Dari Kenyamanan ke Daerah terpencil
Seperti yang diceritakan Ustadz Syarafuddin diawal, beliau datang dari daerah yang boleh dibilang mudah dalam akses transportasi dan komunikasi, juga sebagai imam di salah satu Masjid dikawasan industri semasa masih kuliah di STID Mohammad Natsir, boleh dibilang berkecukupan. Kondisi ini berbalik hampir 180 derajat saat mulai ditugaskan di Pulau Banyak. Mulai dari transportasi yang susah, sarana komunikasi yang terbatas, dan ancaman makanan dan minuman yang mungkin bisa saja mengandung kandungan yang mengancam nyawa serta Binatang buas yang masih ada.
Beliau bercerita dalam satu kesempatan, saat menuju ke tempat bertugas dengan mengendarai sepeda motor, berpapasan dengan Harimau yang saat itu masih ada populasi nya didaerah tersebut, sedangkan di lain kesempatan perahu yang ditumpangi nyaris tenggelam digulung ombak laut, dikesempatan yang lain juga, perahu dakwah yang disiapkan hasil donasi di Laznas Dewan Dakwah juga rusak dimakan usia.
Pengalaman-pengalaman tersebut terkadang mengendurkan semangat beliau, namun melihat animo masyarakat dan semangat yang terus dikomunikasikan oleh orang tua, menguatkan beliau.
Dakwah sebagai jalan hidup
Di sesi terakhir,  Ustadz Syarafuddin menekankan  bahwa berdakwah di daerah terpencil dengan segala suka-dukanya bahwa kadang-kadang kita harus meninggalkan zona nyaman demi tujuan yang lebih mulia. Dengan ketulusan, kesabaran, dan kerja keras, beliau berusaha keras membawa cahaya Islam ke tempat-tempat yang sebelumnya gelap, sambutan dan dukungan masyarakat pada akhirnya serta lahirnya kader baru untuk melanjutkan estafet dakwah ini semoga menjadi pengingat bahwa setiap usaha yang tulus akan mendatangkan pertolongan Allah kepada kita dalam bentuk yang tidak disangka-sangka dan di waktu yang tidak disangka-sangka pula. Jazakumullah khairan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H