Mohon tunggu...
Rangga Babuju
Rangga Babuju Mohon Tunggu... -

BABUJU adalah Komunitas Penggiat Kajian Sosial dan Budaya Bima dan intens dalam analisis serta Investigasi & Advokasi Budaya & Konflik

Selanjutnya

Tutup

Money

Travel di Bima 'Lumbung' Uang

5 Oktober 2013   04:09 Diperbarui: 24 Juni 2015   06:59 515
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13809208321138179336

[caption id="attachment_292623" align="alignleft" width="300" caption="Istana Bima (foto: Iwan Tezar)"][/caption] Dua hari pulang ke Bima, sempatkan diri ngopi tengah malam menjelang dini hari sambil menikmati Intel (Indomie+telur) nya mas Emon di Terminal Dalam Kota. Berceloteh seraya melepas penat tentang Bima yang kaya akan sebuah potensi namun miskin dalam pengembangan. Ini bukan ungkapan kepesimisan yang belagu atas sebuah harapan. Duduk menghadap timur, memandang jauh sebuah bukit keramat, Danatraha, sebuah areal cagar Budaya yang memiliki Nilai sejarah di Bima. Sebab dibukit ini, Raja Pertama Bima, Indra Jamrud, dalam catatan sejarah ‘mem-bumikan’ sumpahnya sebagai seorang Raja Bima. Dan dibukit ini pula, makam 3 Sultan Bima, di Kebumikan.

Hayalan dan pandangan pun buyar seketika, ketika tangan spontan menutup gelas kopi yang masih setengah isi setengah kosong. Akibat hantaran debu dari Bus Antara Kota Antar Propinsi (AKAP) melaju masuk diterminal Kota Bima. Setidaknya dalam setiap keberangkatan pada setiap malam, ada 14 unit Bus AKAP yang keluar masuk diterminal ini. Hilir mudik penumpang menandakan tingginya intensitas masyarakat Bima ber-pergian keluar daerah dalam berbagai urusan, selain para pelancong seperti Bule yang bertujuan ke Labuanbajo-Manggarai Barat.

Seperti kejadian subuh ini, Tiga orang Bule, dikerumuni oleh beberapa tukang ojek, beberapa supir dan kernet Bemo Kota dan beberapa kusir Benhur (Kendaraan transportasi tradisional yang ditarik oleh Kuda). Tak jelas, tawar menawar apa yang sedang dikomunikasikan dan didengarkan bersama oleh beberapa orang yang sebenarnya tidak mengerti bahasa oral (baca: Komunikasi lisan) bersama bule-bule tersebut. Namun yang pasti, mereka sedang menawarkan jasa angkutan pengantar ke tujuan Bule-bule tersebut akan melanjutkan perjalanan.

Terbesit pikiran ‘nakal’ dalam benak saya, ketika melihat bule-bule itu duduk risau dan mondar-mandir mencari kenyamanan. Bule itu sudah deal menggunakan Bus untuk menuju pelabuhan Sape (Kecamatan paling Timur Bima) untuk menyebrang ke Labuanbajo, tempat spesies Komodo menetap dan dipertontonkan. “Jika seandainya ada orang travel yang standby di Terminal hanya untuk menemani mereka (bule-bule) bercerita tentang Bima dan potensi apa saja yang menarik di Bima, betapa kaya nya travel tersebut” gumam saya dalam hati.

Pikiran ini bukan tanpa alasan dan dasar, sebab dalam sehari saja, ada 5 – 10 orang Bule yang turun dari Bus untuk melanjutkan perjalanan ke Labuanbajo dan mereka harus menunggu jam 6 pagi untuk jadwal Bus berangkat dari terminal Kota Bima. Sedangkan rata-rata Bus malam dari Luar Kota masuk terminal kota Bima sekitar jam 3 – 5 subuh. Ada waktu 1-3 jam sebelum mereka berangkat menggunakan Bus. Setidaknya ada ruang atau celah untuk diajak Ngopi di Amahami atau Danatraha sebagai daerah terdekat dari Terminal Kota Bima.

Travel di Bima bisa hitung jari, itupun kebanyakan melayani perjalanan Pesawat Udara, sedangkan perjalanan Darat dan laut, sangat kurang peminatnya karena Locket penjualan tiketnya, tidak jauh ditengah Kota. Sehingga banyak Travel yang mikir-mikir untuk stock Tiket Pelni dan Bus AKAP. Namun, untuk Travel dengan menyediakan Guide (Pengantar tamu) dan sopir khusus itu sangat kurang, malah bisa dibilang tidak ada. Karena Travel di Bima adalah travel pasif, yaitu menunggu pengguna jasa mendatangi kantor.

