Isu-isu pembiayaan pembangunan dan aspek pembiayaan dalam penataan ruang terkait dengan perumahan dan pemukiman di Indonesia. Pemerintah sebagai penyedia infrastruktur memiliki peran penting dalam memberikan arahan dan menumbuhkan suasana yang menunjang kegiatan masyarakat dalam pembangunan. Pembangunan di berbagai bidang, termasuk perumahan dan pemukiman, didukung oleh segi ekonomi dan tetap bertumpu pada pemerataan sumber daya.
Pembiayaan pembangunan diantaranya berasal dari pajak, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), Hibah, Pinjaman Luar Negeri (PLN), Pinjaman Dalam Negeri (PDN), Surat Berharga Negara (SBN), dan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) serta sumber pendanaan yang berasal dari Non Pemerintah melalui Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU). Namun, kebutuhan pendanaan pembangunan terus meningkat sedangkan sumber dana publik terbatas, dan berbagai instrumen pendanaan baru terus berkembang.
Pengembangan permukiman baik di perkotaan maupun pedesaan pada hakekatnya untuk mewujudkan kondisi perkotaan dan pedesaan aman, nyaman, damai, dan sejahtera serta berkelanjutan. Permukiman merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia, dan pemerintah wajib memberikan akses kepada masyarakat untuk dapat memperoleh permukiman yang layak huni, sejahtera, berbudaya, dan berkeadilan sosial.
Kendala utama yang dihadapi masyarakat pada umumnya keterjangkauan pembiayaan rumah, dilain pihak, kredit pemilikan rumah dari perbankan memerlukan berbagai persyaratan yang tidak setiap pihak dapat memperolehnya dengan. Perumahan sebagai salah satu kebutuhan dasar, sampai dengan saat ini sebagian besar disediakan secara mandiri oleh masyarakat baik membangun sendiri maupun sewa kepada.
Pengembangan unsur-unsur pelaksana, seperti kelembagaan dibidang perumahan, merupakan satu kesatuan sistem kelembagaan untuk mewujudkan pembangunan perumahan secara berencana, terarah, dan perpadu. Peran serta masyarakat sebagai penerima manfaat dari hasil pembangunan perumahan memberikan dampak positif dalam pemenuhan baik itu secara perorangan maupun secara bersama-sama, sedangkan peran pemerintah hanyalah sebagai pengatur, pembina, dan membantu serta menciptakan kondisi yang baik agar masyarakat dapat memenuhi sendiri kebutuhan akan perumahan.
Perumahan dan kawasan permukiman berdasarkan Undang-Undang, dan peraturan perundangan baik ditingkat pemerintah pusat sampai pada peraturan daerah harus terintegrasi secara baik agar arah. Isu strategis pembangunan perumahan rakyat dan kawasan pemukiman di Kota Banda Aceh, misalnya, terkait dengan penataan ruang yang merupakan konsep awal atas alokasi penempatan dan peruntukan ruang wilayah suatu kota.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pembiayaan penataan ruang di Indonesia dapat dikelompokkan menjadi dua kategori, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi:
1.Kualitas tenaga ahli: Kualitas tenaga ahli yang rendah dapat berpengaruh terhadap kualitas produk dokumen RTRW.
2.Landasan hukum: Landasan hukum yang mengikat, seperti Perda, Peraturan, dan keputusan Kepala Daerah, perlu dilengkapi untuk mengatur penataan ruang.
3.Ketersediaan fasilitas sarana-prasarana: Ketersediaan fasilitas sarana-prasarana dapat mempengaruhi implementasi kebijakan penataan ruang.
4.Batasan tugas dan tanggung jawab: Batasan tugas dan tanggung jawab dapat mempengaruhi implementasi kebijakan penataan ruang.
5.Pembiayaan pembangunan: Pembiayaan pembangunan dapat mempengaruhi implementasi kebijakan penataan ruang.
6.Keterpaduan perencanaan: Keterpaduan perencanaan antara perencanaan nasional, daerah, dan lokal perlu diperhatikan untuk menghindari tumpang tindih dan kemubaziran.
7.Koordinasi stakeholder: Koordinasi stakeholder dalam penyampaian informasi kepada masyarakat perlu diperhatikan untuk menghindari konflik kepentingan.
8.Peran serta masyarakat: Peran serta masyarakat sebagai penerima manfaat dari hasil pembangunan perumahan memberikan dampak positif dalam pemenuhan baik itu secara perorangan maupun secara bersama-sama.
9.Peraturan perundangan: Peraturan perundangan baik ditingkat pemerintah pusat sampai pada peraturan daerah harus terintegrasi secara baik agar arah penataan ruang yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.
Faktor eksternal meliputi:
1.Masyarakat pengguna ruang: Masyarakat pengguna ruang perlu diikutsertakan dalam menggunakan dan memanfaatan ruang, sesuai dengan aturan yang ada.
2.Kepemilikan tanah: Kepemilikan tanah hak milik perorangan di kawasan-kawasan strategis dan kawasan suci lainnya yang kedudukannya belum diatur sepenuhnya dalam sertifikat tanah perlu diperhatikan.
3.Persediaan lahan: Persediaan lahan untuk pembangunan pada umumnya berupa lahan sawah dan berbagai skala usaha sesuai dengan kelancarannya perlu diperhatikan.
4.Dampak negatif pariwisata: Dampak negatif pariwisata terhadap lingkungan dan sosial budaya perlu diantisipasi dengan menghindari penunjang pariwisata tumbuh dengan subur di kawasan pemukiman.
Dengan memperhatikan faktor-faktor internal dan eksternal tersebut, penataan ruang dapat dilakukan secara efektif dan efisien untuk mewujudkan tujuan pembangunan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.