Silahkan sebut saya kuno, tidak demokratis atau apa saja, tapi saya termasuk yang setuju dengan diharamkannya infotainment oleh Majelis Ulama Indonesia. Pertimbangannya praktis saja: Di negeri ini terlalu banyak orang bicara, berdebat, berteori di atas sana, namun membiarkan kerusakan tetap terjadi di bawahnya. Di saat berbagai pihak –termasuk orang infotainment itu sendiri- masih sibuk berdebat dan berdiskusi sana-sini saling membenarkan perspektif masing-masing tentang perlu atau tidaknya infotainment, MUI sudah ambil keputusan: HARAM! Titik! Lagi-lagi masalah ini bisa sangat diperdebatkan dan rasanya orang infotainment akan tersinggung dengan pendapat saya. Bos salah satu jaringan infotainment besar pernah bilang di televisi bahwa tidak semua infotainment itu jelek, jadi jangan disamaratakan. Tapi dia tidak menyertakan bukti. Dia juga pernah bilang bahwa artis itu milik publik (jadi wajar saja kalau mereka jadi bulan-bulanan gosip, gitu?). Sebuah teori aneh yang entah dia dapat dari sekolah mana. Lebih lagi, seorang pembawa acara infotainment legendaris, dengan gayanya -yang ternyata se asli gayanya di televisi-, bilang: “kalau infotainment mau dimasukkan kategori non-faktual, berita juga harusnya non faktual dong..”. That’s it! Itu puncak kekesalan saya! Tidak semua infotainment itu buruk. Tapi yang mana? Yang pernah memberitakan kematian Komedian Taufik Savalas dengan penuh duka, tapi kemudian menjadikan kematiannya bahan kuis berhadiah? Yang pernah diam-diam merekam gambar Eep Saefulloh di rumahnya hingga yang bersangkutan marah-marah? Yang pernah mengejar, mencegat dan memukul-mukul mobil Nicky Astria? Yang pernah menayangkan secara utuh mayat Alda Risma dari dekat dengan –maaf- pakaian dalam yang kelihatan di sana sini? Masih perlu teori dan diskusi untuk menganggap itu layak dikonsumsi masyarakat? Atau ada contoh lain yang mungkin terlewati dan mewakili infotainment yang baik? Ya saya menonton semua tayangan yang saya contohkan di atas. Ya, saya dan mungkin anda juga suka menonton infotainment. Si penyiar infotainment legendaris itu sendiri pernah bilang bahwa infotainment itu ratingnya tinggi karena penonton merasa dekat dengan berita-beritanya. Hmmm.. dekat atau karena acara itu mengakomodir sifat buruk kita yang kadang memang terkesan menyenangkan? Bukankah kita manusia memang punya sifat yang ingin selalu tahu urusan orang lain, apalagi kalau itu orang terkenal yang selalu diasumsikan hidupnya lebih beruntung dari kebanyakan kita, apalagi kalau orang terkenal itu dilanda musibah, sama seperti banyak diantara kita yang hidupnya sudah susah. "Happiness is a warm gun!" Kebahagiaan itu seperti pistol yang masih hangat karena baru ditembakkan. Begitu judul salah satu lagu John Lennon. Saya tidak tahu makna aslinya, tapi dalam penafsiran saya judul lagu itu menunjukkan sifat buruk manusia yang suka sekali merasa bahagia di atas penderitaan orang lain. Bang Haji Rhoma Irama, di salah satu lirik lagunya saja juga pernah mempertanyakan, “Kenapa semua yang enak-enak itu diharamkan?” Ah, bingung juga Bang Haji kita itu, agaknya.. Tapi kenapa ya? Apa karena hidup itu harus ada batasannya? Apa karena sifat buruk itu harus selalu dilawan? Apa karena kita harus selalu berusaha menjadi orang yang lebih baik, meskipun selalu dihantui keinginan untuk menjadi buruk, atau menari di atas penderitaan orang lain? Kawan, kita manusia memang tidak pernah lepas dari sifat buruk. Kita kan bukan malaikat? Tapi kita kan juga bukan iblis? Yah, paling tidak, masih ada MUI yang mau membantu kita dalam berjuang meniti hidup, dalam berusaha menjaga agar dalam titian itu kita tidak jatuh ke sisi yang salah, sisinya iblis yang suka sekali menjadikan kita orang jahat! Tapi itu kan semua tetap kembali kepada kita sendiri. Silahkan. Pilih yang mana? Atau anda lebih memilih untuk memperpanjang diskusi dan perdebatan soal hal ini? Ya monggo, tho. Untuk urusan infotainment ini, saya sih memilih berhenti disini. hehe Tokyo, 29 Juli 2010 Juga diposting disini: http://suarane.wordpress.com/2010/07/29/infotainment-is-a-warm-gun/
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H