Papa”), maka jalan satu-satunya adalah melakukan revisi (legislatif review) terhadap KUHAP kita. Hal tersebut untuk menyesuaikan produk hukum kita dengan perkembangan zaman terutama perkembangan teknologi dan informasi yang sudah sangat pesat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun