Posesif sering kali dianggap sebagai tanda cinta yang besar. "Dia terlalu perhatian," atau "Itu karena dia sayang," mungkin adalah alasan yang sering muncul saat perilaku posesif dibahas. Tapi, apakah benar demikian? Faktanya, perilaku posesif bukanlah bentuk cinta yang sehat. Sebaliknya, posesif lebih mencerminkan ketakutan, rasa tidak aman, dan kebutuhan untuk mengontrol pasangan agar tetap merasa aman dalam hubungan. Artikel ini akan mengulas lebih dalam tentang apa yang menyebabkan seseorang menjadi posesif, ciri-cirinya, dampaknya, serta cara menghadapinya.
Mengapa Seseorang Bisa Menjadi Posesif?
Perilaku posesif umumnya berakar pada beberapa faktor psikologis yang membuat seseorang merasa cemas atau takut kehilangan pasangannya. Berikut beberapa penyebab yang paling umum:
Ketidakamanan Diri (Insecurity)
Rasa posesif sering muncul karena ketidakamanan terhadap diri sendiri. Orang yang posesif biasanya memiliki kepercayaan diri yang rendah dan takut tidak cukup baik untuk pasangannya. Mereka merasa jika tidak mengawasi atau mengontrol, pasangan mereka mungkin tertarik pada orang lain yang dianggap "lebih baik". Ketidakamanan ini sering kali terkait dengan rasa takut akan penolakan atau ditinggalkan.
Trauma atau Pengalaman Buruk di Masa Lalu
Seseorang yang pernah dikhianati atau ditinggalkan di masa lalu cenderung membawa ketakutan tersebut ke dalam hubungan berikutnya. Akibatnya, mereka berusaha mencegah hal serupa terjadi lagi dengan cara mengontrol pasangan secara berlebihan. Mereka mungkin merasa bahwa dengan mengetahui setiap aktivitas dan pergerakan pasangan, mereka bisa mencegah rasa sakit hati yang sama terulang.
Rasa Kepemilikan yang Berlebihan
Perasaan posesif sering kali muncul dari pandangan bahwa pasangan adalah "milik" mereka. Orang dengan pandangan ini melihat hubungan sebagai sesuatu yang eksklusif dan harus dilindungi dari segala ancaman. Mereka melihat pasangan sebagai bagian dari identitas mereka sendiri, sehingga ketakutan kehilangan pasangan seolah-olah sama dengan kehilangan diri mereka sendiri.
Kurangnya Kepercayaan
Ketidakmampuan untuk mempercayai pasangan adalah akar dari banyak perilaku posesif. Ketidakpercayaan ini mungkin tidak selalu disebabkan oleh kesalahan pasangan saat ini, melainkan berasal dari pengalaman masa lalu atau pola pikir yang salah. Misalnya, seseorang yang tumbuh di lingkungan di mana pengkhianatan sering terjadi mungkin merasa bahwa semua orang sulit dipercaya.
Ciri-Ciri Pasangan Posesif
Perilaku posesif bisa muncul dalam berbagai bentuk, dari yang halus hingga yang sangat jelas terlihat. Berikut adalah beberapa tanda yang perlu diwaspadai jika kamu atau pasangan menunjukkan sifat posesif:
Selalu Ingin Tahu Keberadaanmu
Pasangan posesif cenderung terus-menerus bertanya, "Lagi di mana?" atau "Sama siapa?". Mereka merasa perlu tahu setiap detail keberadaanmu, seolah-olah ketidaktahuan tentang lokasi atau kegiatanmu bisa menimbulkan kecemasan besar.
Mengontrol dengan Alasan 'Melindungi'
Mereka mungkin sering memutuskan siapa yang boleh dan tidak boleh kamu temui. Alasan yang sering diberikan adalah demi "melindungimu" dari pengaruh buruk, padahal sebenarnya ini lebih tentang mengontrol ruang sosialmu.