Saya kembali berpikir, bila saja saya punya Ruko Kecil untuk sebuah Kantor Travel, Mobil pengantar yang layak 2 unit, ada Guide 2 orang untuk shift malam 1 orang dan shift siang 1 orang, lalu 2 orang sopir, dan Staf travel 2 orang. Berarti setidaknya saya harus memiliki 2 guide, 2 sopir dan 2 staf, 2 mobil dan 1 kantor. Sebagai tambahan instrument penunjang, saya perlu memiliki Road Maps Wisata Sejarah dan Budaya atau semacam brosure. Tentu tak lupa kartu nama pribadi dan kantor.

Manajemen Kerja sebenarnya cukup sederhana, untuk lapangan ditempatkan 1 guide dan 1 sopir kerja disiang hari, 1 guide dan 1 sopir kerja dimalam hari. Khusus untuk malam hari, targetnya adalah Bule yang turun dari Bus di terminal Kota Bima, seperti pengalaman diatas, didekati dan didatangi, tanpa mengganggu hal-hal yang telah disepakati seperti pilihan Bus untuk melanjutkan perjalanan ke Sape. Kerjaan karyawan saya adalah mengajak para Bule minum kopi atau tongkrongin lokasi-lokasi strategi yang menarik sambil menceritakan tentang Bima dengan menyuguhkan Road Maps tadi secara Gratis atau Cuma-Cuma, selama waktu mereka menunggu keberangkatan Bus menuju Sape. Mungkin bagi banyak orang akan berpikir sia-sia, buang waktu dan merugi. Namun, bagi saya tidak, sebab banyak hal yang bisa diceritakan dan bisa membuat mereka penasaran untuk mengunjungi Bima disuatu waktu, bila perjalanan ke Labuanbajo sudah terjadwal dengan baik dan tidak bisa ditunda. Namun bila tidak, maka bule-bule itu akan tertarik menggunakan jasa Travel kita untuk mengantar ke Pelabuhan Sape.

Para pelancong, seperti Bule-bule tadi, tentu mereka sangat butuh kenyamanan, keamanan, ketenangan, keramahan, kejujuran dan perhatian dari masyarakat Lokal, apalagi menceritakan tentang hal-hal unik yang tidak masuk akal atau hal aneh dalam pikiran mereka. Biasanya pengalaman-pengalaman seperti ini, bagi bule adalah hal yang menarik dan akan menjadi bahan cerita dari mulut ke mulut oleh mereka. Lebih-lebih bila kita dipercaya sebagai pengantar (Guide) yang baik. Rugi memang bila dihitung secara sempit dengan melayani mereka dengan gratis. Namun bila hanya sekedar kopi, road maps dan sedikit cerita, itu sangat murah bagi kita di Bima tetapi begitu mahal bagi mereka para pelancong.

Melalui hal ini, akan banyak kemungkinan peluang bagi kita untuk meraih ‘lumbung uang’ kedepannya. Sebab, bule yang sudah deal dengan Bus tadi, bisa saja meng-cancel keberangkatan dan mengikuti saran kita untuk tinggal sehari di Bima guna mengunjungi beberapa lokasi wisata, sejarah dan budaya yang menarik yang tertera dalam roadmaps yang kita siapkan dan akhirnya menggunakan jasa travel kita untuk berangkat ke Sape. Kemungkinan lain adalah, mereka akan meminta jasa travel kita untuk mengantar ke Sape. Peluang lain adalah, Travel kita akan direkomendasikan dengan sangat kepada banyak kawan-kawan sesama bule nya untuk digunakan ditengah banyaknya cerita ‘miring’ tentang mafia calo di Bima, baik di Terminal Kota, Pelabuhan Bima hingga Bandar Udara Bima.

Melalui tawaran jasa kopi gratis dilokasi-lokasi menarik seperti Amahami & Danatraha, sambil menunggu panorama matari terbit dari ufuk timur, disela mereka menunggu jam keberangkatan pagi, banyak jasa travel yang bisa ditawarkan untuk kedatangannya lain waktu. Bisa saja, karena mereka merasa nyaman, mereka malah akan meminta Jasa Travel kita yang mengantar mereka ke Sape atau menjemputnya ketika mereka ingin dan akan kembali melalui Bima.

