Selain digunakan untuk menginap, hotel bisa juga digunakan untuk selingkuh dengan pacar gelap. Namun, ada pula kebiasaan para pejabat kita memanfaatkan hotel untuk kepentingan kedinasan  mengadakan rapat, negosiasi, pembahasan anggaran sampai pemilihan ketua KPK. Mungkin, hotel dianggap sebagai tempat netral dan multi fungsi seperti untuk menentukan calon nama ketua KPK. Seperti halnya malam ini, Panita Seleksi (Pansel) Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengadakan pertemuan di Hotel Manhattan, Jakarta.
Ada pengalaman menarik tentang menginap di Hotel berbintang di Jakarta, terpampang tarif promosi, saya pikir tarif promosi memang murah seperti yang tertera di slide billboard yang mencolok dan sayapun tertarik menginap dihotel tersebut. Rupanya, kebiasaan tidur di Jakarta itu tidak seperti didaerah lain, ada tidur short time dan tidur longtime. Karena sudah terlanjur masuk, mau mencari hotel lain sudah lelah dan jalanpun macet akhirnya saya putuskan menginap dihotel itu walaupun mengambil tidur longtime harus membayar lebih mahal. Ketika saya mencari tempat parkir mobil, disini saya mengalami kerepotan, tempat parkirnya remang2 sehingga sewaktu memarkir harus extra hati2. Satpam yang memberi aba2 menanyakan kepada saya, tidak bersama ibu ?. Tapi saya sudah mengerti maksud pertanyaan itu, satpam ingin menawarkan teman kencan. Saya tanya, apa tidak ada razia ?. Satpam meyakinkan segala keamanan, pokoknya semua aman.
Gambaran dunia hotel diatas sesungguhnya menunjukkan kemunafikan pemerintahan kita, razia2 hotel yang selama ini gencar diberitakan memang benar dilakukan tetapi hanya ditujukan kepada rakyat, ditujukan kepada hotel2 kelas melati kebawah yang tariffnya murah untuk memberikan kesan yang harus dibina adalah rakyatnya. Sedangkan untuk mereka yang mempunyai uang seperti yang menggunakan hotel berbintang seolah diistimewakan. Padahal hotel2 berbintang itu secara terang2an menunjukkan bahwa ditempat itu dapat digunakan untuk tempat mesum melalui tariff promosi itu. Satpol PP tidak akan menjangkau hotel2 seperti itu, makanya satpam berani menjamin bahwa hotel yang dijaganya bebas razia.
Diskriminasi perlakuan seperti itu sebenarnya sangat terang benderang dilakukan oleh pemerintah karena hotel berbintang selain memberikan kontribusi lebih besar baik resmi maupun tidak resmi, pemegang keputusan juga mempunayi kepentingan lain. Fasilitas negara yang telah dibangun untuk tempat bekerja memang tidak dapat memberikan kesenangan karena menjadi tempat publik. Mengapa rapat2 atau komitment harus menghindar publik ?. Kebiasaan seperti itu sudah bukan menjadi rahasia lagi dan sudah menjadi hal yang lumrah diseluruh negeri ini. Memasuki lingkaran kebiasaan itu, mungkin rakyat harus mengurut dada, tidak ada yang dapat diperbuat kecuali hanya menggerutu.
Mana buktinya ?. Memang rakyat tidak mempunyai kekuatan untuk membuktikan seperti halnya tangan satpol PP yang biasa melakukan razia terhadap prilaku masyarakat. Bergaul dengan pejabat pemerintah bagi yang tidak tahu kartunya mungkin mereka adalah orang yang terhormat. Tetapi ketika kita bergaul lebih dekat lagi, seorang pejabat yang berani minta uang untuk kepentingan diri sendiri, maka sebetulnya dia telah membuang jauh2 martabatnya sendiri. Bersedia melacurkan jabatan, kemungkinan doyan dengan pelacur juga. Tak mengherankan, kehidupan pejabat akan selalu terkait dengan hotel itu, urusan kedinasan dialihkan kehotel. Lain waktu akan datang lagi ke hotel tersebut tapi untuk kepentingan pribadi. Tariff promosi, tariff short time itu karena ada banyak permintaan, itu adalah bisnis agar occupancy rate hotel tetap terjaga dan mungkin juga pengenaan tariff seperti itu hanya ada di Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H