Cemburu yang Berlebihan
Kecemburuan ekstrem terhadap orang-orang di sekitarmu, baik itu teman, rekan kerja, atau bahkan anggota keluarga, bisa menjadi tanda posesif. Mereka merasa terancam dengan siapa saja yang bisa mencuri perhatianmu dari mereka.
Memeriksa Ponsel atau Media Sosial Tanpa Izin
Tindakan ini biasanya dianggap sebagai puncak dari perilaku posesif. Ketika pasangan mulai memeriksa pesan, panggilan, atau akun media sosialmu tanpa izin, itu adalah tanda serius bahwa ada ketidakpercayaan yang mendalam.
Manipulatif dan Emosional
Pasangan posesif sering kali menggunakan manipulasi emosional, seperti mengancam akan melakukan sesuatu yang ekstrem (misalnya, memutuskan hubungan atau menyakiti diri sendiri) jika mereka tidak mendapatkan apa yang diinginkan.
Dampak Perilaku Posesif pada Hubungan
Perilaku posesif bisa menghancurkan hubungan, bahkan jika awalnya tampak seolah-olah hanya tanda "perhatian". Beberapa dampak negatif dari perilaku ini antara lain:
Mengurangi Ruang Personal
Pasangan yang posesif cenderung menuntut seluruh perhatian dan waktumu. Akibatnya, kamu mungkin merasa terisolasi dari teman, keluarga, atau bahkan kehilangan identitas dirimu sendiri.
Menimbulkan Stres dan Kecemasan
Selalu merasa diawasi atau tidak dipercaya bisa menimbulkan stres yang berkepanjangan. Ini bisa berdampak negatif pada kesehatan mental, memicu kecemasan, atau bahkan depresi.
Menyebabkan Konflik yang Berulang
Ketidakpercayaan dan keinginan untuk mengontrol akan menciptakan konflik yang konstan. Hal ini bisa menyebabkan hubungan penuh dengan pertengkaran dan ketegangan.
Bagaimana Mengatasi Perilaku Posesif dalam Hubungan?
Jika kamu atau pasangan menunjukkan tanda-tanda posesif, penting untuk segera menanganinya sebelum perilaku ini semakin merusak hubungan. Berikut beberapa langkah yang bisa dicoba:
Sadari Masalahnya dan Akui
Langkah pertama adalah menyadari bahwa perilaku posesif bukanlah tanda cinta yang sehat. Akuilah bahwa ada masalah, baik dari dirimu sendiri atau pasanganmu, dan bersiap untuk mengubahnya.
Bangun Kepercayaan Secara Bertahap
Membangun kembali kepercayaan butuh waktu. Jika kamu berada dalam posisi sebagai pasangan yang posesif, coba kendalikan dorongan untuk terus memeriksa atau mengontrol pasangan. Jika kamu yang menjadi korban, bicarakan tentang batasan yang jelas dan tegas.
Berkomunikasi Secara Terbuka
Bicarakan perasaan dan ketakutan yang mendasari perilaku posesif ini. Kadang, posesif muncul dari rasa takut yang tidak diungkapkan. Komunikasi yang terbuka bisa membantu menemukan solusi bersama.
Pertimbangkan Konseling
Jika perilaku posesif sulit diatasi sendiri, pertimbangkan bantuan dari profesional. Konseling pasangan atau terapi individu bisa membantu menggali akar dari perilaku ini dan mencari cara untuk mengatasinya dengan lebih sehat.
Kesimpulan
Posesif bukanlah tanda cinta yang murni. Sebaliknya, posesif adalah refleksi dari ketakutan dan ketidakamanan yang tidak diselesaikan. Meskipun perilaku ini bisa merusak hubungan, bukan berarti tidak bisa diatasi. Dengan kesadaran, komunikasi, dan, jika perlu, bantuan profesional, perilaku posesif bisa dikurangi, dan hubungan bisa kembali sehat. Yang terpenting adalah memahami bahwa cinta yang sehat seharusnya memberi ruang, bukan mengekang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H