Tak menutup kemungkinan, Jasa Transportasi Travel kita akan dipesan untuk mengantar kerabat ataupun kenalan mereka dari Bandara Sultan Salahuddin Bima menuju Lakey tanpa harus standby-kan modil kita di Bandara. Atau dari Lakey hingga Bandara maupun hingga Sape bagi mereka yang mau ke Labuanbajo. Hal ini menjadi peluang usaha dan ‘lumbung’ uang ditengah permainan tarif jasa Taksi Bandara tanpa Argo. Saat ini setidaknya untuk mengantar Bule ke Lakey saja, patokannya adalah Rp 500.000 hingga Rp 1 juta. Meskipun para Bule itu tau bahwa antara Bandara ke Lakey hanya kurang lebih 60 km. Namun apa daya, tidak ada pilihan lain, kecuali mereka sudah sering ke Lakey dan sudah memesan satu paket (Transportasi, Penginapan dan Akomodasi) seperti yang disediakan oleh Amagati Lakey Hotel. Demikian juga dari Terminal Kota hingga ke Sape, biasanya Bemo kuning meminta jasa antar antara Rp 250.000 – 500.000. Sedangkan menggunakan Bus, Kenyamanan menjadi sulit untuk didapat.

Memang tidak bisa dipungkiri, bahwa butuh waktu sekitar 1 hingga 2 bulan untuk melakukan hal ini, namun bila kita berhitung dengan pola Multilevel Marketing, dalam waktu 1 sampai 2 bulan tersebut, ada 60 bule yang kita layani dengan baik dan ramah secara Cuma-Cuma melalui pola yang dijelaskan diatas, setidaknya ada 30 Bule yang akan merekomendasikan Jasa Tarvel kita untuk 30 hingga 60 bule lain pada kesempatan yang berbeda. Tentu sudah tidak lagi secara gratis atau Cuma-Cuma tadi, namun sudah dengan tarif-tarif tertentu yang rasional dan tidak menipu.

Bisa dihitung, bila kita mampu menjelaskan dengan baik dan jujur untuk sebuah jasa transportasi dengan jarak tertentu lengkap dengan jasa makan dan Guide yang bila dibutuhkan. Tentu mereka akan merasa sangat Nyaman dan dihargai, layaknya bila kita bila kemana-mana, ada kenalan atau jasa-jasa tertentu yang direkomendasikan dan tidak memainkannya melalui tarif-tarif yang sengaja dimainkan diluar dari Brosur atau Road Maps yang kita buat. Bila saja dalam 1 hari ada 2 bule yang menggunakan jasa Transportasi kita (salah satu item jasa Travel), maka, kita bisa mendapatkan pemasukan Rp 500.000 – 1 juta per hari.

Kita tidak perlu takut akan kebangkrutan, sebab, Moment Event Nasional dan Internasional yang sedang direncanakan oleh stakeholder daerah, seperti Festival Keraton Nusantara (FKN) di Bima pada 2014 mendatang, ‘Tambora Menyapa Dunia’ sebagai peringatan 2 abad Tambora meletus pada April 2015 menjadi Target tersendiri. Tetapi tentu hal itu harus mulai dirintis sejak saat ini. Bila tidak, ‘lumbung uang’ melalui sistim Travel ini akan terbuang percuma. Belum lagi dengan naiknya tingkat kunjungan ke Labuanbajo pasca ‘Sail Komodo’ beberapa waktu yang lalu. Tentu banyak Bule yang juga memilih jalur darat menuju Labuanbajo selain jalur laut dan udara. Maka, kebutuhan Jasa Travel dengan Kenyamanan dan Keramahtamahan sangat dibutuhkan.

Di Bima, teman-teman yang baru pulang menjadi Buruh Migran (TKI/TKW) tentu banyak dan sudah fasih berbahasa asing dengan baik dan benar. Disamping itu, tidak sedikit uang sebagai pesangon yang dibawa pulang. Membangun Travel dan men-sosialisasikannya ke Luar Negeri adalah hal yang mudah karena sudah paham apa yang harus dilakukan dan dengan cara apa hal itu dilakukan. Selain bisa langsung menjadi Guide dan manajer dalam sebuah Travel yang dikelola sendiri.

Silahkan melihat, mengamati dan menyimpulkan sendiri bila hal ini dapat dilakukan, bukankan Travel di Bima sesungguhnya adalah ‘Lumbung Uang’ bila digarap dengan Profesional dan manajemen yang baik dan benar…?? Bila di Bali dan di Lombok, orang bisa menjadi Miliader hanya dengan membangun Travel yang professional, mengapa di Bima tidak…?? Padahal, Bima memiliki Panorama tersendiri yang indah dan unik serta diapit oleh dua daerah ‘magnet’ Pariwisata yang ramai, Lombok & Labuanbajo. Ataukah kita sebagai orang Bima yang sesungguhnya bisa melakukan itu harus menunggu orang lain yang merebut pasar ini dan kita menontonnya sambil Gigit jari…?? Wallahualam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun