Pada tanggal 24 September 2024, gedung Laznas Dewan Dakwah menjadi dari sebuah momen rutin  bersejarah: kepulangan para dai dan daiyah yang telah mengabdikan diri selama dua tahun di daerah pedalaman. Mereka adalah para pahlawan yang tak tampak, berjuang di garis depan untuk menyebarkan ajaran Islam di tempat-tempat yang sering kali terabaikan. Dalam seremonial yang hangat dan penuh rasa syukur ini, mereka berbagi pengalaman yang berharga, mengungkapkan tantangan, kebahagiaan, dan pelajaran hidup yang mereka peroleh selama menjalankan misi mulia tersebut
Kisah Inspiratif Lima Dai dan Daiyah
Setelah acara seremonial, lima orang dai dan daiyah berkenan untuk berbagi pengalaman mereka selama bertugas. Setiap kisah mereka menggambarkan dedikasi dan komitmen yang tinggi dalam menghadapi tantangan dakwah.
Ustadzah Mega Octavia - Da'wah harus sinkron antara Santri dan Wali Santri
Berasal dari Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Ustadzah memulai ceritanya, bahwa diawal, beliau ingin sekali mengabdi sebagai seorang perawat atau bidan, tetapi takdir mengarahkan nya pada jalan yang mulia dunia dan akhirat. Salah seorang kerabat bercerita tentang sekolah tinggi da'wah milik Dewan Da'wah yakni STID Mohammad Natsir. Beliau berangkat ke Jakarta dan memulai pendidikan nya. Pendidikan Bahasa Arab dan kajian kitab termasuk yang disukai. Selama di STID, beliau juga menerima pelajaran tentang kemandirian dan microteaching.Â
Pelajaran yang didapat selama di STID itu, sangat membantu Ustadzah Mega ketika kemudian mendapat surat penugasan pengadian Dakwah di Salah satu Pesantren di Sumenep, Madura, Jawa Timur.
Selama disana, beliau mengajar tidak hanya santri, namun juga berusaha mensinkronkan, agar pelajaran yang diterima oleh santri, bisa diterima juga oleh para wali santri. Beliau fokus dalam pelajaran Bahasa Arab dan kajian kitab.Â
Tantangan lain adalah, penegakan disiplin yang coba diterapkan pada santri, terkadang mendapat respon yang kurang baik dari orang tua, padahal Ustadzah Mega berharap, dengan pengajaran dan disipilin yang ditegakkan, santri dalam menerima pelajaran lebih baik, sehingga mereka dapat berprestasi dan mandiri dalam kehidupan nya kelak. Mengkomunikasikan hal inilah yang menurut Ustadzah Mega, sebagai tantangan tersendiri. Kebiasaan-kebiasaan individual yang cenderung negatif harus dihilangkan, seperti terlambat bangun pagi.
Diakhir pengabdian nya, Ustadzah Mega bercerita, tetap menimbulkan kesedihan bagi beliau dan Guru, Santri dan wali santri serta masyarakat yang sudah membantu beliau semasa pengadian di Sumenep. Beliau berharap mendapat pengalaman yang baru kedepannya di tempat pengadian yang baru.
Ustadzah Masrida - Tidak Hanya Berdakwah dan Mengajar, namun juga merawat anak-anak Panti Asuhan
Ustadzah Masrida, ditugaskan di salah satu Panti Asuhan di Prabumulih, Palembang, Sumatera Selatan. Dai'yah asal Kepulaun Riau ini bercerita, ditugaskan dipanti asuhan, membuka wawasan baru baginya. Anak-anak panti tersebut, sebagian memang masih memiliki orang tua, namun keadaan ekonomi, membuat orang tua mereka menitipkan anak-anaknya di panti asuhan tempat Ustadzah Masrida bertugas. Panti Asuhan bisa menyediakan biaya pendidikan gratis, tempat tinggal dan akomodasi yang layak untuk anak-anak tersebut.